Pengertian, Payung Hukum dan Peluang Financial Technology dalam Islam di Indonesia

  • Whatsapp

FINTECH merupakan inovasi layanan keuangan yang tidak lagi membutuhkan uang kertas. Adanya financial technology mengubah mata uang menjadi digital agar lebih efisien. Secara luas, Fintech mengacu pada penggunaan teknologi untuk memberikan solusi keuangan (Arner et al., 2015).

Penulis : Annisa Rahmatullail Assyauqillah

Bacaan Lainnya

Mahasiswa Akuntansi, Universitas Muhammadiyah Malang

Fintech sebagai kemajuan dalam dunia transaksi ekonomi juga telah menarik minat para pelaku transaksi ekonomi dan keuangan di dunia dengan prinsip syariah dengan munculnya terobosan baru yang disebut dengan fintech syariah.

Fintech Syariah merupakan perpaduan antara inovasi teknologi informasi dengan produk dan layanan keuangan dan teknologi yang ada yang mempercepat dan memfasilitasi proses bisnis transaksi, investasi, dan pencairan berdasarkan nilai-nilai Syariah (Yarli, 2018).

Payung Hukum, Fintech Syariah menerapkan panduan-panduan Islam dalam transaksinya. Sehingga, terdapat perbedaan dalam bunga atau riba, akad, mekanisme penagihan hingga penyelesaian sengketa. Payung hukum fintech syariah juga berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) 77 Tahun 2016 perihal Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi. Fintech syariah juga mengacu Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) Nomor 117/2018 perihal Layanan Pembiayaan Berbasis Teknologi Informasi Berdasarkan Prinsip Syariah.

DSN MUI tersebut memaparkan fintech syariah merupakan penyelenggaraan layanan jasa keuangan berlandasan panduan syariah yang mempertemukan atau menghubungkan pemberi pembiayaan (investor) dengan penerima pembiayaan (peminjam) dalam rangka melakukan akad pembiayaan melalui sistem elektronik dengan menggunakan internet.

Kemudian prinsip MUI tersebut menyatakan kegiatan bisnis fintech syariah tidak boleh berbeda pendapat dengan prinsip Syariah, yaitu antara lain terhindar dari riba, gharar (ketidakjelasan akad), maysir (ketidakjelasan tujuan/spekulasi), tadlis (tidak transparan), dharar (bahaya), zhulm (kerugian salah satu pihak), dan haram.

Peluang Fintech Syariah di Indonesia :

  1. Otoritas Jasa dan Keuangan (OJK) memberikan kesempatan bagi para pelaku Fintech syariah untuk mendaftarkan secara resmi Fintech nya di OJK, namun di sudut lain terkendala oleh Perizinan dan modal minimum  pendirian  Fintech Syariah. Sehingga sampai saat ini fintech syariah yang terdaftar di Otoritas Jasa dan Keuangan (OJK) baru ada 4.
  2. Fasilitas teknologi untuk kegiatan investasi dan donasi, namun di sisi lain tujuan fintech untuk mempermudah khalayak dengan inovasi teknologi berbanding terbalik dengan adanya kondisi di khalayak pedesaan yang masih minim pengetahuan untuk mengoperasikan Fintech Syariah.
  3. Situasi dimana mayoritas warga Indonesia memeluk ajaran Islam.

Saat ini total 86.88% penduduk Indonesia memeluk agama Islam, namun sumber daya manusia yang memahami  akad-akad  perjanjian yang berlandaskan prinsip syariah masih kurang.

Hal tersebut dapat diatasi dengan mulai dikenalkannya akad-akad tersebut kepada khalayak, apalagi dengan jumlah umat muslim yang sangat banyak seharusnya bisa menjadi suatu harapan dan kemudahan bagi pemerintah dan para pelaku fintech syariah untuk menyebarluaskan ilmu dalam transaksi syariah yang penting untuk diketahui sebagai landasan akad pada penerapan fintech syariah di Indonesia.

Dengan adanya Fintech Syariah, perkembangan ekonomi dan teknologi semakin pesat dan merupakan sebuah inovasi teknologi yang berlandaskan terhadap prinsip Syariah, sehingga transaksi terhindar hal-hal yang diharamkan melalui riba atau lain halnya sehingga mendapatkan keberkahan di dunia dan akhirat.(*)

Editor: Lassarus Samosir, SE

Pos terkait