Dewan Kehormatan PWI Pusat TegaskanSeluruh Anggota dan Pengurus PWI Wajib Taati Aturan

  • Whatsapp

Kabupaten Malang, spiritnews.co.id – Seluruh anggota dan pengurus PWI se-Indonesia harus mentaati peraturan perundang-undangan, khususnya terkait di bidang pers, serta aturan organisasi, kode etik professi dan kode perilaku wartawan.

“Mari kita bersama-sama mengelola organisasi secara profesional, menjunjung Peraturan Dasar (PD), Peraturan Rumah Tangga (PRT), (PD PRT), dan mematuhi Kode Etik Jurnalistik (KEJ) dan Kode Perilaku Wartawan (KPW) dengan sebaik-baiknya. Letakkan semua hal di atas landasan regulasi dan etika profesi, bukan atas dasar kekuasaan,” kata Sasongko Tedjo, Sekretaris Dewan Kehormatan PWI Pusat, saat sidang Konferensi Kerja Nasional PWI di Kabupaten Malang, Jawa Timur, Senin (21/11/2022) pagi.

Bacaan Lainnya

Pada kesempatan itu, Sasongko mewakili Ketua Dewan Kehormatan PWI Pusat Ilham Bintang yang berhalangan hadir. Sasongko mendampingi Ketua Umum PWI Pusat Atal S Depari.

Ia menegaskan, tiga hal penting terkait tupoksi Dewan Kehormatan PWI. Peraturan organisasi PWI, PD PRT, KEJ, dan KPW berlaku untuk semua anggota. PWI tidak mengenal diskriminasi aturan hanya buat anggota, tetapi berlaku juga bagi seluruh pengurus PWI di semua tingkatan.

Dewan Kehormatan PWI adalah satu-satunya lembaga di PWI yang berhak menilai dan menjatuhkan sanksi bagi pelanggaran semua aturan organisasi yang bersifat final dan mengikat. Tidak terbatas hanya KEJ dan KPW, tetapi juga PD PRT. Oleh sebab itu putusan Dewan Kehormatan PWI wajib dilaksanakan oleh Pengurus Harian PWI, tidak ada tawar menawar apalagi membangkang.

Kasus ASN di PWI Sumatera Barat

Dewan Kehormatan PWI Pusat menilai dalam masa priode kepengurusan 2018 – 2023 masih ada sejumlah pelanggaran PD PRT, KEJ dan KPW yang dilakukan pengurus organisasi sendiri secara terang benderang. Di tingkat daerah maupun pusat, salah satu contoh mengukuhkan ASN menjadi anggota dan pengurus PWI.

Begitu juga upaya pelanggaran pembatasan masa jabatan pengurus melebihi dua kali dalam posisi sama. DK PWI telah memberi sanksi terhadap pelanggaran tersebut.

“Pelangaran- pelanggaran tersebut perlu segera dicegah supaya tidak meluas demi menjaga harkat, marwah, dan tertib organisasi yang menimbulkan citra buruk di masyarakat dan merusak tertib organisasi,” kata Sasongko.

Di depan peserta Konkernas PWI, Sasongko Tedjo melaporkan pula kegiatan Dwan Kehormatan PWI Pusat yang telah melaksanakan Rapat Koordinasi Dewan Kehormatan dengan Dewan Kehormatan Provinsi ( DKP PWI ) se-Indonesia pada tanggal 17 November 2022.

Rapat yang diselenggarakan secara daring (dalam jaringan) itu diikuti 29 peserta dari seluruh Indonesia. Rakernas Dewan Kehormatan PWI menghasilkan rumusan dan rekomendasi bagi organisasi PWI sesuai fungsi dan peran yang diamanatkan oleh PD PRT PWI, KEJ, dan KPW, hasil Keputusan Kongres PWI XXIV di Solo Tahun 2018. Isinya : “PENGUATAN PERAN DAN FUNGSI DK DAN DKP D]PERLUKAN DEMI MENJAGA HARKAT DAN MARTABAT WARTAWAN DAN ORGANISASI PWI”.

Dewan Kehormatan PWI Pengawal dan Menjaga Aturan

Sejauh ini Dewan Kehormatan PWI Pusat telah secara konsisten mengawal dan menjaga aturan -aturan organisasi. Dewan Kehormatan telah menindaklanjuti setiap pengaduan atas pelanggaran PD PRT, KEJ dan KPW yang merupakan satu kesatuan. Dewan Kehormatan bahkan telah menjatuhkan sanksi peringatan keras dan skorsing pada beberapa pengurus di tingkat pusat dengan pelbagai macam kasus.

Namun pada saat yang sama Dewan Kehormatan PWI prihatin karena masih banyak DKP yang belum difungsikan pengurus sebagaimana mestinya. Untuk itu perlu dilakukan penguatan peran secara aktif dalam kegiatan organisasi sesuai fungsinya.

Menurut Sasongko, Dewan Kehormatan PWI Pusat mencatat kelemahan pemahaman PD PRT, KEJ dan KPW sangat menonjol dalam priode ini. Bahkan banyak pengurus di tingkat pusat maupun daerah yang tidak membaca secara lengkap aturan organisasi, mengakibatkan terjadinya penafsiran sendiri beberapa aturan yang sebenarnya telah baku.

