Prof. Ali Hasjmy, Gubernur pertama Aceh dan sebagai tokoh pendidikan, penjaga dan pembela Aceh, dalam sebuah tulisannya perihal pandangan keliru masyarakat luar terhadap Aceh.
OLEH : Usman Cut Raja, Wartawan Senior
Hasymy menyebutkan, cerita dongeng tentang Aceh menutupi dirinya sendiri dan Aceh disebut sebagai daerah angker, hingga saat ini masih tersiar atau sengaja disiarkan oleh orang di luar Aceh. Hal ini sangat merugikan Tanah Aceh sebagai Daerah Modal.
Sebenarnya masyarakat luar Aceh dari berbagai daerah di Indonesia, maupun dari luar negeri sudah tahu tentang keterbukaan Aceh. Daerah ini tidak angker bagi para pendatang dari luar. Tapi entah kenapa, apa yang diungkapkan Ali Hasjmy lebih 40 tahun lalu ternyata hingga sekarang masih subur tersiar di luar Aceh. Masih cukup banyak masyarakat luar Aceh yang berprasangka. Aceh sebagai daerah tertutup dan angker.
Prasangka orang luar Aceh tidak beralasan, sungguh jauh meleset dari keadaan atau kenyataan yang sesungguhnya. Sekiranya masyarakat luar Aceh mau sedikit berupaya mencari informasi mengenai Aceh. Pasti mereka tak sedia lagi menerima racun informasi yang sekian lama menjerat kaki mereka untuk melangkah ke Aceh yang kini sedang beranjak cepat berbenah diri untuk menjadi daerah “primadona” baru di Indonesia setelah Bali.
Bukankah di Aceh sejumlah proyek industri raksasa pernah beropersi puluhan tahun terakhir ini, Industri pupuk, gas alam cair atau LNG, semen, kertas dan segudang industri kecil lainnya menandakan Aceh cukup aman. Kini sungguh disayangkan, kalau orang luar Aceh enggan datang ke Aceh, hanya akibat percaya pada dongeng-dongeng yang dihembus sebagai daerah tidak aman terutama terutama untuk investasia.
Bagi masyarakat luar Aceh mungkin ada yang pernah membaca dan mendengar pepatah lama, peninggalan nenek moyang orang Aceh berbunyi, tajak beutroh kalon beudeuh bek rugoe meueh saket hate” (datanglah dekat sampai ke tempat, agar jangan rugi hingga menimbulkan sakit hati). Petuah di atas menganjurkan kita agar jangan sembarangan percaya kepada informasi yang kita terima karena mungkin mengandung unsur fitnah yang dapat merugikan diri sendiri.
Timbulnya isu bohong yang menyebutkan Aceh sebagai daerah tidak aman terhadap investasi adalah akibat informasi salah yang sengaja dihembuskan. Cuma yang disayangkan, informasi penawar untuk menghapuskan racun informasi yang salah itu masih kurang dipublikasikan oleh orang Aceh sendiri. Publikasi informasi yang bercitra positif tentang Aceh, masih minim tersebarkan.
Sudah saatnya penulis penulis Aceh untuk tidak berdiam diri menyaksikan ketimpangan informasi yang terus menerus meracuni kehidupan orang Aceh sebagai suatu bangsa besar. Diperlukan penulis penulis tangguh dalam menciptakan penawar racun itu.
Kesenjangan informasi tentang Aceh harus segera terhapuskan. Tentu melalui kerjasama berbagai pihak. Usaha penghapusan cap bohong harus sama sama dilakukan semua elemen dalam masyarakat Aceh. Karena itu, dukungan secara menyeluruh sangatlah perlu. Gerakan ini dapat dibuat serentak untuk semua kabupaten.
“Tak kenal maka tak sayang” Ungkapan ini tepat terhadap situasi Aceh saat ini. Upaya terobosan memperkenalkan Aceh ke seluruh jagad menjadi tanggung jawab semua orang Aceh. Hingga Aceh bisa meraih kembali kepercayaan sebagai daerah aman, dicintai dan dihargai sebagai bangsa bermartabat. Peran promosi atau memperkenalkan sangatlah menentukan untuk memperoleh kesempatan dan dicintai.
