Curhatan Fitria Saputri Tentang Piutang di Twitter, Menjadi Korban Pasal 27 UU IT

  • Whatsapp

PENGGUNA internet kini sudah menjadi kebutuhan sehari-hari bagi sebagian besar masyarakat. Mulai untuk komunikasi, curhat, belanja, hingga pinjaman uang sudah banyak dilakukan secara online.

Penulis : Davin Sterilio D

Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang

Namun, begitu cepatnya perkembangan penggunaan internet tersebut belum diimbangi dengan literasi hukum digital masyarakat. Akibat munculnya permasalahan hukum yang diakibatkan masyarakat tersebut secara sengaja ataupun tidak disengaja. Berbagai permasalahan hukum media sosial, belanja online hingga pinjaman online semakin sering muncul ke publik. Jenis-jenis kasusnya pun juga beragam seperti penyebaran berita palsu atau hoax, kebocoran data pribadi, penipuan hingga pornografi.

Ada pasal yang mengenai tentang utang piutang, itu disebutkan pada pasal 19 ayat (2) Tidak seorangpun atas putusan pengadilan boleh dipidana penjara atau kurungan berdasarkan atas alasan ketidakmampuan untuk memenuhi suatu kewajiban dalam perjanjian utang piutang. Ini artinya meskipun ada yang melapor tentang itu, pengadilan tidak diperbolehkan memidanakan seseorang atas ketidakmampuannya dalam membayar utang.

Salah satu orang bernama Fitria Saputri sempat tertipu dan dikenakan pasal pencemaran nama baik pada undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Fitria membuat tulisan tentang curahan hati masalah utang piutang di media sosial sehingga akhirnya Fitria pun terpidana.

Fitria sendiri yang mengungkapkan kisahnya kepada pengacara yang sudah di kenal banyak orang yakni Hotman Paris Hutapea dan juga Menko Polhukam Mahfud Md pada saat mengunjungi salah satu kedai kopi di kawasan Jakarta Utara, Sabtu (15, September 2020). Waktu itu Fitria memiliki hutang sebesar 670 juta.

Fitria akhirnya membuat postingan di social media Twitter yang intinya orang yang di beri hutang tidak juga melunasi nya. Namun postingan tersebut justru membawa petaka di laporkan nya karena pencemaran nama baik.

“Ketika saya curhat di platform Twitter, saya malah di laporkan atas pencemaran nama baik, alhasil saya menjadi terpidana 2 tahun hukuman tahap percobaan,” kata Fitria.

Pada situs Mahkamah Agung pada Januari 2020 silam, pengadilan negeri jakarta barat memidana Fitria dengan hukuman 2 tahun penjara tahap percobaan. Fitria dinyatakan bersalah karena postingan pada akun Fitria memuat penghinaan serta pencemaran nama baik. Masalah ini dikuatkan pada Pengadilan Tinggi Jakarta. Fitria sendiri mengungkapkan keberadaan UU ITE saat ini menjadi tempat untuk saling lapor, bahkan UU ITE bisa disalahgunakan oleh oknum untuk menyiksa korbannya dalam menangani kasus kasus.

“Saya melihat UU ITE ini menjadi saluran lapor melapor agar makelar atau oknum oknum akhirnya meminta uang damai,” katanya.

Fitria kemudian mempertanyakan kemungkinan pasal 27 UU ITE akan di hapuskan. Karena ujarnya pasal ini bisa di manfaatkan oleh oknum tidak bertanggung jawab agar jadi media untuk saling lapor. Kemudian Fitria mengungkapkan perasaannya “apakah mungkin pasal 27 ayat 3 ini akan segera dihapuskan? sebab pencemaran nama baik ini akan jadi saling lapor melapor sehingga dapat di salahgunakan oleh oknum-oknum tidak bertanggungjawab”.

Menko Polhukam Mahfud MD menjawab pertanyaan keluhan Fitria. Mahfud mengatakan bahwa kasus-kasus tentang UU ITE sekarang ini menjadi perhatian khusus presiden Joko Widodo (Jokowi), terutama menyinggung tentang pasal 27 yang menjadi perhatian khusus.

“Kami sudah mencatat ada banyak masalah – masalah tentang pasal 27 ini dan sudah menjadi sorotan presiden Jokowi karena banyak korban pasal 27 ini” ucap Mahfud.

