UNTUK MENGETAHUI keselarasan antara era financial technology bila disandingkan dengan prinsip islam secara konsep dan hukum di Indonesia. Financial technology berupaya untuk memudahkan manusia dalam memenuhi kebutuhan yang terus meningkat, mobilisasi manusia yang semakin cepat, serta kesibukan manusia yang selalu bertambah. Fenomena berkembangnya era financial technology di Indonesia sebagai negara berkembang yang mengadopsi era financial technology dari negara maju.
Penulis : Ndaru Isny Zakiyyah
Mahasiswa Akuntansi Universitas Muhammadiyah Malang
Literatur yang digunakan dalam tulisan ini berasal dari jurnal ilmiah baik secara nasional maupun internasional dan ditunjang dengan buku-buku ilmiah dari berbagai ilmuwan. Diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan, menjadi jalan pembuka untuk penelitian selanjutnya, serta dijadikan sebagai panduan dalam menjalankan bisnis di berbagai level yang mempertimbangkan untuk menggunakan financial technology.
Tahun 2019 adalah tahun dimana segala aspek dalam kehidupan manusia telah tersentuh oleh teknologi. Kebutuhan yang terus meningkat, mobilisasi manusia yang semakin cepat, serta kesibukan manusia yang selalu bertambah memaksa adanya fasilitias yang dapat memenuhi itu semua. Istilah financial technologi telah lebih dulu digunakan di negara-negara maju didunia, dan Indonesia mulai mengadopsi financial technology beberapa tahun ini.
Adopsi ini mengikuti kebutuhan dan kebiasaan manusia yang membutuhkan kemudahan dan ‘shortcut’ untuk berbagai urusan. Dengan mempertimbangkan cepatnya berkembangnya teknologi di Indonesia, tidak mustahil bila semua dapat di wujudkan. Istilah ‘uang tidak bisa membeli waktu’ tampaknya secara konotatif tidak seberapa berlaku lagi sekarang. Berbagai kemudahan teknologi tentu membawa konsekuensi dalam hal fasilitas yang harus dipersiapkan.
Termasuk berapa biaya yang harus dikeluarkan oleh pemerintah atau pelaku bisnis untuk mewujudkan kemudahan dalam teknologi. Menurut Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/Tahun 2016 Mengenai Layanan Teknologi Informasi yang dirilis pada 28 Desember 2016, jumlah perusahaan yang menawarkan layanan sampai 4 September, jumlah perusahaan P2P landing yang terdaftar atau mengantongi izin dan mendaftarkan perusahaannya mencapai 40 entitas, tentu setiap tahun dapat bertambah.
Konsep financial technology dapat memudahkan apa yang dirasa sulit dan memakan banyak waktu, namun yang juga harus diperhatikan adalah apakah masuknya era financial technology ke dalam bisnis sesuai dengan budaya Indonesia yang memiliki mayoritas agama islam.
Islam memiliki peraturan dan regulasi dalam menjalankan bisnis yang baik untuk mencapai kemaslahatan bersama. Indonesia juga memiliki era baru dalam prinsip bisnis, yaitu syariah. makalah ini akan membahas keselarasan yang terjadi di Indonesia menganai masuknya financial technology dan prinsip syariah secara bersama-sama.
Financial Technology Konvensional
Secara umum, financial technology dapat diartikan sebagai sebuah inovasi teknologi dalam layanan transaksi keuangan. Menurut peraturan Bank Indonesia Nomor 19/12/PBI/2017 tentang penyelenggaraan teknologi finansial, teknologi finansial adalah penggunaan teknologi dalam sistem keuangan yang menghasilkan produk, layanan, teknologi, dan/atau model bisnis baru serta dapat berdampak pada stabilitas moneter, stabilitas sistem keuangan, dan/atau efisiensi, kelancaran, keamanan, dan keandalan sistem pembayaran.
Menurut peraturan Bank Indonesia Nomor 19/12/PBI/2017 tentang penyelenggaraan teknologi finansial, tujuan dilaksanakan teknologi finansial adalah untuk mendorong inovasi di bidang keuangan dengan menerapkan perlindungan konsumen serta manajemen resiko dan kehati-hatian guna tetap menjaga stabilitas moneter, stabilitas sistem keuangan, dan sistem pembayaran yang efisien, lancar, aman, dan andal. Ruang lingkup dalam teknologi finansial yang wajib diikuti oleh entitas bisnis adalah mulai dari pendaftaran, regulatory sandbox, perizinan dan persetujuan, hingga pemantauan dan pengawasan.
