Kontroversi Pelangi di Atas Lapangan Bola

  • Whatsapp

KITA KETAHUI bahwa sepak bola merupakan cabang olahraga dengan angka peminat terbesar di seluruh dunia, hal ini sejalan dengan eksisnya turnamen sepak bola internasional Piala Dunia FIFA. Turnamen yang diselenggarakan setiap empat tahun sekali ini menjadi hal yang paling ditunggu-tunggu kehadirannya oleh para penggemar sepak bola.

Penulis : Inda Annisya Rahmat

Bacaan Lainnya

Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang

Baru-baru ini pergelaran Piala Dunia diselenggarakan di Qatar dengan sangat megah, media dari seluruh dunia pun tidak luput untuk mengangkat berita terkait turnamen ini. Namun, dibalik megah dan sukses nya turnamen ini digelar, terdapat beberapa hal yang menoyorot publik internasional, yaitu adanya berbagai macam kontroversi yang terjadi, bukan hanya satu atau dua tetapi lebih dari itu.

Tahun 2022 merupakan tahun diselenggarakannya putaran final ke-22 pergelaran Piala Dunia FIFA, yaitu turnamen sepak bola Internasional empat tahunan yang diikuti oleh tim nasional senior pria anggota FIFA. Kini turnamen ini sedang berlangsung di Qatar pada 20 November hingga 18 Desember 2022. Putaran final Piala Dunia sebelumnya telah terlaksana di Rusia pada tahun 2018.

Terdapat beberapa hal yang membedakan Piala Dunia tahun ini dengan edisi-edisi sebelumnya yang kini lebih dikenal sebagai ‘kontroversi Piala Dunia Qatar 2022’. Dimulai sejak saat persiapan menjelang turnamen ini digelar, muncul isu pelanggaran HAM pekerja migran, isu pemalsuan jumlah penonton, larangan penjualan bir di stadion, sampai isu LGBT+ dan ancaman sanksi dari FIFA.

Salah satu kontroversi terbesar dan kerap kali dibicarakan yaitu mengenai aksi promosi LGBT+ yang dilakukan oleh beberapa timnas sepak bola dalam pergelaran turnamen Piala Dunia 2022. Penjelasan LGBT+ sendiri ialah singkatan dari Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender dan melingkupi beragam orientasi seksual dan identitas gender lainnya.

Berangkat dari fakta bahwa Qatar merupakan negara Islam yang mana dengan tegas melarang hal-hal yang berkaitan dengan LGBT+. Abdullah Al Nasari, Kepala Keamanan Piala Dunia 2022 mengharamkan berbagai macam simbol ataupun bentuk kampanye lain yang mewakili kelompok LGBT+ di Qatar.

Al Nasari menuturkan akan mengambil tindakan serius jika terdapat simbol terkait LGBT+ muncul di area stadion saat pertandingan berlangsung. Topik ini menjadi sorotan karena adanya tudingan pelanggaran Hak Asasi Manusia dalam penyelenggaraan Piala Dunia Qatar 2022 kepada kelompok sosial LGBT+.

Para aktivis kelompok sosial LGBT+ merasa bahwa mereka ‘dikucilkan’ dan ‘dipojokkan’ oleh aturan-aturan yang ada di negara Qatar. Larangan atas kampanye LGBT+ yang dikeluarkan Pemerintah Qatar seperti penyitaan bendera berlambang LGBT+ yang sempat dikibarkan pada saat turnamen berlangsung.

Hal itu menuai kontroversi di seluruh dunia, dimana mereka menganggap dengan adanya hal tersebut hak asasi para kaum LGBT+ telah direbut. Fenomena ini menjadi dilemma besar bagi pihak-pihak yang terlibat di Piala Dunia, karena tidak sebagian kecil penonton dan para antusias bola datang dari negara-negara Barat, yang dimana dalam budaya negara Barat LGBT+ sudah menjadi hal yang dinormalisasi.

Namun, bila melihat kembali kepada perspektif negara Qatar, seperti kita ketahui dengan status Negara Arab yang menjunjung tinggi nilai-nilai agama Islam. Adanya kepemahaman dan toleransi dari para pengunjung sangat diperlukan sebagai sikap hormat terhadap budaya dan prinsip yang telah diterapkan di Qatar selama puluhan tahun jika dibandingkan dengan berlangsungnya Piala Dunia 2022 yang hanya berlangsung kurang dari satu bulan.

Pihak Qatar tidak melarang kaum LGBT+ datang ke Qatar, tetapi lebih menekankan untuk datang secara damai dan mematuhi serta menghormati budaya juga hukum agama di Qatar. Timnas Inggris menjadi tim pertama yang menyikapi keprihatinannya terkait masalah ini.

Selain Inggris, terdapat negara Wales, Denmark, dan Jerman yang tetap bersikeras melakukan hal-hal yang bertujuan untuk mengkampanyekan LGBT+ sebagai bentuk dukungan mereka. The Guardian melaporkan, Harry Kane kapten timnas Inggris bersama Gareth Bale kapten timnas Wales bersikeras ingin tetap memakai ban pelangi.

Adanya ancaman hukuman kartu kuning kepada para kapten yang mengenakan ban pelangi menjadikan rencana kapten Inggris dan Wales tersebut gagal. Pelatih timnas Wales Robert Page, kemudian mengecam FIFA saat mencurahkan kekecewaan dan kemarahannya kepada ITV.

Pada tanggal 30 November 2022 lalu, Saad Sherida Al-Kaabi Menteri Energi Qatar, mengatakan bahwa komunitas LGBT+ kini sudah bisa datang ke Piala Dunia 2022. “Jika mereka ingin berkunjung kemari, maka kami tidak ada masalah dengan itu”, ujarnya, dikutip dari Reuters.

Hal ini harusnya bisa dipahami oleh pihak-pihak yang menyuarakan LGBT+, bahwa Islam dan khususnya negara Qatar memiliki keyakinan yang perlu dihormati. Bukankah dengan diperbolehkannya kaum LGBT+ datang untuk menonton piala dunia merupakan sebuah toleransi?.

Dengan demikian, hal yang perlu diperhatikan oleh kedua belah pihak adalah sebuah seni dari toleransi. Pihak kaum LGBT+ perlu menerima dan menghargai hukum yang berlaku di negara Qatar, begitu juga negara Qatar yang mentolerir hadirnya para kaum LGBT+ untuk datang menonton Piala Dunia Qatar.

Poin ini perlu diperhatikan oleh semua orang agar turnamen-turnamen seperti ini kedepannya tidak perlu lagi menjadikan isu ini sebagai sebuah kontroversi yang di-highlight dunia.(*)

Editor: Lassarus Samosir, SE

Pos terkait