Kabupaten Simalungun, spiritnews.co.id – Selama kepemimpinan Bupati Simalungun, JR Saragih ternyata banyak masalah tersembunyi tanpa diketahui masyarakat. Salah satunya bantuan sosial dan bantuan lainnya bisa dipindahkan kepada pihak lain, bukan ke penerima sebenarnya.
Demikian dirilis Gerakan Peduli Simalungun (GPS) agar masyarakat mengetahui selama dua periode JR Saragih mengendalikan pemerintahan di Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Simalungun.
Ketua GPS, Andry Christian Saragih, mengatakan, GPS telah membuat surat terbuka agar masyarakat mengetahui bobroknya Pemkab Simalungun selama dipimpin JR Saragih.
“Dalam surat terbuka itu kami merilis pengelolaan keuangan Pemkab Simalungun adalah peringkat 1 terburuk dari 483 kota/kabupaten seluruh Indonesia,” kata Andry kepada wartawan di Pematang Siantar, Jumat (4/12/2020).
Dikatakan, tahun 2014 Pemkab Simalungun menghabiskan anggaran biaya makan dan minun kepala daerah – wakil kepala daerah sebesar Rp 25,7 juta per hari, setelah berakhir Pilkada menjadi Rp 5 juta per hari.
“Di 2014 juga, JR Saragih yang masih menjabat Bupati Simalungun merangkap menjadi Ketua Umum PMS (Partuha Maujana Simalangun). Ada SMA Plus di Pematang Raya dikelola PMS, yang bernama SMA Efarina,” katanya.
Bukan hanya itu. Menurut Andry, JR Saragih hanya memberikan bantuan sebesar Rp 2 juta kepada siswa SD dan SMP se-Kabupaten Simalungun, sedangkan siswa SMA Efarina mendapatkan lebih besar yaitu, Rp 26 juta per siswa.
Pembangunan GKPS Kongsi Laita yang menghabiskan anggaran sebesar Rp 12,9 miliar, JR Saragih menunjuk pejabat Pemkab Simalungun sebagai panitia. Yaitu, Sekda, Kabag Kesra dan Kepala Dinas Pendapatan. Dan anggaran ini tidak bisa dipertanggungjawab di BPK Sumatera Utara.
“Sesuai data tahun 2012 – 2015, APBD Simalungun meningkat hingga Rp 867 miliar, tetapi penduduk miskin bertambah dari 83 ribu menjadi 92.330 jiwa. Termasuk kerusakan jalan dari 28,40 persen menjadi 30,19 persen,” tegasnya.
Yang anehnya lagi, kata Andry, pada tahun 2016 JR Saragih mengangkat Honor Daerah sebanyak 5000 orang dengan upah Rp 2 juta per bulan. Tidak berselang lama, upah honor daerah itu berkurang menjadi Rp 1 juta, bahkan tidak sedikit yang dirumahkan dengan berbagai alasan.(hadi/red)