Carney (2016) menjabarkan teknologi keuangan berawal dari sektor keuangan dalam perekonomian yang menjadi sektor kunci dan terus berkembang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Teknologi keuangan tidak hanya diterapkan di negara maju saja, tetapi juga mulai muncul dan tumbuh di negara berkembang, seperti Indonesia. Financial technology membawa harapan baru bagi kemudahan dalam berbagai macam transaksi keuangan dalam berbagai sektor.
Financial Technology Syariah
Konsep dasar Islam adalah tauhid atau meng-Esa-kan Allah. Tauhid di bidang ekonomi adalah menempatkan Allah sebagai Sang Maha Pemilik yang selalu hadir dalam tiap nafas kehidupan manusia (Jairin, 2019). Islam mengatur berbagai hal dalam sendi kehidupan manusia, termasuk dalam berbisnis. Al-Qur’an dan hadis yang menyebut dan menjelaskan aturan dalam perdagangan sebanyak 20 penjabaran tentang perdagangan yang diulang sebanyak 720 kali.
Menurut Agustianto (2004) al- Qur’an mengatur delapan prinsip mengenai perdagangan agar tercipta kemaslahatan bersama, yaitu :
- Setiap melakukan transaksi dalam perdagangan, wajib adanya sikap saling ridha antara produsen dan konsumen, sehingga kedua belah pihak tidak merasa dirugikan dan dizalimi.
- Menjunjung tinggi prinsip keadilan, keseimbangan dalam takaran, ukuran mata uang, dan pembagian keuntungan.
- Diharamkannya riba.
- Kasih sayang dan tolong menolong sesama bersaudara secara universal.
- Tidak melakukan segala macam kegiatan investasi keuangan pada usaha yang diharamkan.
- Perdagangan harus menghindari praktik spekulasi, gharar, tadlis, dan maysir.
- Perdagangan tidak boleh melupakan ibadah sholat dan zakat serta selalu mengingat Allah.
- Wajib adanya pencatatan baik itu tunai, hutang-piutang.
Berbagai negara berkembang mulai mengadopsi konsep financial technology, baik secara penuh ataupun sebagian, seperti di Tanzania. Terdapat penelitian yang dilakukan oleh Sulayman di Tanzania. Menurut Sulayman (2015) Tanzania merupakan negara yang mengalami perubahan pertumbuhan yang bisa dikatakan secara mendadak dalam bidang industri keuangan islam selama beberapa waktu terakhir.
Namun sayangnya, kemajuan dalam bidang industri keuangan islam tidak diimbangi dengan kemajuan dalam hal fasilitas teknologi yang dapat menampung perubahan tersebut. Bila kelemahan itu terus dibiarkan, maka akan membuat semakin buruknya keadaan sosial ekonomi masyarakat.
Lebih lanjut Sulayman menambahkan, untuk mengimbangi peningkatan industri keuangan islam dan agar dapat bertahan, maka perlu dilakukan beberapa langkah, yaitu: mempromosikan literasi keuangan Islami, mengambil tindakan pada waktunya, mempertahankan nilai-nilai etika Islami, memanfaatkan upaya pembangunan sosial-ekonomi di wilayah tersebut, meningkatkan investasi ekonomi di tingkat makro.
Menurut Salman dan Nawaz (2018), memang terdapat celah dan perbedaan yang luas antara sistem konvensional dan sistem syariah dalam berbagai bidang. Masyarakat cenderung lebih mempercayakan keuangan mereka pada lembaga keuangan dengan landasan syariah.
Prinsip dasar dalam menjalankan transaksi keuangan adalah sesuai dengan al-quran dan al-hadis. Pada dasarnya akad yang terdapat pada fintech (muamalah) selama tidak bertentangan dengan prinsip syariah maka hal tersebut diperbolehkan (Al- ashlu fil muamalah al ibahah). Selain itu fintech merujuk pada salah satu asas muamalah lainnya yaitu an-taradhin yang memilik arti saling ridho diantara keduanya.
