Nobar Film G30S PKI, Bangkitkan Semangat Pemuda Pancasila Karawang untuk Berantas Partai Komunis

  • Whatsapp

Kabupaten Karawang, spiritnews.co.id – Ratusan anggota Pemuda Pancasila Kabupaten Karawang, Jawa Barat antusias mengikuti nonton bareng (nobar) film Gerakan 30 September PKI ( G30S-PKI) yang di areal parkir Kodim 0604/Karawang, Jumat (30/9/2022) malam.

“Ini adalah bagian dari refleksi atas sejarah tentang pengkhianatan G30SPKI,” kata Abdul Azis, kata Ketua MPC Pemuda Pancasila Karawang, disela nobar film tersebut.

Bacaan Lainnya

Dikatakan, film G30S-PKI berlatarbelakang tentang tragedi berdarah pada 30 September pada tahun 1965. Film tersebut secara apik menyampaikan tentang kronologi pemberontakan PKI di zaman kelam itu.

“Itu bagian dari sejarah. Jasmerah (jangan sekali-kali melupakan sejarah),” katanya.

Azis menyampaikan, ada pesan dengan kegiatan nobar film G30S-PKI, di antaranya mengenang sejarah kelam yang dialami bangsa ini, dan tetap waspada terhadap munculnya paham komunis.

Komandan Kodim (Dandim) 0604/Karawang, Letkol Kav Makhdum Habiburahman mengapresiasi Pemuda Pancasila Karawang yang berinisiatif nobar film G30S-PKI.

Dandim mengatakan, Pancasila adalah ideologi negara dan bangsa Indonesia yang bersifat terbuka. Dalam arti, isi dari Pancasila tidak bisa berubah-ubah. Pancasila sebagai ideologi negara sekaligus sebagai sumber hukum di atas sumber hukum negara.

“Pancasila sebagai ideologi negara sangat luas penerapannya bagi individu. Para aparat pemerintah dan negara mesti bersikap sesuai dengan nilai dan asas Pancasila. Walaupun demikian, sebagian aparat pemerintah mulai meninggalkan nilai-nilai Pancasila,” kata Dandim.

Sedangkan pemuda adalah kekuatan yang penting dalam mengamalkan nilai-nilai Pancasila. Sementara generasi tua harus menjadi pendorong bagi pemuda. Menurutnya, pemuda adalah anak panah yang melesat ke depan, sedangkan generas tua  akan “fade away” atau menghilang.

“Sehingga Indonesia menaruh harapan besar pada generasi muda/pemuda agar dapat menerapkan nilai-nilai Pancasila,” tegasnya.

Gerakan 30 September (G30S) yang dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) atau dikenal dengan sebutan G30S-PKI merupakan bagian dari sejarah Indonesia. Kenapa G30S-PKI bisa terjadi, tentunya menjadi pertanyaan banyak orang.
Peristiwa kelam ini juga masih begitu melekat di ingatan masyarakat Indonesia, meski telah lama berlalu.

Kala itu, PKI yang merupakan salah satu partai tertua dan terbesar di Indonesia ini yang berhasil meraih 16,4 persen suara dan menempati posisi keempat di bawah PNI, Masyumi, dan NU.

G30S-PKI terjadi pada 30 September pada malam hingga dini hari dan masuk ke 1 Oktober 1965. Peristiwa ini dimotori oleh pemimpin terakhir PKI yakni Dipa Nusantara Aidit atau DN AIdit.

Gerakan pemberontakan yang dilakukan oleh PKI ini mengincar perwira tinggi TNI AD Indonesia. Tiga dari enam orang yang menjadi target langsung dibunuh di kediamannya. Sementara itu, beberapa lainnya diculik dan dibawa menuju Lubang Buaya.

Keenam perwira tinggi yang menjadi korban G30S-PKI antara lain Letnan Jenderal Anumerta Ahmad Yani, Mayor Jenderal Raden Soeprapto, dan Mayor Jenderal Mas Tirtodarmo Haryono.

