Kesedihan Terobati, Prajurit 305/Tengkorak dan Warga Sani Hadir Saat Keluarga Sondegau Berduka

  • Whatsapp

Kabupaten Intan Jaya, spiritnews.co.id – Saat itu, prajurit Ksatria Tengkorak dan masyarakat Sani langsung bahu membahu memikul dan mengangkut kayu bakar ke truk milik TNI untuk dibawa ke Kampung Wandoga, Kabupaten Intan Jaya.

Para pasukan Batalyon Infantri Para Raide 305/Tengkorak dan masyarakat ini bergerak cepat setelah mendapat informasi melalui pemberitahuan radio, yang disiarkan oleh Lettu Inf. Wira Wijaya alias Komandan Wira mengabarkan bahwa Keluarga Stevanus Sondegau, Kepala Sekolah YPK (Yayasan Pendidikan Katolik) Bilogai, yang juga merupakan Pastor Gereja Katolik, sedang berduka karena anaknya yang masih kuliah di Nabire meninggal dunia, Rabu (16/11/2022).

Bacaan Lainnya

Dan ternyata berita duka keluarga Sondegau ini sudah didengar oleh masyarakat Fam Sani. Osea Sani, tokoh pemuda Mamba yang pada saat itu bersama Kapten Inf Puji (si Bos Mamba), Mayor Inf Anjas, Kapten Inf Suryo dan Lettu Inf Jefri di Pos Satgas Elang, juga membahas tentang rencana masyarakat Mamba memberikan bantuan kedukaan ke Wandoga, kampung halaman Stevanus Sondegau.

Saat itu, Osea Sani meminta bantuan dan dukungan kendaraan truk TNI karena masyarakat Mamba telah mengumpulkan kayu bakar untuk dibawa ke rumah duka.

Tidak berpikir panjang, permohonan Osea Sani langsung dipenuhi oleh Komandan Ksatria Tengkorak Letkol Inf Ardiansyah alias Raja Aibon Kogila. Sebelum beranjak ke Kampung Wandoga, terlebih dahulu berangkat ke Mamba, dan menaikkan kayu bakar ke truk, dan selanjutnya bersama-sama masyarakat Mamba berangkat ke Wandoga.

Pada saat itu, warga semakin percaya kepada aparat keamanan, khususnya Ksatria Tengkorak dan Satgas Elang. Tak ada rasa ragu lagi bagi mereka untuk duduk bersama di bak truk dengan Raja Aibon Kogila, Bos Mamba, serta para prajurit lainnya.

Ketulusan yang dirasakan selama beberapa minggu terakhir ini, membuat warga Sani yakin bahwa aparat keamanan di Kabupaten Intan Jaya dibawah kepemimpinan Raja Aibon Kogila akan membantu mereka agar lebih sejahtera. Apalagi Raja Aibon Kogila telah memberikan kesempatan kerja kepada para pemuda untuk mengumpulkan kayu bakar dan selanjutnya akan dibayar oleh Raja Aibon Kogila demi keperluan memasak di Posramil.

Perjalanan dari Mamba ke Wandoga tidak terlalu lama, hanya beberapa menit saja. Sepanjang perjalanan, Raja Aibon Kogila dan Bos Mamba asyik bersenda gurau dengan warga. Osea Sani beberapa rekannya mengikuti dengan sepeda motor. Setibanya di Kampung Wandoga, terlihat kembali kebersamaan rombongan Raja Aibon Kogila dengan warga Sani. Laki-laki dan perempuan bahkan anak-anak mengambil bagian, memikul batang kayu menuju rumah duka, sedikit beras dan anggur kupu, ditenteng oleh prajurit.

“Di tas ada duit, amplopin, ntar kasiin ke Bapak Stevanus Sondegau. Lumayan buat tambahan. Soalnya bekal yang kita bawa cuman dikit. Liat tuh, masyarakat banyak buanget,” bisik Raja Aibon Kogila kepada Letnan Inf. Kevin.

