Jakarta, spiritnews.co.id – Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Nihayatul Wafiroh, menyoroti minimnya peran Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) di Indonesia.
Menurut Ninik (sapaan akrab Nihayatul Wafiroh), tanggung jawab pekerjaan di BPOM sangat luar biasa, apalagi kondisi perdagangan internasional yang sangat terbuka dan berimplikasi pada peredaran obat, makanan dan kosmetik yang bebas masuk ke Indonesia.
“Belum lagi sulitnya medan. Saya tahu belum banyak Provinsi yang memiliki BPOM di tingkat lokal. Sehingga saya tidak bisa membayangkan Indonesia dengan geografis yang sulit peran petugas untuk memastikan obat, makanan dan kosmetik rakyat Indonesia aman,” kata Ninik saat menghadiri Rapat Evaluasi Tahunan BPOM di Surabaya, Selasa (12/11/2019).
Melihat tanggung jawab berat tersebut, Politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini menilai sudah saatnya peran dan wewenang BPOM ditingkatkan. Menurutnya BPOM tidak cukup hanya mengawasi, namun juga harus bisa menindak tegas pelaku kejahatan obat, makanan dan kosmetik.
“Tentu ini bukan pekerjaan mudah. Karena itu kami di Komisi IX berkomitmen untuk menyegerakan pengesahan RUU Pengawasan Obat dan Makanan. Kami di tingkat pimpinan sudah rapat internal dan sepakat RUU ini akan menjadi prioritas pada periode ini,” jelasnya.
Guna memuluskan hal ini, Ninik bersama dengan pimpinan Komisi IX lainnya akan menggelar Rapat Pleno.
“Dan besok (Rabu, 13/11/2019) kami akan rapat pleno pimpinan Komisi IX untuk memastikan RUU tersebut menjadi RUU prioritas tahun 2020. Harapan saya pada rapat bulan Januari 2020 mendatang, RUU ini sudah selesai,” katanya.
Peraih penghargaan legislator terbaik 2018 versi Panggung Indonesia ini menilai keberadaan RUU ini sangat penting. Ninik mengaku prihatin melihat petugas BPOM yang hanya bisa memastikan kualitas obat, makanan dan kosmetik rakyat Indonesia harus sehat dan layak. Tetapi ketika menemukan makanan yang tidak sehat, mereka tidak punya payung hukum untuk melakukan tindakan.
“Lalu saya berpikir, masak fungsi BPOM ini hanya untuk mengawasi saja? Apakah BPOM tidak bisa menangkap dan menindak pelaku kejahatan obat, makanan dan kosmetik?,” paparnya.
Legislator asal Banyuwangi, Jawa Timur ini menjelaskan salah satu point yang ada dalam RUU Pengawasan Obat dan Makanan adalah tentang fungsi BPOM untuk membina industri-industri kecil agar tidak menggunakan dan memasukkan bahan-bahan yang tidak tepat dalam produksinya, baik obat, makanan maupun kosmetik.
“Dalam RUU ini juga membahas tentang pengawasan BPOM yang lebih luas. Terutama terkait dengan penguatan fungsi penegakan hukum bagi pelaku kejahatan obat, makanan dan kosmetik,” ungkapnya.(rls/sir)