Kahfi Sebut PT Galuh Citarum Berupaya Rebut Paksa Ruko Prime Rose dengan Melapor ke Polisi

  • Whatsapp
Imas Rohiman dan suaminya Kahfi

Kabupaten Karawang, spiritnews.co.id – Keluarga Imas Rohiman dan suaminya Kahfi menilai tawaran pengembalian uang oleh PT Galuh Citarum atau Galuh Mas tidak manusiawi. Sehingga, sebagai konsumen Imas Rohiman dan suaminya Kahfi menilai laporan polisi oleh PT Galuh Citarum hanya sebagai upaya paksa untuk merebut kembali ruko Prime Rose yang telah diangsurnya selama hampir dua tahun.

Imas mengaku, permohonan penundaan pembayaran diajukannya karena usaha Imas anjlok akibat dampak Covid-19. Namun, permohonan penundaan pembayaran itu ditolak oleh PT Galuh Citarum.

Bacaan Lainnya

“Solusi yang ditawarkan oleh pihak PT Galuh Citarum adalah pengembalian uang yang tidak wajar. Masa uang yang sudah masuk mendekati Rp 900 juta, hanya akan dikembalikan dikisaran Rp 505 juta dipotong bayar tenan tinggal Rp 300 juta saja. Jelas ini tidak adil,” kata Kahfi, suami Imas Rohimah saat ditemui di Karawang, Senin (1/3/2021).

Dikatakan, upaya perebutan secara paksa itu sudah nampak. Lebih dari satu bulan Ruko yang diangsur oleh istrinya, Imas Rohimah itu dalam kondisi digembok oleh PT Galuh Mas, bahkan ada Satpam yang ditugaskan berjaga di ruko itu. Selaku pemilik yang telah mengeluarkan uang hampir Rp 900 juta, Imas sudah tidak menguasai ruko tersebut.

“Disisi lain, kami dihadapkan dengan tuntutan ganti rugi dari PT Indomarco selaku penyewa ruko tersebut. Aturan sewa-menyewa antara Imas dengan PT Indomarco bukan sebuah pelanggaran kerjasama, meskipun belum melunasi pembayaran angsuran ruko itu,” katanya.

Menurutnya, seharusnya PT Galuh Citarum menempuh jalur pengadilan untuk menangani persoalan kredit macet, bila jalur mediasi gagal. Tindakan PT Galuh Citarum yang melaporkan perusakan gembok adalah bentuk kriminalisasi terhadap konsumen.

Meski demikian, Kahfi mengaku sudah memenuhi panggilan polisi sebagai ketaatan mereka terhadap hukum. Hanya saja pihaknya mengingatkan upaya kriminalisasi yang mereka hadapi harus berujung pada proses hukum yang jelas.

“Bila saya terbukti melakukan tindakan kriminal, maka silahkan proses hukum saya sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Namun bila upaya pengrusakan gembok itu adalah bagian untuk menyelamatkan aset isteri saya, maka saya mohon diterbitkan surat peritah penghentian penyidikan (SP3), kami tidak ingin ada laporan gantung,” ungkapnya.(uga)

Editor: Lassarus Samosir, SE

Pos terkait