Perlu diperhatikan dengan cermat pula unsur-unsur syariah, sebagaimana yang disampaikan al- Ghazali dalam hifz ad-din, hifz-an-nafs, hifz al-aql, hifz-annasl, dan hifzal-mal. Dengan adanya fintech ini adalah sebagai upaya memudahkan setiap orang dalam bertransaksi dan investasi berdasarkan prinsip syariah. Beberapa prinsip syariah ini mengatur bagaimana proses sampai dengan tujuan akhir, dapat dilakukan dengan baik dan benar.
Saat ini kendala yang dihadapi oleh fintech berbasis syariah, yaitu terkait perbedaan akad yang digunakan. Beberapa jenis fintech yang telah diatur kesyariahannya adalah jenis Peer to Peer Lending (pinjaman berbasis teknologi), uang elektronik (e-Money), dan gerbang pembayaran (payment gateway).
Hukum syariah yang mengatur financial technology belum memiliki kepastian hukumnya beberapa jenis fintech seperti crowdfunding, market aggregator, risk &investment management belum memiliki fatwa syariahnya. Maka perlu adanya kepastian hukum syariah yang harus selaras dengan dinamika perkembangan teknologi.
Teknologi keuangan merupakan konsep baru untuk memudahkan konsumen dan produsen dalam bertransaksi keuangan tanpa harus bertemu secara langsung setiap saat. Menurut Meifang et al (2018), hadirnya internet dalam transaksi keuangan dapat memberikan keunggulan aksesbilitas dan jangkauan akses.
Menurut Meifang, salah satu contoh inovasi dalam bidang teknologi pembayaran keuangan adalah e- commerce. Beberapa faktor yang menunjang pertumbuhan peningkatan pertumbuhan e-commerce adalah pengaplikasian IOT dan cloud computing dalam sebuah rantai produksi, logistik, dan transportasi. Dukungan internet mobile juga memungkinkan konsumen melakukan transaksi dimanapun dan kapanpun.
Menurut Chandra (2018) yang dikutip dari situs detikfinance.com, inovasi keuangan perlu diarahkan supaya melahirkan inovasi keuangan digitak yang responsibel, safety, dan mengutamakan perlindungan konsumen serta memiliki risiko yang dapat dikelola dengan baik. Teknologi keuangan memang dapat memberikan kemudahan dalam berbagai hal, namun teknologi keuangan juga kadang memberikan beberapa kelemahan.
Seperti yang dijabarkan oleh Korwatanasakul (2018). Menurut Korwatanasakul, keberadaan teknologi dapat menjadi penghalang bagi orang yang memiliki kekurangan fisik (penglihatan). Korwatanasakul melakukan eksperimen pada 40 orang yang menderita kelemahan penglihatan. Kendala desain fisik penggunaan teknologi ATM sulit untuk dihadapi. Sangat sulit untuk mengakses layanan keuangan seperti pembayaran, transfer, maupun deposito. Hal ini karena banyak desain teknologi keuangan yang ada masih tidak mendukung bagi orang yang mengalami keterbatasan penglihatan. Kelemahan lain adalah adanya inklusi keuangan.
Bansal (2014) melakukan penelitian di India. Sebagian besar penduduk India tidak memiliki akses keuangan yang baik. karena tidak adanya produk keuangan yang sesuai dengan tingkat pendapatan masyarakat menengah kebawah. Lebih lanjut menurut Bansal, salah satu upaya untuk menjembatani jurang kesenjangan ekonomi dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi. RBI dan beberapa lembaga keuangan lainnya, telah memanfaatkan TIK untuk meningkatkan inklusi keuangan di daerah pedesaan.
Mobile banking dan ATM merupakan salah satu teknologi yang digunakan peningkatan inklusi keuangan, terutama pada area yang tidak terjangkau layanan perbankan. Sebenarnya, adanya teknologi keuangan dapat memberika manfaat bila dikembangkan dengan cara yang benar.
Menurut Ozili (2017), keuangan digital dapat memberikan keuntungan untuk berbagai pihak, yaitu pengguna layanan keuangan, penyedia layanan digital, serta pemerintahan dalam bidang ekonomi. Dewan Standar Nasional Majelis Ulama Indonesia telah mengeluarkan fatwa terkait layanan pembiyaan berbasis teknologi informasi berdasarkan prinsip syariah. dikeluarkannya fatwa tersebut dengan didukung adanya beberapa ayat quran, hadis, dan kaidah fikih.
