Kabupaten Cianjur, spiritnews.co.id – Perwakilan masyarakat Desa Nanggalamekar, Kecamatan Ciranjang, Kabupaten Cianjur, yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Desa Nanggalemakar (KOMDAK) mendatangi Kejaksaan Tinggi Jawa Barat (Kejati Jabar), untuk mendorong percepatan proses hukum atas indikasi korupsi kepala desanya yang sudah dilaporkan ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Cianjur pada 21 Oktober 2021 lalu.
Salah seorang anggota KOMDAK Anwar Rustandi, mengatakan, kedatangan masyarakat di Kejati Jabar, selain menyampaikan tembusan atas laporan ke Kejari Cianjur, pihaknya juga ingin berkonsultasi dengan Asisten Pengawasan Kejati Jabar, agar proses hukum atas indikasi korupsi yang diduga dilakukan Hilman, Kepala Desa Nanggalamekar bisa cepat dilakukan oleh pihak kejaksaan.
“Kami sudah sampaikan terdapat indikasi korupsi dengan modus penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh kepala desa kami atas pemanfaatan Tanah Kas Desa (TKD), dalam laporan kerugian negara atau desa hanya sekitar Rp 105 juta saja. Padahal jika pihak kejaksaan melakukan penyelidikan, kerugiannya bisa lebih besar dari angka tersebut, sebab terdapat material dari TKD tersebut yang dijual belikan ke luar dan itu tidak masuk pada keuangan desa. Itu artinya negara atau desa dirugikan,” kata Anwar kepada spiritnews.co.id, di Bandung, Kamis (18/11/2021).
Dikatakan, praktek pemanfaatan TKD ini lebih dari 3 bulan. Per hari material dalam bentuk pasir dan batu minimalnya ada 40 truk diesel. Jika harga per trukya minimal Rp 260 ribu saja, maka per hari terdapat kerugian sekitar Rp 13 juta. Jika dalam satu bulan hari efektifnya 26 hari kemudian dikalikan selama tiga bulan, maka kerugian tersebut mencapai Rp 1,014 miliar. Jika ditambah Rp 105 juta, artinya kerugian desa atau negaranya mencapai Rp 1,119 miliar.
“Jelas ini kerugian bagi masyarakat sevara umum dan khususnya kerugian desa atau negara, dengan terdapatnya pengurangan metrial pada TKD tersebut,” tegasnya.
Adapun modus penyalahgunaan wewenangnnya, kata Anwar, dalam proses pemanfaatan TKD tersebut, kepala desa tidak menempuh sesuai dengan peraturan tentang pemanfaatan TKD. Misalnya, tidak diawali dengan Musyawarah Desa, Surat Perjanjian Kerja dengan pihak ketiga tidak disepakati terlebih dahulul dalam Musdes, bahkan melangkahi Bupati, sebab seharusnya sebelum terdapat kegiatan pemanfaatan TKD, harus terlebih dahulu mengantongi izin dari Bupati, itu semua tertuang dalam Permendagri No. 1 tahun 2016 tentang Pengelolaan Aset Desa maupun dalam Permendagri No. 96 tahun 2017 tentang Tata Cara Kerja Sama Desa Di Bidang Pemerintahan Desa.
Masyarakat yang tergabung dengan KOMDAK ini adalah Perwakilan LPM Desa Nanggalamekar, Ranting Pemuda Pancasila Desa Nanggalamekar, Masyarakat Peduli Nanggalamekar (MPN), Tim Pemenangan BHS-M Desa Nanggalamekar, Forum Pemuda Desa Nanggalemakar, Komunitas Bela Lembur Desa Nangalemakar, Forum Silaturahmi Asatid Desa Nanggalamekar, Komunitas Penggiat Olah Raga, Perwakilan Ketua RW, Perwakilan Ketua RT, Perwakilan Petani Pemanfaat Tanah Kas Desa, Perwakilan Perempuan dan Perwakilan Masyarakat Peternak.
Sekretaris Pemuda Pancasila Ranting Desa Nanggalamekar, Asep Saprudin, mengatakan, selain masalah TKD, juga terkait penyimpangan dalam anggaran Covid-19 tahun 2020 dan semester satu tahun 2021, seperti pengadaan makan minum yang dilaksanakan oleh pihak ketiga, dimana pihak ketiganya adalah perusahaan milik istri kepala desa.
Sementara menurut Pasal 29 UU No. 6 tahun 2014 tentang Desa menyebutkan, kepala desa dilarang membuat keputusan yang menguntungkan diri sendiri, anggota keluarga, pihak lain, dan/atau golongan tertentu.
Dan yang lebih fatal lagi, terdapat mark up dalam pengadaan barang dan jasa dalam program Covid-19, selama kurun waktu tahun 2020 sampai semester 1 tahun 2021 mencapai Rp 56,585 juta.
Masa harga satu box masker yang isinya 50 pcs sampai Rp 100 ribu. Padahal harga di pasaran paling tinggi Rp 24 ribu. Itu salahs atu contohnya. Masih banyak pengadaan barang lainnya yang dikerjasamakan dengan pihak ketiga harganya diluar batas kewajaran, apalagi kalau bicara harga pasar, sangat jauh.
“Untuk itulah maka kami mohon kepada pihak Kejaksaan agar secepatnya melakukan penyelidikan terhadap apa yang kami laporkan,” kata Asep.
“Setelah kami mendatangi pihak Kejati Jabar, jika memang kami memandang masih ada kesan lambat prosesnya kami juga akan mendatangi pihak Kejaksaan Agung, termasuk ke Menko Polhukam. Sebab bagi kami bukan masalah kasus ini besar atau kecilnya tapi masalah penegakkan supremasi hukumnya,” tambahnya.(sir)