Jakarta, spiritnews.co.id – Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Energi Provinsi DKI Jakarta, menggelar webinar dengan tema “Pelaksanaan Alih Daya Pasca Diberlakukannya UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan PP Nomor 35 Tahun 2021”, Rabu (24/11/2021).
Kegiatan ini dibuka langsung oleh Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Energi Provinsi DKI Jakarta, Andri Yansyah. Dengan menghadirkan dua narasumber yaitu, Anwar Budiman, seorang praktisi hukum ketenagakerjaan dan Sahat, Ketua Asosiasi Mediator Hubungan Industrial (AMHI).
Anwar Budiman, mengatakan, pada saat diberlakukan UU No 11 Tahun 2020 dan PP No 35 Tahun 2021, maka ketentuan tentang penyerahan sebagaian pekerjaan melalui pemborongan pekerjaan dan ketentuan tentang penyediaan jasa pekerja, yang sebelumnya diatur dalam Pasal 64, 65, dan 66 UU No 13 Tahun 2003 (UUK), sudah tidak berlaku karena sudah dicabut. Termasuk peraturan pelaksaannya yaitu Permenaker No 19 Tahun 2012, juga sudah tidak berlaku.
“Karena penyerahan sebagian pekerjaan melalui pemborongan pekerjaan dan ketentuan tentang penyediaan jasa pekerja sudah tidak berlaku, maka pelaksanaan alih daya sesuai dengan UU No 11 Tahun 2020 dan PP No 35 Tahun 2021, tidak lagi mensyaratkan penetapan core dan non core dan tidak membatasi hanya pada 5 fungsi pekerjaan. Artinya, alih daya bisa diterapkan pada semua bidang pekerjaan, dan tidak perlu penetapan core dan non core”, kata Anwar.
Ketua Asosiasi Mediator Hubungan Industrial (AMHI), Sahat Sinurat, mengatakan, hubungan kerja dalam praktik alih daya adalah antara karyawan dengan perusahaan alih daya. Sehingga perusahan alih daya harus bertanggung jawab atas pelindungan, kesejahteraan dan hak pekerja, sesuai dengan ketentuan yang berlaku, termasuk kompensasi PKWT, jika status hubungan kerjanya dalam waktu tertentu (PKWT).
“Meskipun kompensasi PKWT merupakan tanggung jawab perusahaan alih daya, namun dapat diatur dalam perjanjian alih daya (antara perusahaan alih daya dengan klien/pemberi kerja), bahwa kompensasi PKWT, dapat dimasukkan ke dalam komponen biaya yang kedudukannya sama dengan hak normatif yang lain seperti gaji, THR, dan BPJS,” kata Sahat.
Pada bagian akhir diskusi, kedua narasumber sependapat bahwa ke depannya, praktik alih daya akan semakin mem-booming. Karena hal tersebut pembinaan dan pengawasan dari kelembagaan terkait, mutlak diperlukan.
Di sisi lain, perusahaan alih daya dituntut untuk menyediakan pekerja yang kompeten dan profesional, sehingga kualitas pelayanan alih daya kepada klien/pemberi kerja akan terus meningkat. Hanya perusahaan alih daya terbaik saja yang akan mendapat tempat dan kepercayaan dari pemberi kerja.(rls/red)