Ada banyak jalan bisa dilakukan dalam mempromosikan Aceh serta mengembalikan citra dan marwah. Misalnya penyanyi penyanyi Aceh dapat menciptakan lagu si Inong, si Agam, si Wen, si Ipak, si Sarong, si Maneh, si Kaoy dan lainnya khas Aceh tanpa harus menjiplak irama lagu luar daerah..Unsur pengenalan identitas melalui seni budaya sangat penting dalam mencapai popularitas.
Untuk mencapai popularitas hingga selingkup nasional dan internasional terhadap mutiara Aceh yang telah langka dan hilang, jelas memerlukan dukungan materi dan moril semua. Tapi, meunyo ka mupakat; lampoh jeurat tapeugala (kalau sudah mufakat, tanah kuburan pun bisa digadaikan).
Dalam memecahkan awan mendung yang menutupi wajah Aceh sekarang ini supaya dikenal kembali oleh masyarakat luar, beberapa saran serta himbauan coba dikemukakan dalam tulisan ini. Sekali lagi perlu ditegaskan, pandangan yang menyimpang dari keadaan sebenarnya (tentang Aceh), hanyalah disebabkan kesalah pengertian yang diakibatkan oleh beberapa penyebab.
Sumber atau akarnya ada pada informasi positif mengenai Aceh yang sangat sedikit tersebar di luar daerah Aceh. Barangkali, Kantor Penghubung Pemda Aceh di Jakarta, perlu memiliki sebuah perpustakaan tentang daerah Aceh yang lengkap dan aktual. Bukan hanya mengenai sejarah Aceh Tempo Doeloe yang tersedia, tetapi juga mencakup harapan-harapan Aceh di masa mendatang.
Dalam hubungan ini sangat dibutuhkan kerjasama Pemerintah Aceh dengan media mengenai pelaporan informasi positif tentang Aceh. Misalnya melaui Media Masa dan Electronik. Siaran-siaran yang dipancarkan melalui stasiun TVRI Banda Aceh misalnya harus penuh jam tayangan.
Selain itu peran serta perkumpulan masyarakat Aceh dan perorangan yang berada di luar Aceh, mau menginformasikan tentang Aceh kepada masyarakat di perantauan mereka. Para perantau Aceh sangat diharapkan mampu berperan menjadi juru bicara yang sukses tentang Aceh.
Pihak Dinas Pariwisata, Perdagangan dan Industri Aceh, harus lebih gencar melakukan gebrakan promosi seperti yang dilakukan daerah lain tentu dengan tidak melanggar kekhususan Aceh sebagai daerah syariat Islam. Bagaimana misalnya. Bali atau Batam mempopulerkan obyek-obyek wisata daerahnya dan penanaman modal kepada turis-turis dari manca negara yang berlibur ke sana.
Seandainya, kalau memang ada kesungguhan serius untuk memperkenalkan kekayaan potensi pariwisata dan hasil alam daerah Aceh lainnya kepada para pelancong manca negara ataupun domestic.
Pemerintah Aceh saatnya untuk membangun objek objek wisata yang tersebar diberbagai kota dan kabupaten seluruh Aceh. Dengan demikian masyarakat Aceh akan mendapat peluang lapangan kerja didaerah sendiri, tidak perlu lagi melancong kedaerah lain.
Selain itu Pemerintah Aceh juga diminta untuk lebih banyak lagi menyelenggarakan berbagai even even kejuaraan, baik tingkat nasional maupun internasional dilangsungkan di Aceh.
Pertukaran Pemuda, pelajar dan mahasiswa dengan negara-negara ASEAN dan Negara Negara lain didunia juga dengan propinsi-propinsi di Indonesia. Kegiatan ini dapat memberi dampak positif yang mampu mengikis habis dongeng-dongeng negative terhadap Aceh sebagai daerah angker. Selamat dan coba merintis mudah mudahan tercapai.(*)