Jakarta, spiritnews.co.id – Indonesia merupakan bangsa besar dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia. Dan sebagai bangsa yang besar, Indonesia haruslah mampu mewujudkan kedaulatan energi agar tetap bisa menjadi bangsa mandiri dan mewujudkan Visi 2045.
Seperti diketahui, kedaulatan energi adalah kemampuan sebuah negara untuk menetapkan kebijakan, mengawasi pelaksanaannya dan memastikan jaminan ketersediaan energi yang selaras dengan tujuan dan kepentingan nasional melalui implementasi strategis dinamis sesuai dengan tuntutan dinamika dan konstelasi global, regional dan nasional yang berubah.
Menurut Rektor Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama), Prof. Dr. H. Paiman Raharjo, M.M., M.Si., semangat untuk mewujudkan kedaulatan energi ini sudah kerap kali disuarakan oleh Presiden Republik Indonesia Joko Widodo yang ingin meraih kedaulatan energi agar bisa memberi kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia.
Jokowi sendiri memang sudah membuat Program Strategis Nasional Pembangunan Jaringan Gas Rumah Tangga yang diturunkan dalam Program Strategis Nasional, Rencana Umum Energi Nasional, dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional.
Rencana-rencana yang disiapkan Jokowi ini berambisi untuk membangun jaringan gas kota bagi 4,7 juta sambungan rumah tangga atau setara 0,7 juta ton LPG pada tahun 2025 dan membangun infrastruktur jaringan gas kota untuk 4 juta sambungan rumah di tahun 2024.
“Karena itu, untuk mendukung semangat yang sudah diperlihatkan oleh Presiden Jokowi, Program Pascasarjana Universitas Moestopo pun menggelar seminar nasional dengan tema ‘Jaringan Gas Sebagai Transisi Energi’. Kami berharap, seminar ini akan mampu memberi sumbangan pemikiran demi kemajuan bangsa ke depan,” kata Prof. Paiman.
Dalam paparannya pada seminar nasional yang dihadiri oleh Anggota DPR RI yang juga mahasiswa S2 Universitas Moestopo, Mulan Jameela, Direktur Infrastruktur dan Teknologi PT Perusahaan Gas Negara, Tbk. Achmad Muchtasyar, S.T., S.H., M.SIE., menjelaskan jika kedaulatan energi memang harus segera diwujudkan. Sebab tingginya impor, khususnya LPG, telah berdampak negatif pada neraca perdagangan Indonesia.
“Untuk diketahui, mayoritas rumah tangga Indonesia sudah menggunakan LPG sebagai sumber energi utamanya dan lebih dari 75% pemenuhan LPG tersebut berasal dari impor, sehingga menyebabkan kerentanan akibat adanya fluktuasi kondisi makro ekonomi, terutama yang berkaitan dengan harga crude oil dan kurs rupiah,” papar Muchtasyar.
Terlebih, lanjut Muchtasyar, dalam 10 tahun penggunaan LPG sebagai sumber energi rumah tangga telah meningkat hingga 200% yang membuat jumlah impor LPG untuk pemenuhan domestik selalu meningkat 4.8% tiap tahun.
Padahal cadangan gas bumi Indonesia diperkirakan masih lebih baik dibandingkan dengan cadangan minyak bumi. Cadangan berlimpah pun diyakini masih dapat dimanfaatkan dalam jangka panjang.
Melimpahnya sumber pasokan gas bumi nasional akan mampu memberikan jaminan stabilitas, kehandalan, dan keamanan penyaluran gas bumi kepada para pelanggan dan akan memberi penghematan anggaran negara sampai Rp1,4 triliun per tahun.
“Itulah sebabnya transisi energi harus segera diwujudkan. Sebab Indonesia memiliki sumber pasokan gas bumi yang tersebar di seluruh Indonesia. Umur cadangan gas bumi diperkirakan masih 19.9 tahun. Bandingkan dengan umur cadangan minyak bumi yang hanya 9.5 tahun,” jelasnya.
Penjelasan-penjelasan ini, menurut Muchtasyar, diharapkan bisa memberi pengetahuan pada masyarakat terkait target yang hendak dikejar oleh pemerintah. Di sisi lain, sebagai salah satu kampus swasta tertua di Jakarta, Universitas Moestopo berharap seminar nasional dengan tema ‘Jaringan Gas Sebagai Transisi Energi’ menurut Prof. Paiman bisa menjadi penegas bahwa Universitas Moestopo adalah lembaga pendidikan yang berkomitmen kuat untuk menebar pengetahuan dan memberi pencerahan pada masyarakat.(rls/red/sir)