Kabupaten Cianjur, spiritnews.co.id – Sejumlah perwakilan masyarakat Desa Nanggalamekar, Kecamatan Ciranjang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat mendesak Kejaksaan Negeri (Kejari) Cianjur agar lebih cepat menindaklanjuti laporan indikasi tindak pidana korupsi yang diduga dilakukan oleh Kepala Desa Nanggalamekar.
Perwakilan masyarakat ini merupakan bagian dari 13 kelompok masyarakat dan Ormas yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Desa Nanggalamekar (Komdak). Desakan terhadap Kejari Cianjur ini diutarakan masyarakat dalam audiensi dengan Kejari Cianjur pada Senin (1/11/2021).
Tegar Ilham, salah seorang perwakilan Kelompok Pemuda Desa Nanggalamekar, mengatakan, masyarakat telah melaporkan kasus dugaan tindak pidana korupsi yang lakukan Kepala Desa Nanggalamekar sejak Oktober 2021 lalu.
“Dalam laporan itu sudah disertai dengan data-data awal, seperti indikasi penyalahgunaan wewenang kepala desa pada pengadaan makan minum (Mamin) kegiatan Covid-19, dengan nilai kerugian sekurang-kurangnya sebesar Rp 22,150 juta, mark-up pengadaan barang dengan nilai kerugian sekurang-kurangnya Rp 56,585 juta dan indikasi penyalahgunaan wewenang dalam Pemanfaatan Tanah Kas Desa (TKD) yang berlokasi di Blok Pasir Muncang dengan kerugian sekurang-kurangnya sebesar Rp 150 juta,” kata Ilham kepada wartawan, usai audiensi dengan Kejari Cianjur.
Dikatakan, berdasarkan dokumen yang dimiliki Komdak pada kegiatan penanganan Covid-19 tahun 2020 sampai semester 1 tahun 2021, terdapat pengadaan Mamin yang dikerjasamakan dengan perusahaan DCL Catering.
“Jika kita cek alamat maupun namanya ternyata perusahaan tersebut milik istri Kepala Desa Nanggalamekar. Padahal Pasal 29 UU No. 6 tahun 2014 tentang Desa diantaranya menyebutkan, kepala desa dilarang membuat keputusan yang menguntungkan diri sendiri, anggota keluarga, pihak lain, dan/atau golongan tertentu,” tegasnya.
Artinya, terindikasi kuat adanya praktek penyalahgunaan wewenang Kepala Desa yang menimbulkan kerugian keuangan desa atau negara. Sebab selain adanya pelaggaran larangan Kepala Desa, juga terdapat mark-up pengadaannya juga. Sebab, pada tahun 2020 harga per box rata-rata Rp 25 ribu, sementara tahun 2021 naik 100% menjadi Rp 50 ribu per box.
Ketua Ranting Pemuda Pancasila Desa Nanggalemakar, Gunawan, mengatakan, ada juga indikasi korupsi pada pengadaan barang dan jasa Desa Nanggalamekar terhadap kegiatan Covid-19 tahun 2020 sampai semester 1 tahun 2021 dengan nilai total kerugian sebesar Rp 56,585 juta.
“Berdasarkan hasil kroscek sementara dari dokumen yang ada di kami, pada tahun 2020 terdapat 7 (tujuh) pengadaan dengan nilai total Rp 43,080 juta. Diantaranya, pengadaan spanduk, disinpektan, semprot elektrik, APD dan lainya. Setelah kami bandingkan dengan harga di lapangan, terdapat selisih mencapai Rp 25,720 juta. Misalnya pengadaan APD harganya mecapai Rp 1 juta per pcs, sementara harga di pasaran yang terbaik itu hanya Rp 500 ribu, bahkan yang harga Rp 250 ribu pun sudah bagus dan paling banyak digunakan oleh Gugus Tugas Desa,” kata Gunawan.
Untuk pengadaan Barjas Covid semester 1 tahun 2021 pun terdapat praktek mark-up juga. Dari 23 jenis pengadaan dengan nilai total Rp 68,220 juta, kata Gunawan, setelah dibandingkan dengan harga di lapangan, terdapat selisih harga mencapai Rp 30,865 juta.
“Misalnya untuk pengadaan Wastaple Fortable sebanyak 12 unit, harga per unitnya Rp 1,25 juta. Padahal harga di pasaran maksimal di harga Rp 800 ribu per unit. Kemudian pembelian masker sebanyak 78 pak dengan harga perpak Rp 100 ribu. Padahal harga di pasaran yang termahal dengan jenis masker medis itu Rp 24 ribu. Bahkan rata-rata di pasaran sekarang hanya Rp 12 ribu per pak yang isinya 50 pcs,” tegasnya.
Peserta audien lainnya, Deri Supriadi, mengatakan, selain dua kasus itu, terdapat juga indikasi penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh Kepala Desa Nanggalamekar dalam pemanfaatan Tanah Kas Desa (TKD) Nanggalemkar pada Blok Pasir Muncang, dengan alasan untuk pembangunan Desa Wisata (Deswita). Namun pada pelaksanaanya terdapat praktek galian C dan penjualan material ke luar desa atas hasil galian C tersebut.
“Kegiatan pembuatan Deswita yang dikerjasamakan dengan pihak ketiga, sebagaimana tertuang dalam Surat Perintah Kerja (SPK) Nomor 21/SPK.DN/1/2021 tanggal 11 Januari 2021 dan SPK Tanggal 6 Februari 2021 yang keduanya ditandatangani oleh Kepala Desa dengan pihak ketiga,” ujarnya.
Menurutnya, pada prosesnya tidak sesuai dengan Permendagri No. 1 tahun 2016 tentang Pengelolaan Aset Desa maupun dalam Permendagri No. 96 tahun 2017 tentang Tata Cara Kerja Sama Desa Di Bidang Pemerintahan Desa. Artinya terdapat praktek maladministrasi negara yang merugikan keuangan desa/negara yaitu berupa berkurangnya nilai aset TKD dengan adanya praktek pengerukan yang hasilnya dijual ke luar Desa Nanggalamekar.
“Berdasarkan dokumen kedua SPK di atas, pihak ketiga menyerahkan uang setiap bulannya sebesar Rp 52,5 juta dan sudah tersetor selama dua bulan. Artinya terdapat Rp 105 juta uang ilegal, karena prosesnya tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan ada catatan duit tersebut sebagian digunakan oleh pribadi Kepala Desa Nanggalamekar,” tandasnya.
Rahmat Taufik, Perwakilan Ketua RT, menyampaikan, banyak pengadaan barang dan jasa di desa yang menggunakan pihak ketiga dari luar Desa Nanggalamekar. Padahal, sesuai Perbup Cianjur No. 39 tahun 2020 tentang pengadaan barang dan jasa di desa, pelaksanaannya harus mengutamakan penyedia dari desa setempat.
Menanggapi desakan Komdak ini, pihak Kejari Cianjur yang diwakili oleh Kepala Seksi Pidana Khusus, Brian Kukuh Mediarto SH, berjanji akan menindaklanjuti laporan masyarakat tersebut dengan diawali dengan pengumpulan keterangan dan data, termasuk akan melakukan koordinasi dengan pihak aparat pengawasan Intern Pemerintah (APIP), untuk menemukan berapa kerugian keuangan negaranya.
“Kami mohon masyarakat bersabar dan percayakan pada kami untuk proses selanjutnya. Kami akan melakukan pendalaman materi dan pengumpulan keterangan-keterangan,” kata Brian, di ruang kerjanya.(sir/gus)