Kabupaten Karawang, spiritnews.co.id – PT Aditya Laksana Sejahtera (ALS) mempertanyakan dasar hukum surat somasi atau surat teguran I Nomor : 700/6792/Disperindag yang ditandatangani Bupati Karawang, Cellica Nurrachadiana, yang menjelaskan PT ALS tidak berhak dan tidak berwenang untuk menguasai/menempati dan/atau mengelola Pasar Cikampek 1.
Karena menurut PT ALS, surat teguran I yang meminta PT ALS segera meninggalkan Pasar Cikampek 1 dari pengelolaan tidak memiliki landasan hukum. Adapun putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor : 2976 K/Pdt/2018 tanggal 30 November 2018 yang dijadikan dasar surat teguran I tersebut, tidak ada kaitannya dengan pengelolaan Pasar Cikampek 1 oleh PT ALS.
“Putusan Mahkamah Agung itu tidak ada klausul seperti yang disebutkan dalam surat teguran I bupati. Putusan Mahkamah Agung itu tidak ada sangkutpautnya dengan pengelolaan pasar. Putusan Mahkamah Agung itu hanya soal SHGB (Sertifikat Hak Guna Bangunan),” kata Owner PT ALS, drg. Henndy Haddade, Minggu (27/10/2019).
Disinggung mengenai pemutusan Perjanjian Kerja Sama (PKS) pada tahun 2016, antara Pemkab Karawang yang ditandatangani dr. Hj. Cellica Nurrachadiana yang saat itu masih menjabat sebagai Plt Bupati Karawang dan dirinya sebagai Owner PT ALS, drg. Henny Haddade lagi-lagi menegaskan, bahwa dalam pemutusan PKS tersebut ada pasal yang belum dipenuhi pemkab kepada PT ALS. Yaitu pasal yang menjelaskan ganti rugi pembangunan dan pengelolaan pasar kepada PT ALS sejak 2009.
“Saya baru nerima 1,8 miliar dari total 18 miliar yang sebelumnya sudah disepakati. Selama ganti rugi itu belum diberikan pemkab, maka kami anggap sampai saat ini yang berhak mengelola pasar adalah kami,” kata Henny.
Dijelaskan, PKS Build Operate Transfer (BOT) antara PT ALS dengan pemkab pada 2009 yang saat itu ditandatangani oleh Bupati Karawang, Dadang S Muchtar menyepakati BOT selama 25 tahun. Dalam perjalanannya, PT ALS dirugikan oleh pemda, karena sampai saat ini pemda belum melaksanakan kewajibannya sesuai PKS tahun 2009.
Yaitu kewajiban yang tertera dalam pasal 11 tentang hak dan kewajiban nomor (5), ‘kewajiban pemda adalah harus menertibkan Pedagang Kaki Lima (PKL) di lokasi wilayah kerja sama’. Kemudian, kewajiban nomor (6), ‘pemda menerbitkan SHGB atas nama pihak kedua PT ALS’.
“Kami merasa bingung, bahkan merasa dibohongi oleh pemda. Karena faktanya pemda memerintahkan PT ALS untuk membangun pasar di lahan yang diklaim milik pemda. Tapi ternyata lahan tersebut tanah milik adat atas nama Sijem Nji yang diwariskan kepada Karsum bin Atapin,” paparnya.
Adapun mengenai bukti kepemilikan lahan Pasar Cikampek 1 saat ini bukan milik pemda, dr. Henny kembali menjelaskan, ada bukti berupa fatwa ahli waris berdasarkan berita acara akta ahli waris di hadapan Pengadilan Agama Karawang di luar sengketa (Pasal 107 ayat 2) UU Nomor 7 Tahun 1989 Jo Eks Pasal 236 a HIR, Nomor : 07/P3HP/2006/PA.Krw yang dikeluarkan oleh Pengadilan Agama Karawang. Dalam hal ini ahli waris yang dikuasakan mengurusi semuanya adalah Karsum bin Atapin.
“Kami telah membeli tanah dari ahli waris. Dengan fakta-fakta hukum yang kami miliki, kami yakin itu bukan tanah milik pemda. Karena sampai 2019ahli waris masih membayat PBB (Pajak Bumi Bangunan). Saat itu ahli waris juga telah mengajukan gugatan pembatalan HPL di Pengadilan Tata Usaha Bandung,” ungkapnya.(sir)