Beberapa warga yang sudah hadir di lokasi kedukaan memandang dengan wajah keheranan. Melihat prajurit TNI memikul kayu bersama warga Sani, berjalan beriringan menuju rumah duka. Lebih dari 200 pasang mata memandang ke arah rombongan Raja Aibon Kogila. Terdengar suara sambutan khas dari beberapa warga menyambut kedatangan TNI Angkatan Darat bersama rombongan warga Sani.

“Hormat. Terimakasih banyak Bapak,” begitulah yang diucapkan oleh warga menyalami rombongan Raja Aibon Kogila.

Letkol Inf. Ardiansyah alias Raja Aibon Kogila didampingi Bos Mamba dan Komandan Wira kemudian meminta izin bertemu dengan Bapak Stevanus Sondegau. Sambil menunggu, rombongan Raja Aibon Kogila mendengar banyak cerita dari Kepala Distrik Sugapa, yang juga merupakan adik dari Bapak Stevanus.

Ternyata, keluarga besa Sondegau ada juga yang menjadi anggota TNI, yang saat ini bertugas di Wamena. Panjang lebar Kepala Distrik bercerita, sambung menyambung dengan Gembala Yakob Sondegau. Ramainya Suasana siang itu karena mereka semua keluarga besar mendiang Oktavianus Sondegau, sang Kepala Suku Besar yang meninggal dunia beberapa tahun lalu.Bapak Stevanus yang kemudian datang menemui rombongan Raja Aibon Kogila juga ikut menimpali.

“Hormat. Terimakasih banyak Bapak. Ini kami keluarga besar. Makanya banyak sekali masyarakat. Nanti besok juga masih banyak yang akan datang kesini. Ada dari seberang, Bulapa, Galunggama, dan Mimitapa. Jadi minta tolong bapak, nanti kalau ada malam-malam yang lewat, itu semua keluarga. Hirmat,” kata Stevanus Sondegau kepada Raja Aibon Kogila.

“Tidak apa-apa Bapak. Kami sudah mengerti. Saya sudah pelajari budaya disini. Nanti teman saya kasi tau semua. Tadi saya dapat kabar dari Osea, ada duka ini. Jadi kami sekalian ambil kayu dulu karena Osea dan teman-teman Mamba disana sudah tumpuk kayu. Kita ambil kayu dulu, baru sama-sama kita bawa kesini. Kalo jalan dari Mamba kan jauh toh, makanya kita naik truk dulu, sekalian kita bawa sini sama-sama. Misalnya nanti kalo ada apa-apa bilang saja, kita saling bantu semua,” jelas Raja Aibon Kogila kepada Bapak Stevanus Sondegau.

Lama berbicara sambil bercerita dan menyampaikan rasa duka tak terasa hujan turun rintik-rintik. Sesuai rencana Raja Aibon Kogila dan Kapten Inf. Puji si Bos Mamba, rombongan juga tidak berlama-lama di Wandoga, mengingat keluarga besar mereka yang menjadi dari KST, pastinya berada di sekitar rumah duka, atau tidak bergabung bersama masyarakat. Raja Aibon Kogila dan rombongan kemudian pamit kembali ke Osea Sani dan rombongan warga Sani menyampaikan bahwa mereka akan tetap tinggal bersama keluarga duka.

Tak tahu apa yang dibicarakan masyarakat Wandoga pasca ditinggal oleh Raja Aibon Kogila dan rombongan. Tentunya, mereka akan bertanya-tanya, siapa Raja Aibon Kogila. Apalagi selama dua bulan ini, para prajurit TNI dibawah komando Raja Aibon Kogila telah banyak membuat hal-hal yang mungkin selama ini mereka tidak rasakan. Yang pasti, para Ksatria Kostrad dari Kabupaten Karawang, Jawa Barat ini akan selalu hadir menunjukkan Dharma Bhakti kepada Ibu Pertiwi, khususnya di tengah-tengah masyarakat Kabupaten Intan Jaya.(rls/red/sir/305/Tengkorak)

Editor: Lassarus Samosir, SE

Pos terkait