Menguak Korelasi Kelangkaan Air Terhadap Peningkatan Kasus Kekerasan pada Perempuan

  • Whatsapp

KALI ini Indonesia tengah memasuki musim penghujan, dilihat dari letak geografisnya Indonesia memang memiliki curah hujan tinggi dan disinari matahari sepanjang tahun. Namun ternyata, iklim tropis yang dimiliki Indonesia tidak menjadikan negeri ini terbebas dari kasus kelangkaan air. Faktanya ketika musim kemarau tiba, beberapa wilayah di Indonesia mengalami kelangkaan yang menyebabkan masyarakat sulit mendapat pasokan air bersih.

Penulis : Lilis Suryani

Bacaan Lainnya

Pegiat Literasi

Apalagi bagi kaum perempuan, yang aktivitasnya tidak bisa jauh dengan air. Kebutuhan akan air menjadi prioritas utama di dalam keberlangsungan  kehidupan sehari-hari. Seperti memasak, mencuci, bersih-bersih, dan lain sebagainya. Tentu, kelangkaan air akan sangat berpengaruh terhadap kaum perempuan, melihat dari aktifitasnya tersebut.

Kelangkaan air ternyata tidak hanya di alami Indonesia yang notabene beriklim tropis. Ternyata ada sebagian wilayah di dunia pun yang mengalami hal yang sama. Hal ini kemudian menjadi sorotan Dosen Departemen Kesejahteraan Sosial FISIP Universitas Padjadjaran Binahayati Rusyidi, MSW, PhD, sehingga beliau melakukan riset mengenai hubungan kelangkaan air yang dihubungkan dengan kekerasan terhadap perempuan.

Dari riset penelitian ini, beliau bersama tim berhasil memperoleh hibah kompetisi International Interdisciplinary Research Grant dari British Academy, Inggris. Sebagaimana dikutip dari web unpad.ac.id beliau memandang bahwa dengan semakin meluasnya isu kelangkaan air, perempuan yang akan banyak terdampak, sehingga perlu untuk diteliti.

Adapun, kelangkaan air ini tidak hanya berdampak pada munculnya masalah kesehatan atau kerawanan pangan saja. Isu ini diprediksi turut merambah pada meningkatnya kasus kekerasan berbasis gender.

Menilik lebih dalam mengenai kelangkaan air itu sendiri, sebenarnya penyebab utamanya adalah karena kebijakan kapitalistik yang di keluarkan negara bersistem demokrasi. Sistem ini menyebabkan negara tidak mampu menjamin ketersediaan air. Karena pada realitanya pengelolaan air diberikan kepada pihak swasta atau korporasi.

Sebagai perusahaan, tentu tujuan utamanya adalah meraih keuntungan sebesar-besarnya. Sehingga, air dijadikan lahan bisnis perusahaan dengan masyarakat. Artinya, ada uang ada air dan tidak ada uang tidak ada air. Akibatnya masyarakat tetap mengalami kesulitan dalam mengakses air bersih karena harus mengeluarkan uang.

Kebijakan kapitalistik juga nampak pada deforestasi hutan yakni alih fungsi hutan yang begitu pesat selama beberapa dekade terakhir. Penelitian terkini para ahli iklim dan lingkungan menunjukan laju deforestasi yang sangat cepat adalah yang paling bertanggung jawab terhadap darurat kekeringan dan krisis air bersih. Mirisnya, semua ini dilegalkan oleh pemerintah melalui kebijakan- kebijakan yang pro terhadap pengusaha baik lokal maupun asing.

Adapun efek dari  kelangkaan air ini dirasakan semua kalangan termasuk laki-laki dan perempuan, semua tersebab sistem demokrasi. Disisi lain, meningkatnya kasus kekerasan pada perempuan berakar pada sistem rusak demokrasi bukan kelangkaan air.

Jika ingin jujur kita melihat, eksploitasi perempuan di dunia kerja jauh lebih menyiksa perempuan. Kapitalisme telah menjadikan perempuan hanya sebagai faktor produksi yang akan melanggengkan hegemoni mereka. Bergaji murah dan berjabatan rendah.

Industri pornografi telah menghidupkan manusia yang hanya menyanjung syahwat. Kemiskinan akibat hegemoni kapitalisme pun telah menjadi jalan merebaknya kriminalitas, termasuk kekerasan terhadap perempuan. Pelecehan seksualpun kerap terjadi seiring dengan meningkatnya jumlah pekerja perempuan.

