Pengadilan Negeri Banda Aceh Kembali Gelar Sidang Kasus Penjualan Perhiasan Emas Tidak Sesuai Kadar

  • Whatsapp

Kota Banda Aceh, spiritnews.co.id – Pengadilan Negeri Banda Aceh kembali menggelar sidang lanjutan  perkara dugaan penjualan perhiasan tidak sesuai kadar terhadap M Husen Bin Hasyim, Rabu (1/12/2021).

Sidang yang dipimpin oleh Majelis  Hakim  Safri, SH., MH mengagendakan pemeriksa ahli yang diajukan oleh pihak terdakwa M Husen Bin Hasyim. Terdakwa mengikuti persidangan melalui video conference dari Rutan Banda Aceh, sedangkan Penasehat Hukumnya Armia SH., MH atau yang akrab disapa Armia SB dan Zulfahmi, SH mendampingi di ruang Sidang Pengadilan Negeri Banda Aceh.

Bacaan Lainnya

Adapun 2 (dua) orang Ahli yang dihadirkan yaitu  ahli Hukum Pidana Dr. Dahlan S.H., M.Hum., M.kn. CPCLE dan Ahli Hukum Islam Dr. Safriadi, SHI., MA.

Ahli Hukum Pidana Dr. Dahlan S.H., M.Hum., M.kn. CPCLE menjelaskan bahwa filosofi dan esensi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) adalah untuk melindungi konsumen dari kerugian, maka  ketentuan Pasal 8 Ayat (1) huruf f juncto Pasal 61 Ayat (1) UUPK yang mengatur tentang sanksi pidana harus dimaknai sebagai pasal delik materil. Sebab itu, unsur kerugian konsumen harus dapat dibuktikan secara nyata.

Apabila dalam kasus ini, tidak ada konsumen yang dirugikan, maka Terdakwa M Husen Bin Hasyim tidak dapat dipidana. Iapun membandingkan dengan pasal undang-undang tindak pidana korupsi yang dalam penerapannya harus terbukti adanya kerugian negara”.

“Selain itu, jika dibaca secara keseluruhan, dalam UUPK ini juga ada mengatur tentang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) yang tugas dan wewenangnya adalah menyelesaikan sengketa yang terjadi antara pelaku usaha dan konsumen. Oleh karena itu, penerapan pasal pelindungan konsumen ini harus sesuai dengan asas ultimum remedium, yakni instrumen hukum pidana harus menjadi upaya terakhir. Jadi tidak bisa langsung dipidana,” ungkap Dr. Dahlan.

Selain itu, menurut Dr. Dahlan apabila ada polisi yang menyamar dan membeli emas untuk tujuan diuji di laboratorium, maka polisi itu bukan konsumen. Cara-cara yang demikian juga tidak dapat dibenarkan. Emas bukan barang haram yang harus dibeli dengan cara sembunyi-sembunyi. Berbeda dengan barang yang dilarang untuk diperdagangkan seperti narkoba dan lainnya.

Ahli Hukum Islam Dr Safriadi, SHI., MA menjelaskan bahwa  prinsip dasar dalam jual beli adalah sama-sama ridha atau sepakat antara penjual dan pembeli terhadap barang yang diperjualbelikan. Di hadapan Majelis Hakim, Dr. Safriadi juga menganalisis faktur penjualan yang dijadikan sebagai barang bukti oleh penuntut umum. Menurutnya, dalam pandangan hukum Islam,  keterangan kadar perhiasan emas yang dituliskan oleh Terdakwa M Husen Bin Hasyim dalam faktur penjualan sudah benar.

“Karena merujuk kepada hal yang umum sebagai kode perhiasan. Sedangkan dalam faktur itu, juga terdapat ketentuan yang khusus atau takhsis yakni “barang-barang perhiasan yang banyak patri jika dilebur masnya menjadi muda atau procentasenya berkurang,” katanya.

Jadi di sini penjual sudah memberikan keterangan yang sesuai terhadap barang dagangannya. Berkurangnya kadar dalam perhiasan emas itu dikarenakan tambahan bahan patri yang sudah lazim, sudah dijelaskan dalam faktur penjualan itu.

Oleh karena itu, perbuatan terdakwa M Husen Bin Hasyim tidak menyalahi ketentuan hukum jual beli yang diatur dalam Islam. Menurutnya Hukum Islam mempunyai kedudukan dalam hukum positif Indonesia. Ditambah lagi dengan kultur masyarakat Aceh yang tidak dapat dilepaskan dengan nilai-nilai Islam.

 

Dipantau Komisi Yudisial

 

Sidang Terdakwa Husen Bin Hasyim itu ternyata juga dipantau langsung oleh Komisi Yudisial Republik Indonesia. Amatan media, ada 2 (orang) yang hadir di tengah-tengah pengunjung memperkenalkan diri sebagai Petugas dari Komisi Yudisial saat ditanya asal mereka oleh Majelis Hakim. Keduanya terlihat menyimak dan beberapa kali mencatat selama berlangsungnya persidangan yang hampir 3 (tiga) jam itu.

Dalam keterangannya kepada media usai sidang, Armia SB kembali menegaskan bahwa sesuai dengan keterengan ahli hukum pidana, perkara ini tidak serta merta dapat dipidana karena pidana itu asasnya ultimum remedium yang merupakan upaya terakhir setelah upaya-upaya lain tidak berhasil makanya diterangkan tadi seharusnya diselesaikan melalui ganti rugi, jika ada yang merasa dirugikan.

“Maka Ahli Hukum Islam juga tadi sudah menyampaikan bahwa perbuatan klien kami tidak menyalahi dengan hukum Islam,” ucap Armia SB.

Ia mengharapkan agar Majelis Hakim juga menggali nilai-nilai dan kebiasaan yang ada dalam masyarakat Aceh terkait dengan kasus ini, termasuk kebiasaan dalam proses pembuatan, penulisan kode  pada faktur dan tata cara penjualan perhiasan emas tersebut. Termasuk pandangan hukum Islam terhadap perkara ini.

“Walaupun hukum Islam ini dianggap bukan hukum positif, tapi hukum Islam  adalah hukum yang hidup (the living law) dalam masyarakat Aceh,” ungkapnya.(mah)

Editor: Lassarus Samosir, SE

Pos terkait