Ayat Quran „hai orang-orang yang beriman! Tunaikanlah akad-akad itu..? QS. AlMaidah (5):1 „dan tunaikanlah janji-janji itu. Sesungguhnya janji itu akan dimintai pertanggungjawaban…? QS. Al-Isra (17):34 „hai orang-orang yang beriman! Janganlah kalian memakan (mengambil) harta orang lain secara batil, kecuali jika berupa perdagangan yang diambil atas sukarela di antara kalian..?
QS. An-Nisa (4): 29 Hadis Nabi Muhammad SAW Hadis Nabi s.a.w. riwayat al-Tirmidzi dari kakeknya ‘Amr bin ‘Auf alMuzani, dan riwayat al-Hakim dari kakeknya Katsir bin Abdillah bin amr bin ‘Aun r.a.: „Shulh (penyelesaian perkara melalui musyawarah untuk mufakat) dapat dilakukan di antara kaum muslimin kecuali shulh yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat yang diberlakukan di antara mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram? Hadis Nabi saw. riwayat Muslim, dari ‘Aisyah dan dari Tsabit dari Anas: “Kalian lebih mengetahui urusan dunia kalian? Kaidah Fikih “Pada dasarnya, segala bentuk muamalat diperbolehkan kecuali ada dalil yang mengharamkannya” “Segala dharar (bahaya/kerugian) harus dihilangkan” “Segala dharar (bahaya/kerugian) harus dicegah sebisa mungkin” “Sesuatu yang berlaku berdasarkan adat kebiasaan sama dengan sesuatu yang berlaku berdasarksn syara’ (selama tidak bertentangan dengan syariat)” “Adat kebiasaan dapat ditetapkan sebagai hukum” “Ketetapan hukum tergantung pada ada tidaknya ‘illah” “Kebijakan pemimpin terhadap rakyat harus mengikuti (mengacu/berpihak ) kepada kemaslahatan (masyarakat) ” “Di mana terdapat kemaslahatan, di sana terdapat hukum Allah”.
Dewan Standar Nasional Majelis Ulama Indonesia menerbitkan fatwa tersebut karena mempertimbangkan beberapa hal, yaitu :
- Semakin berkembangnya teknologi dan semakin cepatnya akses yang dibutuhkan oleh pelaku usaha skala mikro, kecil, dan menengah.
- Masyarakat memerlukan penjelasan terkait ketentuan dan regulasi hukum terkait pembiayaan berbasis teknologi.
Akad dan pertemuan antara produsen dan konsumen (penjual dan pembeli) di satu tempat/majelis dalam setiap bertransaksi memang salah satu syarat sah yang harus dipenuhi. Namun, pada konsep financial technology , kedua aspek tersebut dihilangkan. Hal ini disebabkan karena pergerakan manusia yang sangat tinggi, waktu yang semakin terbatas, dan transaksi yang harus tetap terpenuhi membuat akad dan pertemuan bukan menjadi kewajiban. Financial technology mampu mengganti kedua aspek tersebut dengan perjanjuan dan pertemuan secara online dan mobile.
Fatwa Dewan Standar Nasional Majelis Ulama Indonesia dalam salah satu paragraf penjelas telah menjabarkan, yang dimaksud dengan sahr majelis dalam setiap akad seperti yang telah kami jelaskan bukanlah keberadaan kedua pihak yang bertransaksi dalam satu tempat. Sebab terkadang tempat kedua pihak itu berbeda ketika ada perantara yang menghubgngkan keduanya. Seperti transaksi via telepon, radiogram atau via surat. Maksud satu majelis adalah satu Zaman atau waktu yang di dalamnya kedua belah pihak melakukan transaksi. Maka majelis akad adalah kondisi yang di dalamnya kedua belah pihak melakukan transaksi.
Dari hal ini para ahli fiqh berkesimpulan: “sungguh majelis itu mengumpulkan beberapa hal yang terpisah. Berdasarkan keterangan ini, maka majelis akad dalam perbincangan via telepon atau radiogram adalah waktu tersambungnya kedua belah pihak selama pembicaraan masih terkait akad. Oleh sebab itu, bila pembicaraan kedua belah sudah beralih ke hal lain, maka majelis akad berakhir.
