PANDEMI yang melanda bangsa ini, memaksa kita untuk mengubah kebiasaan hidup mulai dari aktifitas sehari-hari seperti bekerja, berinteraksi dengan sesama hingga berjual beli dari yang tadinya manual atau secara langsung kini kebanyakan dilakukan secara digital dan daring.
Penulis : Lilis Suryani
Pegiat Literasi
Melalui aktifitas secara daring dan digital diharapkan dapat memutus mata rantai penularan virus. Adapun digitalisasi merupakan sebuah proses dan strategi penggunaan teknologi digital yang dapat mengubah secara drastis model beroperasi dan pelayanan terhadap masyarakat.
Di era saat ini, digitalisasi menjadi sebuah keniscayaan yang harus dilakukan semua kalangan. Pun pada akhirnya memaksa setiap instansi untuk melakukan transformasi sistem internalnya, yang awalnya masih manual beralih ke bentuk digital. Semuanya dilakukan dengan tujuan efisiensi dan digitalisasi.
Begitu pula dengan pemerintah daerah seperti Jawa barat. Pemerintah mulai melakukan digitalisasi daerah terutama Elektronifikasi Transaksi Pemerintah Daerah (ETPD), hal ini dipandang penting karena akan meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) dari pajak maupun retribusi. PAD diyakini berpotensi melonjak pesat, khususnya di tengah pandemi Covid-19. (18/03/21, Republika.co.id)
Untuk mengoptimalkan digitalisasi daerah ini, Pemda sudah membuat cetak biru yang disebut Jabar Digital Province. Terdiri dari mereformasi digital pemerintahan, kemudian berinovasi dengan menghadirkan pemerintahan dinamis, serta membuat konsep smart city di level kabupaten/kota.
Dalam tataran konsep, program ini memang nampak luar biasa. PAD yang sedang mengalami kemerosotan tajam akibat Pandemi, diharapkan melonjak pesat dengan adanya digitalisasi.
Harapannya nanti akan terkorelasi dengan kesejahteraan masyarakat. Namun, pemahaman sekulerisme yang masih mengungkung bangsa ini menjadi tembok penghalang negeri ini termasuk di dalamnya Jabar untuk mewujudkan tujuan negara seutuhnya. Salah satunya yaitu mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.
Paham sekularisme akhirnya membuat kebijakan yang dibuat penguasa tidak lahir dari aspek beragama sehingga minim nilai-nilai ruhiyah. Padahal nilai-nilai ruhiyah ini begitu penting, karena dari aspek ruhiyah inilah membuat setiap individu selalu merasa diawasi Tuhannya.
Sehingga ketika melaksanakan tugasnya sebagai pemimpin dan pengurus rakyat akan selalu amanah dan tidak melakukan hal-hal yang akan merugikan rakyat.
Memang tak ada yang salah dengan kemajuan teknologi dan digitalisasi. Semua adalah produk yang bertujuan memudahkan kerja manusia. Teknologi hanya sebuah alat atau sarana agar kerja manusia bisa terselesaikan dengan efektif dan efisien. Begitupula dengan digitalisasi dalam perkara ETPD.
Namun ketika lahir dari pemahaman sekulerisme maka outputnya selalu untuk kepentingan segelintir orang, bukan untuk masyarakat. Dalam hal ini tentu para pengusaha dibidang perbankan dan yang terkait dengan itulah yang akan meraup keuntungan.
Adapun rakyat, tidak akan mendapatkan apa-apa. Selain dari kemudahan dalam membayar pajak. Padahal pajak yang selama ini diwajibkan kepada masyarakat dirasa cukup membebani. Terlebih dalam kondisi Pandemi seperti sekarang, jangankan untuk membayar pajak, memenuhi kebutuhan pokok saja luar biasa sulitnya.
Inilah berbahayanya paham sekularisme yang dijaga dalam pilar sistem politik demokrasi, sehingga menjadikan matinya fungsi shahih negara. Yaitu pemelihara dan pengurus rakyat yang berada dalam naungannya.
Padahal berkaitan dengan PAD, jika mau jujur potensi SDA yang ada di Jabar jika dikelola dengan benar bisa jadi sumber pemasukan yang sangat besar. Daripada harus memungut pajak dari masyarakat. Karena Jabar dan Indonesia adalah wilayah yang kaya akan SDA, ditambah jumlah SDM yang juga besar. Niscaya mampu mengelola semuannya, tinggal butuh aturan yang benar dengan pengelolaan yang efektif dan efisien.
Bila melihat konsep Islam dalam hal pendapatan untuk kas negara. Maka akan kita temui hal yang begitu mengagumkan. Di dalam Islam terkait harta yang masuk atau pendapatan terbagi menjadi tiga pos sesuai dengan jenis hartanya.
Pertama, bagian fa’i dan kharaj. Bagian ini menjadi tempat penyimpanan dan pengaturan arsip-arsip pendapatan negara. Meliputi harta yang tergolong fa’i bagi seluruh kaum muslim dan pemasukan dari sektor pajak (dharibah) yang diwajibkan bagi kaum muslim tatkala sumber-sumber pemasukan Baitulmal tidak mencukupi.
Bagian fa’i dan kharaj tersusun dari beberapa seksi sesuai dengan harta yang masuk dan jenis harta tersebut, yaitu; pertama, seksi ghanimah mencakup ghanimah, anfal, fa’i, dan khumus. Kedua, seksi kharaj. Ketiga, seksi status tanah. Keempat, seksi jizyah. Kelima, seksi fa’i. Keenam, pajak (dharibah).
Perlu diketahui, dharibah atau pajak dalam Islam berbeda jauh dengan pajak dalam sistem demokrasi. Selain menjadi tumpuan APBN dan pajak, dalam sistem ini dibebankan pada seluruh warganya. Sedangkan pajak dalam Islam hanya diberlakukan pada kaum muslim yang kaya saja. Pengambilannya bersifat temporal. Jika kondisi Baitulmal telah stabil, pemungutan pajak pun dihentikan.
Kedua, bagian pemilikan umum. Bagian ini menjadi tempat penyimpanan dan pencatatan harta milik umum. Juga berfungsi sebagai pengkaji, pencari, pengambil, pemasaran, pemasukan dan yang membelanjakan dan menerima harta-harta milik umum. Tidak boleh bercampur dengan harta lain, karena harta tersebut milik seluruh kaum muslim.
Ketiga, bagian sedekah. Bagian ini menjadi tempat penyimpanan harta-harta zakat seperti zakat uang dan perdagangan, zakat pertanian dan buah-buahan, zakat ternak unta, sapi, dan kambing. Pos ini hanya didistribusikan pada delapan asnaf tidak boleh untuk selainnya, sesuai firman Allah SWT surat at-Taubah ayat 60.
Inilah pos-pos pendapatan dalam konsep Islam yang ada dalam Baitulmal. Dapat kita lihat bahwa pendanaannya bebas utang sehingga menjadikan seluruh kebijakannya independen. Ditambah dengan karakter penguasa yang amanah, akan mampu menetapkan kebijakan yang adil dan pro rakyat.
Adapun, berkaitan dengan digitalisasi yang merupakan bagian dari teknologi maka akan senantiasa difokuskan untuk menyelesaikan problem serta demi kemudahan masyarakat. Wallahua’lam.(*)