Kabupaten Karawang, spiritnews.co.id – Masyarakat menyoroti minimnya serapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Karawang Tahun 2022, khususnya untuk belanja pembangunan di bidang infrastruktur Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR).
Hingga memasuki semester kedua dan menjelang pada Anggaran Belanja Tambahan (ABT) atau yang biasa disebut anggaran perubahan, masih terhitung minim dalam melakukan penyerapan anggaran.
Hal ini terjadi diduga karena adanya proses hukum penyelidikan dugaan korupsi fee pokok-pokok pikiran (Pokir) anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Karawang. Sehingga atas dasar itu, diduga ada keraguan Dinas PUPR Karawang untuk merealisasikan pembangunan.
Wakil Ketua Laskar Merah Putih Markas Daerah Jawa Barat (LMP Mada Jabar), Andri Kurniawan, mengaku heran kalau benar Dinas PUPR Karawang masih ragu – ragu untuk melakukan serapan anggaran.
“Dalam hal serapan anggaran tidak perlu terganggu dengan adanya permasalahan hukum, justru kalau serapan anggaran tidak maksimal, akan menimbulkan masalah baru. Bila mana sampai batas akhir serapan anggaran tidak maksimal, siap – siap Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Karawang, khususnya Bupati, akan mendapat rapot merah dari Pemerintah Pusat dan dari masyarakat Karawang,” kata Andri kepada spiritnews.co.id, di Karawang, Jawa Barat, Selasa (6/9/2022).
“Apa pun yang terjadi, serapan anggaran dan program pembangunan harus tetap berjalan. Karena antara proses hukum dengan serapan anggaran merupakan suatu dimensi yang berbeda. Dalam proses hukum, bukan persoalan serapan anggaran atau realisasi pembangunannya yang dipersoalkan, melainkan tentang dugaan transaksional jual beli proyeknya. Sebab jangankan mentransaksionalkan, sekedar mengintervensi pihak eksekutif berkenaan dengan kontraktor sebagai penyedia jasa saja tidak dibenarkan oleh aturan,” tambahnya.
Dikatakan, berdasarkan Undang – Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU MD3), Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota, dan Permendagri Nomor 86 Tahun 2017. Seorang legisaltor itu, hanya memiliki kewenangan atas haknya berupa menyerap, menampung, menuangkan dalam Pokir, kemudian mengusulkan kepada pihak eksekutif.
“Untuk menentukan penyedia jasa, itu sepenuhnya menjadi kewenangan pihak eksekutif. Ketika memahami soal kewenangannya, lalu Dinas PUPR Karawang mau menunggu apa lagi? Sehingga serapan anggaran masih minim,” tegasnya.
“Dari pada terus menjadi polemik, yang pada akhirnya tidak maksimal dalam serapan anggaran. Sebaiknya Dinas PUPR segera maksimalkan dan akselerasi program pembangunan, supaya masyarakat dapat segera menikmatinya. Selain itu, kebijakan Bupati sebagai pimpinan menjadi aman, dan tidak kena rapot merah,” ungkapnya.(ops/sir)