SEJAK mewabahnya Virus Corona atau Covid-19, beberapa negara di dunia menerapkan karantina wilayah untuk mengurangi risiko penularan wabah Covid-19.
Penulis : Siti Aisyahra Mulyawati
Jurnalis dan Aktifis Lingkungan GMPLH Kota Bekasi
Kebijakan ini memaksa warga untuk tetap tinggal di rumah dan menghindari berkumpul dengan banyak orang. Sekolah-sekolah dan tempat hiburan ditutup, beberapa perusahaan menerapkan Bekerja #DariRumahAja dan transportasi umum pun dibatasi jumlah dan waktu operasionalnya.
Banyak yang mengatakan, langkah-langkah ini membuat kondisi bumi menjadi lebih baik dan sehat. Dari data dunia pencemaran udara di Tiongkok dan Italia dilaporkan berkurang, bahkan menurut laporan terbaru, emisi karbon dunia mengalami penurunan terbesar. Bolehkah kita tenang dengan karantina wilayah ini ?
Ada yang salah dengan situasi saat ini ? Karena tingkat polusi dan emisi global yang menurun, bukan karena kebijakan tertentu, tapi karena industri berhenti beroperasi akibat wabah COVID-19.
Tidak dapat dipungkiri, Siti Aisyahra Mulyawati, Penggiat Gerakan Masyarakat Pelestarian Lingkungan Hidup (GMPLH) Kota Bekasi, Jawa Barat. Awalnya melihat sisi positif dari pandemi COVID-19 ini dari hasil reportasenya selama bertugas menjadi jurnalis dalam situasi zona merah Covid-19. Namun, setelah melihat dampaknya yang sangat luas, justru membuat banyak orang khawatir.
“Pasca pemerintah menetapkan peraturan Lockdown, banyak manusia kehilangan nyawa dan ekonomi. Kita pun pasti ikut berpengaruh, dan kita pun pasti ingin lingkungan ini lebih baik lagi, dan ingin beraktivitas dengan normal kembali,” kata Aisyahra.
“Dalam hal ini butuh support dari semua pihak. Selain dari pemerintah, masyarakat juga harus ikut andil untuk mengatasi masalah. Karena wabah yang mengorbankan nyawa manusia disertai krisis ekonomi,” tambahnya.
Bahkan, situasi yang terjadi saat ini mungkin bisa dijadikan pelajaran yang sangat berharga untuk semua orang. Jika kita mampu menjaga bumi dan tidak serakah, maka alam pun akan memberikan hasil yang baik, seperti udara segar misalnya.
Kondisi bumi yang sedang memulihkan dirinya sendiri ini, memberikan kesempatan yang tepat bagi kita untuk melakukan restart button.
“Kita bisa mulai menerapkan gaya hidup ramah lingkungan. Saat ini, ketika banyak melakukan aktivitas di rumah, maka bisa dimanfaatkan untuk belajar memilah sampah sendiri di rumah dan membuat kompos. Mungkin saja, setelah pandemi berakhir, muncul kesadaran pada setiap individu untuk lebih menjaga alam,” paparnya.
Meski begitu, tak dapat dipungkiri, ada ketakutan mengenai kondisi Bumi yang akan kembali seperti sebelum wabah Covid-19 terjadi. Pasalnya, kegiatan produksi bisa jadi meningkat berkali-kali lipat untuk mengejar ketertinggalan yang saat ini semua industri harus tutup.
Oleh sebab itu, berharap dengan situasi ini, perubahan gaya hidup ini tidak hanya melibatkan individu saja, tapi juga kepedulian dari pemerintah dan industri lainnya.
“Saya ingin proses produksi yang berjalan, selaras dengan alam sesuai dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan . Jangan lagi kembali ke aktivitas-aktivitas yang menyebabkan kerusakan dan polusi,” ujarnya.
Pada akhirnya, saya mengajak semua orang untuk bersama-sama merefleksikan diri di situasi seperti ini dan memikirkan apa yang bisa kita lakukan untuk membantu sesama dan menjaga kelestarian alam setelah wabah ini berakhir.(*)