Kota Bekasi, spiritnews.co.id – Salah seorang pengamat dari Institut Kebijakan Publik Katulistiwa (IKPK), Agus Wahid, menyoroti kinerja Pemerintah Pusat di tengah pandemi Covid-19.
Secara khusus ia menututkan bahwa penyebaran Covid-19 telah menghancurkan tatanan ekonomi diberbagai belahan dunia, termasuk Indonesia. Bahkan, telah membuyarkan sejumlah rencana strategis pembangunan kedepan.
“Negeri kita sendiri diprediksi akan terjadi pertumbuhan 0 persen dengan beban penambahan kemiskinan 2,6 persen. Benar-benar “agresi” yang membuat para perancang kebijakan dan pengelola pemerintahan dibuat kalang kabut. Persoalannya, apakah harus pasrah dan gagap menghadpi agresi Covid-19 itu ?”, kata Agus kepada spiritnews.co.id, di Kota Bekasi, Sabtu (13/6/2020).
Tentu, tidak boleh menyerahkalah. Negara harus hadir untuk mencari solusi kreatif-profuktif dan agresif-proaktif, tapi dalam bingkai kejujuran bukan eksploitatif yang mengatas namakan Covid-19.
Dikatakan, Perppu No.1 Tahun 2020 yang lebih dikenal dengan Perppu Covid-19 sejatinya merupakan upaya maksimal untuk mengatasi para pihak yang terdampak Covid-019. Meski mengundang tanya Perppu ini, namun spirit utamanya adalah bagaimana mengatasi krisis sosial ekonomi akibat pandemi Covid-19.
“Angka sebesar Rp 405,1 triliun sudah tergelontorkan. Sekarang, satu hal yang urgent adalah bagaimana mengefektifkan dana itu. Yang utama jelas harus tepat sasaran penerimanya. Dalam perspektif sosial alokasi dana perlindingan sosial senilai Rp 110 triliun harus dilihat sebagai tindakan mendesak untuk menyelamatkan kepentingan kemanusiaan untuk jangka pendek. Dan karena itu harus segera,” jelasnya.
Dilarang keras adanya permainan diskriminatif, apalagi menyalah gunakan untuk kepentingan pribadi dan atau kelompoknya. Idealnya, harus ada tindakan hukum tegas jika ada pihak yang terbukti menyalahgunakannya.
Dalam kaitan ekonomi, dana stimulus sebesar Rp 150 triliun untuk memulihkan bahkan membangkitkan pelaku ekonomi terutama UMKM menjadi krusial.
Mereka adalah lapisan penyangga yang sejatinya handal terhadap badai ekonomi dan moneter. Dan itu sudah pernah terbuktikan pada krisis moneter tahun 1997. Tapi, apakah krisis ekonomi akibat Covid-19 ini juga tetap handal ?.
Jawabannya tergantung implementasi kebijakan. Satu hal yang harus digaris bawahi, upaya memulihkan dan atau membangkitkan ekonomi perlu proses. Jika arahnya sekedar menghidupkan kembali roda usaha, maka dana stimulus itu sudah on the track. Hal ini jika distribusinya juga tepat sasaran, based on data faktual, bukan landasan kronisme.
Yang menjadi masalah, realisasi produktivitas UMKM belum tentu langsung terserap pasar.Hal ini sejalan dengan realitas daya beli masyarakat yang memang down. Pengangguran akibat PHK dan atau faktor krisis lainnya menyebabkan daya beli tidak mudah pulih dalam rentang waktu sekejap.
Karena itu, pemerintahpun harus memahami persoalan serapan pasar. Arahnya, harus ada toleransi dalam bentuk grass-periode beberapa bulan bagi para peminjam yang beratas nama UMKM itu. Juga harus hindari tekananan psikologis bagi pelaku UMKM yang masih tertatih-tatih untuk bangkit.
Memang, Pemerintah sudah memberikan toleransi dalam bentuk insentif pajakRp 70,1 triliun. Kebijakan itu cukup membantu. Tapi, yang jauh lebih krusial adalah perlakuan toleransi terhadap pelaku ekonomi lapis menengah dan bawah itu. Bentuknya, tidak menekan apalagi mengancam jika terlambat menunaikan kewajiban sebagai debitur.
Harus dicatat, ancaman itu membuat hilang gairah pelaku UMKM, bahkan letak utama dan akhirnya tak mau menerima dana stimulus itu.
“Bukan tak mau bangkit, tapi kondisi pasar memang masih sangat loyo dan karena itu tak mau berurusan dengan hokum,” ujarnya.
Jika mengacu Jerman yang tercatat paling berhasil dalam mengatasi Covid-19, kita dapat memetik sejumlah pelajaran berharga. Titik krusialnya adalah kesadaran negara dalam melayani secara maksimal kepentingan rakyat dengan misi penuh perlindungan.
Totalitas spirit inilah yang layak kita jadikan banch-mark untuk atasi problem pasca Covid-19, apalagi posisi persebaran virusnya belum jelas titik sirnanya.(giri)