SANTUN, HORMAT, takzim, serta menghargai hal sekecil apapun dalam persoalan ‘ke-NU-an’, hal inilah yang sering disebut-sebut sebagai kunci sukses kepemimpinan Ketua PCNU Karawang, KH. Ahmad Ruhiyat Hasbi (Kang Uyan).
Penulis : Ustadz Anwar Hilmi
Wakil Ketua PCNU Karawang
Kang Uyan sadar betul, jika ia bukan merupakan tokoh kiyai yang ‘berduit’. Tetapi dengan berkhidmat lahir batin terhadap NU, kini banyak kemajuan di PCNU Karawang dibawah kepemimpinan Kang Uyan.
Sebut saja beberapa diantaranya kegiatan monumental temporal syiar NU, berdirinya Yayasan Alma’arif dengan sekolah Aliyah dan Tsanawiyah di Kecamatan Kotabaru, berdirinya UNU Kampus IV Karawang, Mesjid di KGV, Kantor MWCNU Telukjambe Timur dan Kotabaru, hingga penambahan aset wakaf atas nama NU.
Kemudian, giat temporal syiar NU seperti acara Gus Mus, gebyar Hari Santri Nasional yang melibatkan banyak Ponpes, studi banding ke Jatim Madura dan lain sebagainya.
Bagi para pengurus NU Karawang, baik dijajaran Rois maupun Tanfidziyah, kita sering mendengar canda’an Kang Uyan : “Pangusahakeun atuh ih” (tolong usahakan dong).
‘Karena saya bukan pengusaha yang banyak duit, jadi pangusahakeun atuh ih’, begitulah kira-kira kelakar Kang Uyan kepada setiap pengurus NU Karawang, ketika akan menjalankan suatu program atau kegiatan.
Sadar ataupun tidak, canda’an yang menjadi jargon kepemimpinan NU Kang Uyan ini ternyata memberikan spirit lebih kepada para pengurus NU Karawang, dalam memajukan syiar NU di Kota Pangkal Perjuangan. Para pengurus NU Karawang lebih bersemangat lagi dalam berkegiatan.
Kembali kepada hal “Berkhidmat Lahir Batin dalam Ber-NU”, implementasi khidmat dalam 5 tahun terakhir PCNU Karawang dibawah kepemimpinan Kang Uyan bisa dilihat dari beberapa hal berikut ini :
- Rois dan Ketua memberi contoh berkantor ke Kantor PCNU secara rutin. Karena dari mulai kumpul-kumpul ngopi dan ngudud akan muncul gagasan-gagasa segar syiar NU.
- Rois dan Ketua bersifat humble, tidak menempatkan diri sebagai pimpinan yang harus disanjung-sanjung, tapi sebagai partner khidmat. Maka para pembantu beliau pun nyaman bekerja berkhidmat.
Namun tetap menaruh hormat pada tempatnya, kepada figur-figur pimpinan PCNU. Sifat humoris Kang Uyan juga ternyata ampuh untuk merekatkan para pengurus untuk memacu ghiroh khidmat dalam ber-NU.
Dalam pandang alfaqir, prestasi yang ditoreh oleh jargon “Pangusahakeun atuh ih” belum tentu bisa dilampaui oleh “Pengusaha” yang tidak memiliki kunci khidmat tersebut.
Menjadi pimpinan NU, wajib megholadloh menjauhkan anasir-anasir hasrat berkuasa dari hati. Jika anasir tersebut menempel, maka ghiroh khidnat akan menjauh. Karena setiap langkah dibayangi anasir hasrat berkuasa superior.
Wallahul muwafiq ila aqwamit Thariq.
Butiran debu bendera NU
(*)