Lebih lanjut dalam keputusan Dewan Standar Nasional Majelis Ulama Indonesia menjelaskan, Layanan Pembiayaan Berbasis Teknologi Informasi Berdasarkan Prinsip Syariah adalah penyelenggaraan layanan jasa keuangan berdasarkan prinsip syariah yang mempertemukan atau menghubungkan Pemberi Pembiayaan dengan Penerima Pembiayaan dalam rangka melakukan akad pembiayaan melalui sistem elektronik dengan menggunakan jaringan internet.
Menurut Yarli (2018), Dinamika dan berbagai kendala pemikiran yang dihadapi oleh financial technology syariah adalah adanya beda akad yang dipakai dalam sebuah entitas berbasis syariah. Menurut pekerti et al (2018), akad ijab qabul dalam sebuah perjanjian jual beli dapat dilaksanakan dengan ucapan, tulisan atau isyarat bagi mereka yang tidak mampu berbicara atau menulis.
Bahkan dapat dilakukan dengan perbuata yang menunjukkan aspek rela antara kedua belah pihal untuk mengadakan sebuah perjanjian yang umumnya dikenal dengan al mu’athah. Sebenarnya, didalam Al- Qur’an tidak mengatur secara teknik dan detail apa saja penggunaan kata yang digunakan dalam sebuah ijab qabul jual beli. Ijab qabul jual beli dapat dilakukan menurut kebiasaan sepanjang tidak bertolak belakang denga syara’.
Menurut Mohammed et al (2015), perlu untuk diadakannya standar akuntansi islam dalam pelaporan lembaga keuangan islam. lebih lanjut menurut Mohammed et al, selama ini masih belum ada standar akuntansi khusus untukk lembaga keuangan islam seperti haknya AAOIFI, hal ini dapat menimbulkan kendala teknis maupun non teknis dikemudian hari.
Menurut Alsmadi dan Zarour (2014), terkadang ada hambatan teknis dapat terjadi dalam proses pengaplikasian peraturan syariah pada bidang-bidang layanan keuangan. Penelitian lain dilakukan oleh Zaina et al (2015). Zaina melakukan penelitian pada 37 pasar institusi keuangan islam di Malaysia pada 2012.
Hasil yang didapat adalah prinsip- prinsip dan nilai-nilai Islam terkait kebijakan pasar mendapat perhatian paling sedikit. Ini menunjukkan bahwa lembaga keuangan Islam belum secara strategis memasukkan prinsip-prinsip dan nilai-nilai Islam ke dalam kebijakan yang terkait dengan dimensi pasar.
Hukum yang mengatur mengenai pembiayaan teknologi keuangan secara konvensional diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 19/12/PBI/2017 Tentang Penyelenggaraan Teknologi Finansial, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Republik Indonesia Nomor 13/POJK.02/2018 Mengenai Inovasi Keuangan Digital di Sektor Jasa Keuangan. Hukum yang mengatur mengenai pembiayaan teknologi keuangan secara syariah tertuang didalam Fatwa Dewan Standar Majelis Ulama Indonesia Nomor 117/DSN- MUI/II/2018 Mengenai Layanan Pembiayaan Berbasis Teknologi Informasi Berdasarkan Prinsip Syariah.
Teknologi keuangan pada dasarnya dapat mempermudah pergerakan manusia dalam bertransaksi keuangan. Konsep teknologi keuangan memanfaatkan jaringan internet dalam jaringan yang digunakan setiap saat oleh manusia. Teknologi keuangan meminimalisir atau bahkan menghilangkan regulasi dan syarat yang harus dipenuhi dalam transaksi keuangan, diantaranya adalah adanya perjanjian dan kewajiban bertemunya produsen dan konsumen.
Konsep yang demikian cocok bila diterapkan dalam lingkup konvensional. berbeda dengan syariah yang pada dasarnya masih menganjurkan adanya akad dan pertemuan antara produsen dan konsumen. Dua aspek tersebut bertujuan untuk menghindari adanya potensi penipuan dan dirugikannya salah satu pihak. Namun, dalam maenghadapi masa depan, kedua aspek tersebut mulai disesuaikan kembali.
Dewan Standar Nasional Majelis Ulama Indonesia membuat fatwa yang menjabarkan bahwa tidak harus dipenuhinya syarat adanyakad langsung dan bertemunya produsen dan konsumen. Dalam hal ini akad bisa digantikan dengan dokumen elektronik asalkan memenuhi syarat keseimbangan kewajaran, dan keadilan sesuai syariah.(*)