Audit Subtantif : Kebijakan Akutansi dalam Kewajiban Jangka Pendenk

  • Whatsapp

KEBIJAKAN akuntansi kewajiban atau hutang adalah salah satu bab dalam kebijakan akuntansi pemerintah pusat. Kebijakan akuntansi kewajiban/hutang terdapat dalam Permenkeu 255/PMK.05/2019 tentang Kebijakan Akuntansi Pemerintah Pusat.

Penulis : Ferisa Rahayu Pradita

Bacaan Lainnya

Mahasiswi Akuntansi Universitas Muhammadiyah Malang

Permenkeu 255/PMK.05/2019 tentang Kebijakan Akuntansi Pemerintah Pusat melaksanakan ketentuan Pasal 7 ayat (2) huruf o Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Menteri Keuangan berwenang untuk menetapkan Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Negara. Dalam Kebijakan AKuntansi Kewajiban/Utang, Kewajiban diklasifikasikan menjadi 2 (dua) kelompok, yaitu kewajiban jangka pendek dan kewajiban jangka panjang.

Kewajiban umumnya timbul karena konsekuensi pelaksanaan tugas atau tanggung jawab untuk bertindak yang terjadi di masa lalu. Kewajiban dapat dipaksakan menurut Hukum sebagai konsekuensi dari kontrak yang mengikat atau perundang-undangan.

Permenkeu 255/PMK.05/2019 tentang Kebijakan AKuntansi Pemerintah Pusat mencabut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 219/PMK.05/2013 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 224/PMK.05/2016, dan dinyatakan tidak berlaku.

Permenkeu 255,PMK.05/2019 tentang Kebijakan Akuntansi Pemerintah Pusat bermaksud untuk memberikan kepastian pengaturan penyelenggaraan Akuntansi dan Pelaporan Keuangan berdasarkan prinsip-prinsip, dasar-dasar, konvensi-konvensi, aturan-aturan, dan praktik-praktik spesifik yang dipilih dalam penyusunan dan penyajian

Laporan Keuangan di lingkungan Pemerintah Pusat, perlu mengatur Kembali ketentuan mengenai kebijakan Akuntansi pada Pemerintah Pusat. Salah satunya adalah Kebijakan Akuntansi Piutang.

Permenkeu 255/PMK.05/2019 tentang Kebijakan Akuntansi Pemerintah Pusat ditetapkan di Jakarta pada tanggal, 31 Desember 2019 oleh Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati. Permenkeu 255/PMK.05/2019 tentang Kebijakan Akuntansi Pemerintah Pusat diundangkan di Jakarta pada tanggal, 31 Desember 2019 oleh Dirjen Peraturan Perundang-undangan Kemenhunkam RI, Widodo Ekajahjana.

Agar setiap orang mengetahuinya, Permenkeu 255,PMK.05/2019 tentang Kebijakan Akuntansi Pemerintah Pusat ditempatkan dalam Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 1792. Kewajiban umunya timbul karena konsekuensi pelaksanaan tugas atau tanggung jawab untuk bertindak yang terjadi di masa lalu. Kewajiban dapat dipaksakan menurut Hukum sebagai konsekuensi dari kontrak yang mengikat atau peraturan Perundang-undangan.

Definisi Kewajiban Jangka Pendek meruapakan kewajiban yang diharapkan akan dibayar Kembali atau jatuh tempo dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal neraca. Secara umum dalam konteks pemerintah.

Kewajiban Jangka Pendek dapat muncul antara lain karena :

  1. Penggunaan sumber pembiayaan berupa pinjaman yang bersifat jangka pendek dari masyarakat dan Lembaga keuangan.
  2. Perikatan dengan pegawai yang bekerja pada p
  3. Kewajiban kepada masyarakat luas dalam tempo kurang lebih dari 1 (satu) tahun, yaitu kewajiban tunjangan, kompensasi, ganti rugi, kelebihan setoran pajak dari wajib pajak, atau kewajiban dengan pemberi jasa lainnya.
  4. Kewajiban kepada entittas lainnya sebagai konsekuensi alokasi/realokasi pendapatan atau anggaran
  5. Kewajiban kepada Lembaga Internasional karena menjadi anggota yang harus memberikan iuran secara rutin dalam tempo kurang satu tahun.

Jenis-jenis Kewajiban Jangka Pendek terdapat beberapa jenis, yakni: Utang transfer, Utang bunga, Utang kepada pihak ketiga. Utang Jangka Pendek lainnya terdiri atas, Pendapatan diterima di muka, Utang biaya, Kewajiban pada pihak lain, Surat perbendaharaan Negara, Kewajiban diestimasi.

