Kabupaten Cianjur, spiritnews.co.id – Politic Social and Goverment Studies (Poslogis) mendesak Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Cianjur, Jawa Barat, agar menarik dana stimulan perbaikan rumah warga yang terdampak gempa bumi beberapa waktu lalu.
Menurutnya, Asep Toha, Direktur Politic Social and Goverment Studies (Poslogis), pada dokumen permohonan penarikan 40 persen dana stimulan dan pernyataan, pada point 5 (lima) menyebutkan, penarikan sisa dana stimulan perbaikan rumah sebesar 60 (enam puluh) persen lagi akan saya lakukan setelah proses renovasi/perbaikan rumah telah selesai 100 (seratus) persen menurut penilaian tim tekhnis.
“Klausul tersebut menurut pendapat saya adalah adanya kesalah tafsiran atas pernyataan Presiden pada tanggal 8 Desember 2022. Presiden menyebutkan, Secara bertahap, 40 persen dulu. Kalau sudah selesai, dicairkan lagi tahap berikutnya. Saya titip bantuan ini benar-benar dibangunkan rumah kembali,” kata Asep Toha kepada spiritnews.co.id, melalui siaran persnya, Rabu (4/1/2023).
Dikatakan, sesuai amanat Presiden ini mengandung tafsir bahwa sisa dari pembayaran 60 persennya adalah setelah progres pembangunan 40 persen juga, bukan telah selesai 100 persen pembangunan. Hal ini diperkuat dalam dokumen Brief Info Kunker Menko Pmk Mendampingi Bapak Wakil Presiden Peninjauan Gempa Cianjur Tanggal 4 Januari 2023, pada halaman 4 (empat) tertulis, Sudah disalurkan ke rekening penerima manfaat sebanyak 40%, sisanya 60% akan diserahkan setelah progress pembangunan mencapai 40%.
“Jika pihak Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan pihak Bank Mandiri Cabang Cianjur tetap mempertahankan klausul 60 persen setelah 100 persen pembangunan, kasihan mereka yang tidak punya uang. Dari mana mereka harus nalangin dulu uang sebesar itu. Apalagi ada batasan sampai Bulan April 2023. Ini maknanya harus selesai 100 persen pada Bulan April 2023. Siapa yang menjamin, kalau mereka yang tidak punya uang, akan selesai 100 persen pada Bulan April?”, katanya.
“Karena tidak punya uang, akhirnya pembangunan mengantung hanya 40 persen. Mau sampai kapan. Sementara semua dana stimulan tersebut sudah masuk pada rekening penerima. Namun tidak bisa dicairkan. Ini sama saja dengan merampas hak masyarakat terdampak,” tambahnya.
Dikatakan, pada point dua juga menyebutkan, setelah menerima 40 persen dana stimulan perbaikan rumah, saya siap dan segera merenovasi/memperbaiki rumah milik saya dan tidak akan lagi menetap di lokasi pengungsian.
“Yang saya garis bawahi adalah dan tidak akan lagi menetap di lokasi pengungsian. Artinya, semua hak masyarakat terdampak, yaitu Dana Tunggu Hunian (DTH) sudah disalurkan jika klausul ini dicantumkan,” ujarnya.
Sepengetahuannya, pada tanggal 6 Desember 2022 Pemda Cianjur melalui Asda II, H. Budi Rahayu Toyib, menyebutkan, Anggaran DTH yang awalnya sebesar Rp 500 ribu per bulan kini berubah menjadi Rp 600 ribu diberikan untuk satu kepala keluarga. Bantuan tunai DTH ini diberikan per kepala keluarga yang akan diverifikasi oleh tim. Maka pertanyaannya, apakah dana ini sudah tersalurkan?
“Jika melihat point dua pada Surat Permohonan, harusnya DTH tersebut sudah tersalurkan sebelum dana stimulan yang 40 persen tersebut dicairkan. Jika belum, maka pertanyaanya ke mana dana tersebut,” ucapnya.
Oleh karena itu, jika memang belum tersalurkan, segera salurkan DTH dan anggaran Huntara tersebut kepada yang berhak jika klausulnya seperti itu. Kecuali ada perubahan klausul.
Sebagaimana diketahui DTH ini sumbernya dari Dana Siap Pakai (DSP) BNPB. DSP ini diajukan oleh Kepala Daerah kepada BNPB dengan melampirkan SK Tanggap Darurat dan SK penetapan calon penerima bantuan. DSP sendiri terbagi dua, yaitu untuk bantuan pembangunan rumah dan pra pembangunan. Untuk pra pembangunan dibagi dua yaitu, pembuatan hunian sementara (Huntara) bagi yang rusak ringan dan sedang dan DTH untuk yang rusak berat.(*)