RESESI EKONOMI adalah penurunan aktivitas ekonomi secara signifikan dalam waktu lama yang ditandai oleh kondisi stagnan mulai dari berbulan-bulan hingga tahunan. Resesi ekonomi bisa memicu menurunnya keuntungan perusahaan, meningkatkan angka pengangguran, dan bahkan kebangkrutan ekonomi.
Penulis : Salsabillah Putri Alifia
Mahasiswi Akuntansi, Universitas Muhammadiyah Malang
Resesi ekonomi dapat mengakibatkan penurunan secara simultan pada seluruh aktivitas ekonomi seperti lapangan kerja, investasi, dan keuntungan perusahaan. Jika melihat kondisi secara global, menurut saya, Indonesia berpotensi cukup tinggi mengalami resesi di tahun ini, yakni 2023.
Hal disebabkan adanya beberapa faktor pemicu resesi ekonomi global yang dikhawatirkan akan terjadi tahun ini, yaitu:
- Pandemi Covid-19
Pandemi Covid-19 memang sudah mulai mereda dan banyak negara yang telah membebaskan warganya untuk beraktivitas seperti biasa. Namun pada saat meluasnya wabah Covid-19 pada awal tahun 2020 sampai dengan awal tahun 2022, aktivitas ekonomi global menurun drastis.
Setiap negara lebih fokus menangani Covid-19 dan menerapkan pembatasan aktivitas, termasuk aktivitas ekonomi. Akibatnya, pertumbuhan ekonomi secara global pun mengalami kontraksi. Indonesia juga sempat mengalami resesi ekonomi pada akhir tahun 2020 akibat pandemi Covid-19.
- Perang Rusia-Ukraina
Belum pulih perekonomian global akibat pandemi Covid-19, meletus Perang Rusia-Ukraina. Perang Rusia-Ukraina yang berlangsung sejak bulan Februari lalu, telah menghilangkan PDB global hingga USD2,8 triliun.
Perang Rusia Ukraina mengganggu rantai pasok global sehingga menimbulkan krisis terutama di sektor pangan dan energi, yang pada akhirnya mengakselerasi laju inflasi. Perang Rusia-Ukraina merupakan faktor utama penyebab terjadinya resesi ekonomi global yang diprediksi akan terjadi pada tahun 2023.
- Kenaikan suku bunga acuan
Tekanan inflasi di negara Barat dan AS membuat bank sentral terus menaikkan suku bunga acuan untuk mengendalikan inflasi. Selama tahun 2022, Bank of England telah menaikkan suku bunga acuan sebesar 200 basis poin. Sementara The Fed telah menaikkan suku bunga acuan sebesar 300 basis poin.
Merespons hal tersebut, Bank Indonesia ikut menaikkan suku bunga acuan sebesar 50 basis poin menjadi 4,25%. Kenaikan suku bunga acuan secara bersamaan yang dilakukan oleh bank-bank sentral di seluruh dunia akan memberikan dampak terhadap pertumbuhan ekonomi dan dapat menyebabkan terjadinya resesi ekonomi global.
- Penurunan permintaan global
Akhir-akhir ini perusahaan di banyak negara mulai mengurangi hasil produksinya karena permintaan global mengalami penurunan. Hal ini menunjukkan kelesuan ekonomi dan menyebabkan pertumbuhan ekonomi secara global akan berkontraksi.
Prediksi tersebut, terasa semakin nyata dengan beberapa indikasi yang sudah mulai terjadi, seperti kenaikan suku bunga acuan secara agresif yang dilakukan bank sentral berbagai negara dalam upaya meredam laju inflasi. Indikasi lainnya, perusahaan di banyak negara mulai mengurangi produksi karena menurunnya permintaan global.
Kemudian, menguatnya dollar Amerika Serikat (AS) terhadap hampir seluruh mata uang di dunia, fenomena yang biasa disebut ultradollar. Kondisi ini menunjukkan banyak investor memilih menempatkan dananya pada mata uang dollar AS karena dianggap lebih aman. Fenomena ultra-dollar memberi sinyal yang sangat kuat bahwa ekonomi dunia sedang bergerak menuju resesi.(*)