Secara umum, kewajiban diakui jika besar kemungkinan bahwa pengeluaran sumber daya ekonomi akan dilakukan untuk menyelesaikan kewajiban yang ada sampai dengan pada tanggal pelaporan, dan perubahan atas kewajiban tersebut mempunyai nilai penyelesaian yang dapat diukur dengan andal. Kewajiban diakui pada saat dana pinjaman diterima oleh Pemerintah atau dikeluarkan oleh kreditur sesuai dengan kesepakatan, dan/atau pada saat kewajiban timbul.

Kewajiban Jangka Pendek dicatat sebesar nilai nominal. Apabila Kewajiban Jangka Pendek tersebut dalam bentuk mata uang asing maka harus dijabarkan dan dinyatakan dalam uang Rupiah dengan menggunakan kurs tengah Bank Sentral pada akhir periode pelaporan.

Penyejian,Pengungkapan Kewajiban Jangka Pendek harus disajikan dalam Neraca dan Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK). Penyejian Utang dalam mata uang asing tertera pada neraca menggunakan kurs tengah Bank Sentral pada tanggal pelaporan.

Selisih penjabaran pos utang dalam mata uang asing antara tanggal transaksi dan tanggal pelaporan dicatat sebagai pendapatan selisih kurs yang belum terealisasi atau beban kerugian kurs belum terealisasi.

Berdasarkan pengertian hutang jangka pendek ini maka bisa dipahami dengan baik bahwa hutang ini tidak akan menjadi beban yang berlarut-larut. Bagaimanapun juga pihak yang berhutang harus melunasi kewajibannya dalam waktu singkat. Itulah mengapa hutan ini juga disebut sebagai liabilitas lancar dan diharapkan bisa lunas dalam siklus operasi normal yang singkat.

Jenis hutang ini juga memiliki nominal yang jelas. Ada yang menggunakan sistem bunga dan ada juga yang tidak, tergantung bagaimana ketentuan dari pihak kreditur. Sistemnya yang berjalan singkat membuat jenis hutang ini biasanya tidak membutuhkan bentuk agunan atau jaminan apapun. Penting untuk dipahami bahwa hutang jangka pendek ini memiliki beberapa jenis.

Berikut adalah beberapa jenis dan contoh hutang dengan jangka waktu pendek yang banyak dimanfaatkan di Indonesia:

  1. Hutang Dagang

Jenis hutang jangka pendek yang pertama adalah hutang dagang. Ini merupakan jenis hutang yang dibutuhkan oleh sebuah perusahaan atau pelaku usaha demi mendapatkan barang atau jasa untuk kebutuhan dagang. Hutang jenis ini sangat umum dilakukan dan harus dibayar secepatnya dalam jangka waktu singkat.

  1. Hutang Wesel

Berikutnya ada hutang wesel yang juga populer dimanfaatkan masyarakat. Hutang ini merupakan bentuk pinjaman yang dilakukan oleh seorang pelaku usaha atau perusahaan dengan memakai bukti tertulis berupa surat wesel. Surat wesel ini mencantumkan informasi debitur dan kreditur tanpa ada syarat maupun jaminan apapun.

  1. Hutang Biaya

Contoh hutang jangka pendek lainnya adalah hutang biaya. Ini merupakan jenis hutang yang berasal dari pengakuan akuntansi terhadap biaya yang sudah dikeluarkan. Hanya saja biaya tersebut tidak segera dilunasi oleh perusahaan atau pelaku usaha. Contoh spesifiknya bisa berupa insentif, upah atau gaji, biaya sewa, dan lain sebagainya.

  1. Dividen

Ada juga hutang dengan jangka pendek dalam bentuk dividen. Ini merupakan jenis utang yang diberikan kepada investor. Jadi investor ini akan mendapatkan hutang yang kemudian dipakai sebagai modal investasi. Nantinya, pelunasan hutang ini akan menggunakan metode pembagian keuntungan atau dividen. Jadi bisa dikatakan bahwa investor tersebut tidak akan merasakan hutangnya dilunasi sedikit demi sedikit.

  1. Pendapatan Diterima di Muka

Bentuk lain dari hutang dengan jangka pendek adalah pendapatan diterima di muka. Ini merupakan jenis hutang yang dilakukan perusahaan agar bisa mendapatkan sebagian pelunasan sebelum nantinya konsumen menerima jasa atau barang.

Singkatnya, ini merupakan jenis utang dalam bentuk uang muka dan konsumen harus segera melunasi sisa biaya yang belum dibayarkan tadi secepatnya. Hutang jangka pendek memiliki siklus yang sangat singkat. Maka bisa menjadi solusi tepat bagi perusahaan atau pelaku usaha.(*)

Editor: Lassarus Samosir, SE

Pos terkait