Kemiskinan Ekstrem, LBH CAKRA : Karawang Tidak Pantas Dijuluki Daerah Lumbung Padi dan Kota Industri

  • Whatsapp

Kabupaten Karawang, spiritnews.co.id – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Cakra menyebut Kabupaten Karawang tidak pantas dijuluki sebagai daerah lumbung padi dan Kota Industri karena mendapat sorotan nasional akibat menyandang lima daerah termiskin ekstrem di Jawa Barat.

“Ironis 25 desa yang dikategorikan kemiskinan ekstrim oleh BPS terjadi di desa-desa pertanian dan nelayan pedesaan di wilayah Karawang Utara. Bahkan sebanyak 22 desa merupakan penyumbang suara kemenangan pasangan Cellica – Aep pada Pilakda tahun lalu,” kata Direktur LBH Cakra, Hilman Tamimi dalam rilis yang diterima spiritnews.co.id, Rabu (6/10/2021).

Bacaan Lainnya

Dikatakan, kemiskinan ekstrim yang terjadi di Karawang merupakan sejarah kelam perekonomian di era pemerintahan Cellica – Aep. Hal ini ditandai dengan data empiris berdasarkan hasil survey BPS. Dari tahun ketahun jumlah orang miskin berfluktuatif.

“Banyak orang miskin kita jumpai lebih banyak didesa dibandingkan perkotaan. Tentu indek sebagai kota yang maju adalah terbebasnya dari garis kemiskinan,” katanya.

Dalam Undang Undang Dasar 1945 pasal 27 ayat 2 yang berbunyi, Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Berarti setiap warga negara yang ada di Indonesia harus bisa memiliki pekerjaan dan penghidupan yang layak sesuai dengan amanat uud 1945.

Lantas bagaimana dengan penduduk miskin di karawang yang mencapai sampai angka 106.780 jiwa. Bukankah mereka juga sama sebagai warga negara Indonesia yang harus memiliki kehidupan dan pekerjaan yang layak?

Muculnya fenomena kemiskinan ekstrim di karawang akibat dari banyaknya ketimpangan juga ketidakmapuan orang  miskin mengakses sumber daya ekonominya. Dilihat dari adanya ketimpangan dalam penguasaan dan pemilikan faktor-faktor produksi.

Juga sejumlah pesoalan yang dialami oleh orang miskin diantaranya; adanya sebagian kecil orang yang bisa memiliki dan menguasai sumber-sumber daya ekonomi, yakni yang disebut kamu elit.

“Terjadinya kesenjangan pada akses dan kontrol pada instusi-instusi sosial. Tidak adanya instusi-instusi yang memihak langsung pada orang miskin. Lebih banyak disebabkan pesoalan ketimpangan struktural,” tegasnya.

Lebih lanjut dikatakan, program untuk menangani kemiskinan masih kelihatan tersendat-sendat. Munculnya berbagai konflik kepentingan dikalangan elit didaerah. Kemudian kebijakan yang di telorkan pemda menunjukan beban sosial dan ekonomi dengan dalih peningakatan PAD. Pembanguanan ekonomi masih diskriminatif.

“Peran pemerintah bukan hanya sekedar penting untuk menanggulangi kemiskinan,dan itu tercantum dalam konstitusi dasar. Suatu keharusan dan tidak bisa ditolak,” ungkapnya.(ops/sir)

Editor: Lassarus Samosir, SE

Pos terkait