Kota Bekasi, spiritnews.co.id – Wali Kota Bekasi, Rahmat Effendi, dipanggil secara khusus oleh Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Republik Indonesia, Moeldoko, di Komplek Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat.
Kedatangan Bang Pepen, sapaan akrab Wali Kota Bekasi, Rahmat Effendi tersebut juga didampingi Kepala Dinas Kesehatan Kota Bekasi Tanti Rohilawati, Kepala BAPPEDA Dinar Faisal, Inspektur Kota Bekasi Widodo Indrijantoro, Kepala Dinas Sosial Ahmad Yani, Direktur RSUD Chasbulah Abdulmajid Kusnanto Saidi Staf ahli Wali Kota Bidang Keuangan dan SDM Dwi Andaryanie, Kepala DISKOMINFO Encu Hermana dan Kepala Bagian Hukum Diah.
Pertemuan tersebut untuk membahas kelanjutan program Kartu Sehat Berbasis NIK yang menjadi berita hangat di Kota Bekasi dan menjadi polemik karena isu penghentian Layanan Kesehatan Masyarakat berbasis NIK.
Bang Pepen, mengatakan, program tersebut sebenarnya setara dengan layanan kesehatan kelas 3 dan menjadi program unggulan untuk warga Kota Bekasi karena warga yang membutuhkan sangat tertolong dengan adanya Layanan Kesehatan Masyarakat tersebut yang berbasis kepada biaya yang disiapkan oleh APBD Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi.
Dengan adanya Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 mengenai Jaminan Kesehatan Masyarakat penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Daerah dimana harus diintegrasikan dengan Jaminan Kesehatan Nasional yang dikelola BPJS Kesehatan, kami berusaha memperjuangkan program kesehatan ini pada tahun 2020 agar tetap berjalan dan legal baik secara yuridis maupum de facto.
Dan jika di integrasikan ke BPJS Kesehatan, maka sakit maupun tidak sakit, Pemerintah Kota Bekasi harus membayar iuran selama satu tahun kurang lebih sebesar Rp 996 miliar.
“Dan apabila dikelola sendiri oleh Dinas Kesehatan Kota Bekasi dengan kerjasama Rumah Sakit Swasta dihitung selama satu tahun kurang lebih sekitar Rp 380 miliar, dengan perhitungan dan pertimbangan secara Realitas Jika diintegrasikan Kota Bekasi sangat keberatan karena dengan uang kurang dari Rp 500 miliar dapat digunakan untuk membangun Puskesmas, Rumah Sakit dan sarana prasarana pelayanan lainnya,” kata Bang Pepen.
Layanan Kesehatan Masyarakat Berbasis NIK pembayaran secara inacibijis dan insidential, dan tidak dipersulit oleh rumah sakit yang bekerjasama serta masyarakat tidak dibebankan iuran per bulannya.
“Jadi, warga tidak dibebankan iuran per bulannya,” katanya.
Ia berharap tahun 2020 Kota Bekasi diberikan kewenangan untuk mengelola kesehatan sendiri dan jika diberikan kewenangan oleh Pemerintah Pusat, maka Pemerintah Kota Bekasi dapat membangun rumah sakit tipe D sebanyak 3 rumah sakit dengan anggaran APBD Pemerintah Kota Bekasi.
Sebelumnya Pemkot Bekasi telah memperjuangkan keberlangsungan program KS NIK ini melalui konsultasi dengan Gubernur Jabar, Kementerian Hukum dan HAM, Komisi Pemberantasan Korupsi, Komisi IX DPR, Kementerian Kesehatan, Kemendagri, dan BPJS Kesehatan. Langkah ‘judicial review’ juga ditempuh ke Mahkamah Konstitusi.
“Kami akan terus berjuang untuk program layanan kesehatan masyarakat berbasis NIK di Tahun 2020, semoga hasil rapat menteri nanti bisa memuaskan hasilnya dan kami dapat dukungan untuk melanjutkan program kesehatan tersebut,” harapnya.
Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko, menyayangkan BPJS tidak bisa seperti program kesehatan yang ada di Kota Bekasi, sehingga hasil pertemuan ini akan dirapatkan ke dalam rapat menteri khusus pembahasan tentang Perpres 82 dan Kota Bekasi akan diberikan hasilnya.
“Akan kami rapatkan dahulu dan hasilnya akan disampaikan,” kata Moeldoko.(giri)