Kota Banda Aceh, spiritnews.co.id – Beredarnya tiga nama calon Direktur Bank Aceh Syariah (BAS) sesuai rekomendasi Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) menuai kontroversi hingga protes dari berbagai kalangan. Ternyata, ketiga nama calon Direktur BAS yakni Muhammad Syah, Nanang Hendriana dan Asep Sarifuddin dari eksternal BAS diduga tidak pernah mengikuti sekolah tinggi perbankan di LIPI.
“Hasil rekomendasi LIPI ini sungguh diragukan, bahkan publik diduga adanya pengaturan dan peran kuat dari komisaris dan Komite Remunerasi dan Nominasi (KRN) dalam hal rekomendasi ini. Untuk itu kita meminta Pj Gubernur Aceh sebagai pemegang saham pengendali (PSP), Walikota dan Bupati se-Aceh sebagai pemegang saham serta otoritas jasa keuangan (OJK) menolak hasil rekomendasi LIPI yang disampaikan oleh KRN tersebut,” kata Ketua Umum Forum Paguyuban Mahasiswa dan Pemuda Aceh (FPMPA) Muhammad Jasdi kepada wartawan, Kamis (8/12/2022) malam.
Dia mengaku heran, bagaimana mungkin LPPI mengeluarkan rekomendasi untuk nama-nama yang tak pernah mengikuti jenjang sekolah tinggi perbankan.
“Tentunya menjadi pertanyaan, apa yang menjadi indeks sehingga LPPI mengeluarkan rekom tersebut. Ini harus dijelaskan ke publik, jika tidak maka publik wajar menduga ada potensi pengaturan, intervensi tertentu hingga indikasi KKN dalam proses rekomendasi calon dirut BAS tersebut,” katanya.
Dikatakan, polemik pemilihan Dirut BAS bukanlah persoalan yang enteng karena hal ini menyangkut nasib perekonomian rakyat Aceh. BAS yang merupakan bank kebanggaan Rakyat Aceh adalah harapan penopang ekonomi Aceh. Jika pemilihan dirut-nya dilakukan asal-asal sesuai pengaturan KRN atau komisaris, maka hal ini akan berimbas kepada kemajuan ekonomi Aceh ke depan.
Menurutnya, sejak awal memang sudah tercium ke publik adanya upaya tertentu untuk mengatur agar Dirut BAS dipegang oleh pihak eksternal. Mungkin KRN sudah baca peluang itu, apalagi dengan adanya historis suram antara Pj Gubernur Aceh sebagai PSP dengan manajemen BAS ketika dirinya masih menjabat Pangdam di Aceh saat itu terkait CSR.
“Hal ini berpotensi diatur untuk meloloskan kandidat sesuai keinginan komisaris, tanpa memikirkan dampaknya kepada masa depan BAS dan ekonomi Aceh. Kami menduga ada pesanan dan bahkan sudah ada nama yang dibulatkan/dilingkarkan. Jika memang sudah ada yang dipaksakan harus jadi, maka apa gunanya dilakukan asesmen itu. KRN harus jujur kepada publik,” jelasnya.
Ia meyakini, baik Pj Gubernur sebagai PSP maupun Bupati dan Walikota sebagai pemegang saham BAS tidak menginginkan bank plat merah itu mengalami kemunduran. Jika pemilihan Dirut dilakukan tanpa melihat track record dan indeks yang jelas maka Aceh akan sangat dirugikan. Apalagi jika pihak eksternal yang dipaksakan untuk memimpin BAS, maka akan berdampak kepada etos kerja karyawan, ketidaksesuaian kebijakan karena keterbatasan pemahaman terhadap situasi dan kondisi. Jika itu terjadi, mau dibawa kemana BAS ini.
“Proses assesmen hingga pemilihan Dirut BAS ini harus ditinjau ulang dan dilakukan kembali secara profesional dan terbuka. Jika memang KRN dan komisaris BAS terlalu memaksakan keinginannya, maka PSP dan pemegang saham juga harus tegas, sebelum proses pemilihan direksi dilakukan, maka ganti dulu komisaris BAS jika dianggap sebagai boomerang yang membuat bank kebanggaan rakyat Aceh itu semakin semrawut,” ungkapnya.(mah/rls/sir)