Mahfud mengantarkan pemerintah telah mencetuskan kelompok pengkaji untuk memantau apakah perlu atau tidaknya UU ITE di revisi. Karena, presiden tidak boleh ikut campur tentang hal teknis hukum ini.

Maka dari itu, presiden juga mengatakan jangka panjang telah memerintahkan untuk memenuhi revisi apabila diperlukan supaya tidak ada pasal-pasal karet atau biasa digunakan untuk menyebut sebuah pasal atau undang-undang yang di anggap tidak memiliki tolak ukur yang jelas.

Atau ketika dalam jangka pendeknya itu presiden juga ada kalanya memberi toleransi, oleh karena itu, ketika kita mengikuti teknis materi hukumnya, presiden tidak boleh ikut campur, karena kan itu yaa itu pengadilan.

Pinjaman online ini harus tahu legal atau ilegal caranya bisa lihat dulu sudah terdaftar di OJK atau belum. Pinjaman online ini utang-piutang sehingga ada kontrak-kontrak yang disepakati. Makanya penting sekali membaca peraturannya sebelum melakukan transaksi, sebelum menyetujui pinjaman perhatikan dulu isi kontraknya yang akan di sepakati, bacalah secara detail mengenai apa yang diatur dalam kontrak misalnya tanggal jatuh tempo pembayaran, perhitungan bunga pinjamannya.

Advokat dan konsultan hukum Justika.com, Rizky Rahmawati Pasaribu berseru kepada masyarakat supaya lebih bijak dalam menambah pemahamannya mengenai hukum digital agar dapat mengetahui hak-hak dan kewajiban, serta terhindar dari permasalahan hukum.

Dia menjelaskan permasalahan paling awam ditemui yaitu penyebaran hoax. Masyarakat masih gemar menyebarkan berita abu-abu kebenarnnya melalui media sosial. Apalagi media sosial seperti FB, Instagram, Twitter, harus benar-benar paham korelasi secara online. Oleh karena itu, pandailah dalam menggunakan platform tersebut agar tidak disalahgunakan.

Mengutip Pasal 27 ayat (3) UU ITE menuturkan, setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat di aksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik. Kemudian pasal 28 yang mengatur tentang pelanggaran penyebaran berita bohong dan juga menyesatkan dengan begitu bisa merugikan pihak konsumen dan melakukan transaksi online.

Namun jika seseorang melanggar UU ITE pasal 28 ayat (2) ini orang lain sangat bisa melaporkannya ke polisi atas pelanggaran yang berhubungan dengan suku, agam, ras, dan antargolongan (SARA) merupakan delik umum atau bukan delik khusus. Pasal 29 yang mengatur tentang pelanggaran ancaman kekerasan serta menakut–nakuti yang di tunjukkan secara pribadi. Dan yang terakhir pasal 30 yang mengatur tentang pelanggaran pengaksesan komputer atau PC tanpa izin maupun secara non legal.

Jadi bisa di simpulkan bahwa utang piutang ini harus jelas sebelum deal antara kedua belah pihak, bila pengutang tidak membayar seperti apa yang di harapkan oleh pihak yang di hutangi, maka itu bisa salah si penghutang atau yang di hutangi. Semua itu bisa tidak terjadi jika yang di hutangi membuat aturan atau kontrak yang jelas, sehingga pengutang bisa membaca terlebih dahulu sebelum melakukan transaksi antara kedua belah pihak agar tidak ada kesalahpahaman.

Maka dari itu penting sekali sebelum melakukan pinjaman, alangkah baiknya melihat dulu apakah yang kita pinjam sudah terdaftar Otoritas Jasa Keuangan (OJK) atau belum, dan kalau yang kita pinjami itu adalah perseorangan maka sebelum melakukan pinjaman wajib menanyakan terlebih dahulu kontraknya agar sesuai ekspektasi kedua belah pihak.

Dan jangan sekali kali membuat postingan tentang masalah hutang karena itu bisa saja ada salah seorang yang merasa itu pencemaran nama baik dan akhirnya terkena pasal 27 UU ITE. Apakah pasal 27 UU ITE ini akan di hapuskan? tidak mungkin di hapus. Karena pasal 27 ayat (3) UU ITE ini yang biasa di sebut dengan “pasal karet” sebagai Undang-undang yang berbahaya.(*)

Editor: Lassarus Samosir, SE

Pos terkait