AMERIKA SERIKAT masa ini menghadapi pandemi yang sedang berlangsung dan mengakibatkan gangguan ekonomi dan sosial, konflik yang sedang berlangsung di Timur Tengah, hubungan yang sangat tegang dengan Eropa, dan krisis iklim yang semakin dalam.
Penulis : Nagari Yanottami
Mahasiswa Hubungan Internasional, Universitas Muhammadiyah Malang
Amerika Serikat juga akan menghadapi peluang, termasuk pemulihan pasca-pandemi. Kebijakan luar negeri Presiden Joe Biden pada dasarnya lebih menekankan pada multilateralisme dan diplomasi.
Menurut Biden, multilateralisme bukanlah kebijakan yang sempurna, tetapi hal ini merupakan pilihan terbaik untuk menangani masalah kebijakan luar negeri. Biden berencana menghapus tarif sepihak yang diberlakukan oleh Presiden Donald Trump dengan mendukung pendekatan multilateralisme.
Mengatasi wabah Covid – 19 merupakan prioritas kebijakan jangka pendek utama Biden seperti bergabung kembali ke dalam organisasi WHO, berjanji untuk meningkatkan sumber daya dan otoritas badan tersebut, dan mendukung kerangka kerja COVAX untuk pengembangan vaksin bersama, manufaktur, dan distribusi yang adil.
Pandemi ini juga mengungkap kesenjangan yang telah menyerang jutaan orang Amerika selama beberapa dekade. Untuk itu, Biden berusaha menemukan cara yang tepat untuk mencegah pencurian kekayaan intelektual atau memanipulasi mata uang mereka untuk mendapatkan keuntungan yang tidak adil.
Selain itu, AS akan memerangi korupsi, karena hal ini akan merugikan AS dan kebijakan perdagangan diharuskan untuk menjelaskan cara membantu memperluas kelas menengah Amerika, menghasilkan pekerjaan baru yang lebih baik dan menguntungkan semua orang Amerika.
Selain mengatasi pandemi Covid – 19, pembelaan kebebasan adalah bagian dari agenda multilateral Biden yaitu dengan bersedia untuk menjadi tuan rumah konferensi untuk demokrasi di awal masa kepresidenannya dimana hal ini gagal pada saat pemerintahan Donald Trump yang saat itu menutup mata terhadap pelanggaran hak asasi manusia di luar negeri dan Trump telah melanggar norma-norma demokrasi AS yang berpuncak pada upayanya untuk membatalkan hasil pemilu November 2020 dan meminta penggeledahan Capitol AS.
Untuk mengantisipasi hal itu terjadi kembali, Joe Biden memperhitungkan kembali bekerja sama dengan negara-negara yang menutup mata terhadap pelanggaran hak asasi manusia. Hal ini untuk mengatasi bahaya bagi pemerintah perwakilan seperti propaganda asing dan campur tangan pemilu.
Perubahan paling signifikan dalam kebijakan luar negeri Biden adalah peningkatan terhadap perubahan iklim menjadi bahaya tingkat atas bagi keamanan nasional AS. Presiden Joe Biden menyatakan Amerika Serikat kembali ke Perjanjian Iklim Paris pada saat hari pertama menjabat.
Biden menandatangani perintah untuk mempercepat dekarbonisasi ekonomi AS, dengan tujuan mencapai emisi nol bersih pada tahun 2050. Sebelum Konferensi Glasgow akhir tahun 2021, Biden mengadakan konferensi Hari Bumi pada 22 April 2021.
Kemudian, Biden juga ingin menekan para pemimpin dunia untuk target ambisius. Sebelum diadakannya konferensi keanekaragaman hayati di Kunming, Biden berkomitmen untuk melestarikan 30% daratan dan laut AS dari eksploitasi manusia pada tahun 2030, dengan mengasosiasikan melalui gerakan “30 by 30” untuk mencapai hal yang sama bagi seluruh Bumi.
Potensi Kerjasama dengan Indonesia
Dengan terpilihnya Presiden Biden, Indonesia memiliki beberapa peluang kerja sama, antara lain :
- Potensi penguatan rupiah akibat sentimen pasar global terhadap dolar AS
- Potensi peningkatan ekspor komoditas Indonesia (seperti tekstil) ke AS sebagai dampak dari pemulihan ekonomi AS dan kebijakan stimulus fiskal
- Potensi kenaikan harga komoditas ekspor Indonesia, seperti batu bara dan minyak sawit mentah, serta peningkatan volume ekspor perdagangan Indonesia ke Amerika Serikat
- Potensi untuk memperluas kerja sama ekonomi kedua negara
- Potensi untuk lebih memfasilitasi pemberian beasiswa, penelitian, pergerakan ahli, dan sektor kesehatan untuk bermitra dan bekerja di pasar AS dengan dibukanya pekerja migran.
Penggunaan fasilitas Generalized System of Preference (GSP) merupakan salah satu kemungkinan kerja sama antara Indonesia dan Amerika Serikat. Sejak 1974, Amerika Serikat telah memberikan negara-negara berkembang di seluruh dunia program pembebasan bea masuk sepihak yang dikenal sebagai GSP.
Indonesia mendapatkan GSP pertama kali pada tahun 1980. Setelah Cina, Jepang, dan Singapura, Amerika Serikat merupakan mitra komersial terbesar keempat bagi Indonesia. Makanan laut, karet, sepatu kulit, tekstil, alas kaki, furnitur, dan minyak sawit termasuk di antara ekspor Indonesia ke Amerika Serikat.
Indonesia juga akan terus mendorong pengembangan Limited Trade Agreement (LTD). Kesepakatan ini berpotensi meningkatkan perdagangan antara Indonesia dan Amerika Serikat menjadi $60 miliar pada tahun-tahun mendatang.(*)