Kelemahan itu semakin terlihat dalam Konkernas di Malang. Ada peserta yang menanyakan wewenang Dewan Kehormatan PWI Pusat menjatuhkan sanksi atas pelanggaran yang dilakukan anggota dan pengurus PWI.

Menjawab hal tersebut, Sasongko menjelaskan bahwa Dewan Kehormatan memang diberi kewenangan mengawasi, mengontrol dan menjatuhkan sanksi kepada anggota dan pengurus PWI yang melakukan pelanggaran. Sanksi ini mengikat, sesuai PRT Pasal 22 ayat 1 dan KPW Pasal 26.

Seperti diatur secara khusus dalam KPW, DK tidak hanya berwenang melakukan pengawasan terhadap wartawan anggota PWI dalam menjalankan tugas profesi, melainkan juga dalam menjalankan roda organisasi.

Sasongko menyebutkan, pada Pasal 20 KPW, Dewan Kehormatan berwenang memberikan sanksi terhadap pelanggaran Kode Perilaku Wartawan. Jenis sanksi, yakni peringatan, peringatan keras, pemberhentian sementara (skorsing), dan pemberhentian tetap.

Pada Pasal 21 disebut pula, sanksi yang diberikan atas pelanggaran sepenuhnya merupakan kewenangan dan otoritas Dewan Kehormatan PWI Pusat dan merekomendasikan hasil keputusan dan atau ketetapan hasil pemeriksaannya kepada Pengurus PWI, untuk dilaksanakan.

Bahkan, pada Pasal 24 ayat d, Dewan Kehormatan diberi wewenang pula untuk mengumumkan atau tidak mengumumkan keputusan yang telah diambil oleh Dewan Kehormatan.
Menurut Sasongko, terhadap wewenang dan sosialisasi Dewan Kehormatan PWI tersebut, program sosialisasi seluruh aturan PWI mendesak ditingkatkan dengan melibatkan Dewan Kehormatan dan DKP. Ini agar semua kalangan memahami semua aturan organisasi.

“Sosialisasi sangat perlu ditingkatkan agar semua anggota PWI tidak melakukan pelanggaran,” tegasnya.

Disebutkan, penguatan peran dan fungsi DK dan DKP se Indonesia sangat penting dan mendesak sebagai bagian kekuatan kontrol dan penyeimbang. Sebab, hanya lembaga Dewan Kehormatan yang diberi wewenang mengawasi dan mengontrol ketaatan anggota dan pengurus organisasi serta menjatuhkan sanksi yang mengikat (PRT Pasal 22 ayat 1 dan KPW Pasal 26).

Seperti diatur secara khusus dalam aturan KPW, Dewan Kehormatan tidak hanya berwenang melakukan pengawasan terhadap wartawan anggota PWI dalam menjalankan tugas profesi melainkan juga dalam menjalankan roda organisasi. Ini belum dipahami sebagian anggota.

Ia mengingatkan Pengurus Harian PWI dan Dewan Kehormatan atau DKP sebagai satu kesatuan Pengurus PWI Pusat yang dipilih dalam Kongres dan konferensi dengan tugas dan fungsi masing masing. Untuk itu Dewan Kehormatan DKP dan Pengurus Harian PWI ditingkat pusat dan daerah harus saling menghormati dalam menjalankan tugas bersama dengan menjalin komunikasi yang baik berdasarkan prinsip keakraban fungsional. Posisi Dewan Kehormatan dan DKP mengawal kepengurusan PWI di Pusat dan Provinsi agar sukses dan berjalan baik tanpa ada pelanggaran terhadap PD PRT, KEJ dan KPW.

Dewan Kehormatan dan DKP menyadari sebagai lembaga yang diberikan kewenangan tunggal dan mutlak dalam memutuskan dan memberikan sanksi atas terjadinya pelanggaran PD PRT, KEJ dan KPW ( PRT Pasal 22 ayat 1 dan KPW Pasal 26) haruslah dapat menjalankan fungsinya secara baik dan konsisten semata hanya demi kepentingan organisasi.

Pengalaman dan perjalanan selama 4 tahun ini memberikan diskursus dan pembelajaran penting bagi organisasi bahwa dalam kenyataannya peran dan fungsi Dewan Kehormatan dan DKP bisa sekaligus menjalankan fungsi penyeimbang atau check and balance karena pelanggaran yang terjadi bisa dilakukan dan bahkan pengurus sendiri dalam menjalankan organisasi. Tanpa kewenangan itu, pelanggaran- pelanggaran organisasi oleh pengurus tidak bisa ditangani.

Sesuai PD PRT, pengurus PWI memang dapat mempertanggungjawabkan kepengurusannya dalam kongres atau konferensi. Namun Dewan Kehormatan dan DKP, sesuai PD PRT dan KPW yang sama berkewajiban dan memiliki hak untuk menjalankan tugas dan fungsinya setiap saat. Adapun keputusan Dewan Kehormatan dan DKP tergantung pada jenis pelanggarannya. Hal ini perlu dipahami bersama dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya oleh semua pihak.

“Mari kita bersama-sama mengelola organisasi secara profesional, menjunjung PD PRT, dan mematuhi KEJ dan KPW dengan sebaik-baiknya. Letakkan semua hal di atas landasan regulasi dan etika profesi, bukan atas dasar kekuasaan,” ajak Sasongko.(ops/sir)

Editor: Lassarus Samosir, SE

Pos terkait