Ada juga Mayor Jenderal Siswondo Parman, Brigadir Jenderal Donald Isaac Panjaitan, dan Brigadir Jenderal Sutoyo Siswomiharjo.

Latar Belakang G30S-PKI

G30S-PKI dilatarbelakangi oleh dominasi ideologi Nasionalisme, Agama, dan Komunisme (NASAKOM) yang berlangsung sejak era Demokrasi Terpimpin diterapkan, yakni tahun 1959-1965 di bawah kekuasaan Presiden Soekarno.

Hal lain yang menyebabkan mencuatnya gerakan ini adalah ketidakharmonisan hubungan anggota TNI dan PKI. Pertentangan kemudian muncul di antara keduanya.

Selain itu, desas-desus Kesehatan Presiden Soekarno juga turut menjadi latar belakang pemberontakan G30S-PKI.

Kronologi G30S-PKI

Tindakan dan penyebarluasan ideologi komunis yang dilakukan oleh PKI menimbulkan kecurigaan dari kelompok anti-komunis. Hal tersebut juga mempertinggi persaingan antara elite politik nasional.

Di tengah kecurigaan tersebut, Komandan Batalyon I Kawal Resimen Cakrabirawa Letnan Kolonel Untung yang merupakan pasukan khusus pengawal presiden, memimpin sekelompok pasukan dalam melakukan aksi bersenjata di Jakarta.

Pasukan tersebut bergerak meninggalkan daerah Lubang Buaya pada tengah malam, pergantian Kamis, 30 September 1956 menuju Jumat, 1 Oktober 1965.

Kudeta yang sebelumnya dinamakan Operasi Takari ini diubah menjadi G30S-PKI. Mereka menculik dan membunuh dan menculik para petinggi Angkatan Darat.

Selain enam jenderal yang gugur, ada pula ajudan Menhankam/Kasab Jenderal Nasution, Letnan Satu Pierre Andreas Tendean, dan Pengawal Wakil Perdana Menteri II Dr. J. Leimena, Brigadir Polisi Satsuit Tubun.

Salah satu jenderal yang berhasil selamat dari serangan adalah AH Naustion. Namun, putrinya yang bernama Ade Irma Suryani Nasution tidak dapat diselamatkan.

Sementara itu, G30S-PKI di Yogyakarta dipimpin oleh Mayor Mulyono menyebabkan gugurnya TNI Angkatan Darat, Kolonel Katamso, dan Letnan Kolonel Sugiyono.

Kolonel Katamso adalah Komandan Korem 072/Yogyakarta, sedangkan Letnan Kolonel Sugiyono adalah Kepala Staf Korem. Keduanya diculik dan gugur di Desa Keuntungan, utara Yogyakarta.

Apa Tujuan G30S-PKI ?

Tujuan utama G30S-PKI adalah menggulingkan pemerintahan era Soekarno dan mengganti ideologi negara Indonesia menjadi komunisme. PKI sendiri disebut memiliki lebih dari 3 juta anggota dan membuatnya menjadi partai terbesar ketiga di dunia, setelah RRC dan Uni Soviet.

Adapun beberapa tujuan G30S PKI lainnya yang dikutip dari buku Sejarah untuk SMK Kelas IX oleh Pratowo adalah sebagai berikut :

  1. Menghancurkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan menjadikannya sebagai negara komunis.
  2. Menyingkirkan TNI Angkatan Darat dan merebut kekuasaan pemerintahan.
    Mewujudkan cita-cita PKI, yakni menjadikan ideologi komunis dalam membentuk sistem pemerintahan yang digunakan sebagai alat untuk mewujudkan masyarakat komunis.
  3. Mengganti ideologi Pancasila menjadi ideologi komunis. Kudeta yang dilakukan kepada Presiden Soekarno tak lepas dari rangkaian kegiatan komunisme internasional.

(ops/sir)

Editor: Lassarus Samosir, SE

Pos terkait