Kehidupan liberal telah menjadikan sebagian besar masyarakat hanya mengejar kesenangan jasmaninya, tak terkecuali perempuan. Pola pikir liberal pulalah yang menggerus rasa empati masyarakat, sehingga rela mengorbankan kehormatan dan keselamatan perempuan demi sebuah kesenangan.

Maka, sudah seharusnya kita jeli melihat akar masalah. Inilah bukti bahwa demokrasi tak mampu menjamin ketersediaan air dan perlindungan pada perempuan.

Lain halnya dengan Islam, sebagai agama yang sempurna Islam mempunyai mekanisme yang jelas terhadap ketersediaan air bagi rakyatnya. Air termasuk di dalamnya sumber mata air, masuk pada karakter harta milik umum yang menjadikannya tidak dibenarkan dimiliki oleh individu. Sebagaimana ditegaskan Rasulullah saw yang artinya, “Kaum muslimin berserikat dalam tiga perkara, yaitu padang rumput/hutan, air dan api”(HR Abu Dawud dan Ahmad).

Akan tetapi tiap individu publik memiliki hak yang sama dalam pemanfaatannya. Hanya saja pemanfaatan itu tidak menghalangi siapapun dalam pemanfaatannya. Karena jika tidak akan menimpakan bencana pada diri sendiri maupun orang banyak, yang hal ini diharamkan Islam.

Sebagaimana ditegaskan Rasulullah saw yang artinya, “Kaum muslimin berserikat dalam tiga perkara, yaitu padang rumput/hutan, air dan api”(HR Abu Dawud dan Ahmad).

Fakta sejarah peradaban Islam yang agung menunjukan bagaimana sistem kehidupan Islam sukses menjaga kelestarian air berikut segala faktor lingkungan yang dibutuhkannya. Tampak dari berlimpahnya air di kota-kota besar, seluruh pemukiman penduduk hingga desa dan wilayah pertanian.

Keahlian teknik serupa disponsori oleh Zubaida, istri Khalifah Harun al-Rashid untuk memasok Mekah dengan air. Baghdad, dengan populasi lebih dari 800.000 (abad ke 10) dilayani oleh sistem kanal yang memberikan akses kota ke laut. Pada tahun 993, terhitung 1500 pemandian umum.

Kota-kota Islam abad pertengahan sudah memiliki sistem manajemen dan pasokan air yang sangat maju untuk mengalirkan air ke semua tujuan. Di Samarra, air dibawa oleh hewan dan saluran pengumpan, yang mengalir sepanjang tahun. Jalan raya yang luas dan panjang hingga luar kota, dengan saluran pengumpan yang membawa air minum mengapit kedua sisi jalan.

Fakta sejarah ini membuktikan adanya korelasi antara aturan Islam dan penerapan nya di dalam kehidupan bernegara. Dalam konsep Islam, negara wajib hadir sebagai pihak yang diamanahi Allah swt, yakni bertanggung jawab langsung dan sepenuhnya terhadap pengelolaan harta milik umum. Rasulullah saw menegaskan, artinya, ”Imam adalah ibarat penggembala dan hanya dialah yang bertanggung jawab terhadap gembalaannya (rakyatnya),” (HR Muslim).

Negarapun berkewajiban mendirikan industri air bersih perpipaan sedemikian rupa sehingga terpenuhi kebutuhan air bersih setiap individu masyarakat kapanpun dan dimanapun berada. Dan status kepemilikannya adalah harta milik umum dan atau milik negara. Dikelola pemerintah untuk kemashlahatan Islam dan kaum muslimin.

Wajib pula bagi negara untuk bebas dari berbagai bentuk penjajahan apapun, termasuk dikte negara asing untuk mengeksploitasi hutan dan sumber mata air. karena Islam telah mengharamkan penjajahan apapun bentuknya. Allah SWT berfirman dalam QS Al Maaidah (4): 141, artinya, “Allah sekali-kali tidak akan memberikan jalan kepada orang kafir untuk menguasai orang-orang mukmin”.

Begitulah uraian pengurusan negara yang melandaskan aturan ketatanegaraan nya kepada Islam, untuk mengatur dan mengurusi ketersediaan air bagi rakyatnya. Sehingga kesejahteraan dirasakan  oleh seluruh rakyat baik laki-laki maupun perempuan.(*)

Editor: Lassarus Samosir, SE

Pos terkait