Hari Solidaritas Kemanusiaan Internasional, Namun Masih Terjadi Pembullyan

  • Whatsapp

HARI SOLIDARITAS Kemanusiaan Internasional diperingati sebagai salah satu upaya agar meningkatkan kesadaran masyarakat dunia mengenai pentingnya solidaritas. Namun, masih banyak para manusia yang merundung sesama manusia mengenai suatu perbedaan. Mereka tidak segan untuk melakukan kekerasan dalam pembullyan tersebut.

Penulis : Kayla Fathimah Cahyani

Bacaan Lainnya

Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang

Pembullyan bisa berupa kekerasan fisik maupun kekerasan mental. Makin berkembangnya zaman, makin banyak pula kasus pembullyan di Indonesia. Teknologi juga bisa menjadi salah satu pemicu terjadinya pembullyan.

Contohnya, melalui ketikan dan sosial media, seseorang yang anda kirimi kata-kata tidak pantas bisa saja mentalnya menjadi hancur atau lebih parahnya bisa terkena gangguan jiwa karena ketikan-ketikan tersebut. Maka dari itu, anak-anak dibawah 12 tahun seharusnya tidak boleh diberikan teknologi berupa handphone karena dampak negatif yang begitu banyak.

Akhir-akhir ini, kita sudah mendapatkan banyak sekali kasus pembullyan yang melibatkan remaja ataupun anak kecil. Para anak yang masih dibawah umur seharusnya masih dalam pengawasan orang tua. Jika mereka berada di sekolah, maka gurulah yang bertanggung jawab mengawasi kegiatan yang dilakukan sang anak.

Mereka belum bisa membedakan mana yang baik dan benar. Mereka hanya melihat lalu mencontoh apa yang mereka lihat dari perlakuan orang tua. Selain mengawasi, para orang dewasa seharusnya bisa lebih memberi pembelajaran kepada anak-anaknya. Mereka harus lebih sering memberi contoh yang baik agar anak-anak itu tidak melakukan hal yang tidak seharusnya dilakukan.

Salah satu kasus yang beberapa bulan ini sedang hangat diperbincangkan yaitu pembullyan yang dihadapi oleh anak SMP di Kota Bandung. Kejadian ini diawali dengan permainan yang disebut dengan ‘cek ketampanan’. Permainan ini seharusnya menjadi ajang hiburan bagi anak-anak tersebut, tetapi malah berakhir dengan aksi kekerasan yang dilakukan salah satu siswa terhadap teman sekelasnya.

Anak-anak tersebut bermain menggunakan helm yang kemudian dipukul dari belakang. Orang tua korban yang mengetahui kejadian tersebut pun akhirnya melaporkan masalah tersebut ke pihak yang berwajib. Pihak berwajib pun sampai harus bertanya kepada teman sekelasnya untuk dijadikan saksi atas kejadian yang sebenarnya terjadi.

Inilah mengapa seperti yang sudah saya singgung bahwa guru seharusnya bisa mengawasi anak muridnya di sekolah. Kemungkinan kejadian ini tidak hanya sekali ataupun dua kali dialami oleh sang korban. Kita tidak tahu latar belakang sang korban, sampai teman-temannya berani untuk melakukan hal tidak pantas seperti itu.

Biasanya, mereka mempunyai masalah atau trauma di lingkungan rumah yang membuat mereka susah untuk berbaur dan dianggap berbeda oleh anak-anak lain. Adapun siswa Sekolah Dasar yang dikeroyok teman sendiri. Dampaknya, leher siswa yang menjadi korban itu patah sehingga diharuskan masuk ke rumah sakit untuk ditindaklanjuti.

Kalau sudah seperti ini, orang tua hanya bisa bersedih melihat anaknya yang berada di tempat tidur rumah sakit dengan selang terpasang di badannya. Kejadian-kejadian tersebut bisa membuat sang korban, orang tua, maupun orang-orang yang ada di tempat kejadian menjadi trauma dengan segala hal.

Perilaku merundung bisa menimbulkan berbagai efek negatif bagi korban, seperti gangguan mental, mulai dari cemas yang berlebihan, rasa marah yang meluap, depresi, rendah diri, kualitas tidur menurun, keinginan menyakiti diri sendiri, hingga bunuh diri.

Mereka juga akan mereka tidak bersemangat untuk berangkat ke sekolah karena masih terbayang hal yang membuat dirinya ketakutan. Selain itu, mereka pasti akan menarik diri dari lingkungan sosial sehingga tidak mau berinteraksi dengan orang asing disekitarnya.

Bukan hanya kesehatan psikologis, efek negatif bullying juga dapat terlihat dari keluhan fisik, seperti sakit kepala, sakit perut, jantung berdetak kencang, dan nyeri kronis. Salah satu dokter juga mengatakan bahwa mereka bisa saja menyalahgunakan obat terlarang karena sudah berada di tingkat depresi yang sangat tinggi. Dan dampaknya bahkan bisa berlangsung hingga dewasa.

Maka dari itu, kita sebagai manusia harus bisa lebih sadar dengan manusia lain. Mungkin saja ia membutuhkan bantuan karena masalahnya, atau mempunyai perbedaan yang harus kita maklumi dan tidak boleh mengoloknya. Mendidik anak dengan kasih sayang adalah hal penting yang orang tua harus ingat.

Apabila sudah salah sedikit mendidik anak, kita tidak tahu apa yang anak itu rasakan sampai bisa merubah sikap yang awalnya ceria seketika menjadi murung. Daripada memberi handphone yang membuat anak terlena dengan kecanggihannya, mungkin orang tua bisa memberi buku bacaan agar literasi anak sudah di didik sejak dini.

Karena jika hanya mengandalkan handphone, otak anak tidak akan bisa bekerja dengan baik di bangku perkuliahan nanti. Terakhir dari saya, jangan menjadi manusia dengan solidaritas tinggi hanya pada saat memperingati hari solidaritas saja. Solidaritas kemanusiaan itu penting untuk bernegara dan berkehidupan.(*)

Editor: Lassarus Samosir, SE

Pos terkait