Kabupaten Karawang, spiritnews.co.id – Bencana banjir di Kabupaten Karawang, Jawa Barat disebabkan intensitas hujan tinggi yang mengakibatkan air Sungai Citarum dan Cibe’et meluap.
Bencana banjir di Kabupaten Karawang semakin meluas, hingga merendam 33 desa yang tersebar di 15 kecamatan, 14.754 kepala keluarga atau 52.527 jiwa masyarakat terdampak bencana, 3.393 kepala keluarga (KK) atau 19.092 jiwa mengungsi dan 217 hektar sawah yang terendam banjir. Bencana banjir tahun 2021 ini merupakan bencana banjir terparah, dibandingkan tahun 2010 silam.
Plh Bupati Karawang, Acep Jamhuri, mengatakan, bencana banjir ini tidak ada kaitannya dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). “Bencana banjir di Karawang tahun ini murni karena faktor intensitas curah hujan tinggi yang terjadi sejak 6 Pebruari hingga terakhir 19 Pebruari 2021. Hujan merata yang terjadi di sejumlah daerah seperti Karawang, Bekasi, Purwakarta, Subang, Bandung hingga Cianjur, akhirnya membuat aliran Sungai Citarum dan Sungai Cibe’et meluap,” kata Acep kepada wartawan di ruang kerjanya, Senin (22/2/2021).
Dikatakan, banjir di Karawang khususnya di wilayah Kecamatan Cikampek dan sekitarnya juga terjadi akibat kiriman air di wilayah Kawasan BIC Purwakarta yang mengalir ke Situ Kamojing. Kemudian, ada luapan air Sungai Cilamaya akibat kiriman air dari Kabupaten Subang dan Kabupaten Purwakarta.
Solusi penanganan banjir di Karawang harus tersistematis dan terintegrasi dari hulu ke hilir. Yaitu, pemerintah pusat, provinsi hingga kabupaten/kota harus duduk bersama mencari solusi yang tersistematis dan terintegrasi.
“Misal air Citarum itu kan alirannya dari Situ Cisanti, kemudian Waduk Saguling, Waduk Cirata dan lebih besar lagi Waduk Jatiluhur, kemudian digelontorkan ke Walahar. Jadi pengelolaannya harus terintegrasi,” katanya.
“Kemudian Sungai Cibe’et di atasnya tidak ada waduk. Belum lagi kemarin ada suplai air akibat perubahan tata ruang di wilayah timur Cibe’et. Akhirnya Kali Cicangor Tamanmekar dan Cikereteg ikut banjir,” tambahnya.
“Belum lagi perubahan tata ruang di Bekasi. Sehingga air yang mengalir ke Cibe’et bertemu dengan air Sungai Citarum. Sehingga terjadilah luapan air yang sangat luar biasa yang melimpas ke daratan,” tegasnya.
“Membuat bendungan di Karawang akan menjadi percuma. Bendungan tetap harus dibangun di daerah hulu. Kecuali nanti bendungan di wilayah Cikaranggelam (Cikampek). Karena di Cikaranggelam harus ada sodetan. Kemudian dilakukan nornalisasi di Situ Kamojing. Sebelum di Situ Kamojing harus ada situ di sekitar BIC,” paparnys.
“Untuk di Sungai Cilamaya, di wilayah Purwakarta harus ada embung, membuat folder tempat menyimpan atau menampung air untuk sementara waktu, sebelum mengalir ke Sungai Cilamaya,” timpalnya.
Diakuinya, persoalan dan solusi penanganan banjir ini sudah dijelaskannya kepada Kepala BNPB dan Menko Bidang PMK saat kesempatan memantau situasi banjir di Wilayah Karangligar Kecamatan Telukjambe Barat pada Minggu (21/2/2021) kemarin.
“Kemarin kita sudah ekpose ke Kepala BNPB, bahwa persoalan banjir di Karawang dan sekitarnya itu karena persoalan di hulu (aliran air di hulu) dan persoalan di hilir, yaitu dimana aliran air semakin mengecil. Aliran yang ke Tanjungpakis akhirnya di bagi dua aliran, ke Muaragembong dan akhirnya jebol di Pebayuran. Jadi solusinya harus tersistematis dan terintegrasi. Hulu diperbaiki dan hilir dinormalisasi,” bebernya.
Artinya, persoalan banjir ini tidak bisa sepenuhnya menyalahkan pemerintah daerah. Karena terkadang kondisi Karawang tidak hujan pun juga sering terjadi banjir akibat kiriman air dari hulu.
“Contoh di Cikaranggelam terkadang gak hujan gak apa, tapi tetep banjir karena ada kiriman air dari Purwakarta. Inilah yang saya maksud harus ada solusi yang tersistematis dan terintegrasi,” ungkapnya.(sir)