Kunyit, Kencur, hingga Kompleksitas Posisi Perempuan di Masa Krisis dalam Karya “Jamu Ngatiyem”

  • Whatsapp

Jakarta, spiritnews.co.id – Goethe-Institut Indonesien menghadirkan “Jamu Ngatiyem”, karya seniman asal Sidoarjo Syska La Veggie, dalam seri pameran perdana GoetheHaus Foyer yang dibuka mulai 2-27 Agustus 2023. Karya instalasi media campuran ini membicarakan kompleksitas posisi perempuan dan strateginya bertahan hidup di masa krisis.

“Jamu Ngatiyem” menjadi karya yang pertama kali dipamerkan dalam seri pameran GoetheHaus Foyer setelah melalui panggilan terbuka. Pameran ini dapat dikunjungi di halaman tengah Goethe-Institut Jakarta pada pukul 12.00-20.00 WIB (tutup setiap hari Senin).

Bacaan Lainnya

“Seri pameran GoetheHaus Foyer berangkat dari keinginan untuk terus mendorong penggunaan ruang-ruang di Goethe-Institut Jakarta, secara spesifik foyer di tempat pertunjukan GoetheHaus, sebagai tempat bagi seniman memamerkan karya mereka, berinteraksi dengan publik, hingga mengedarkan wacana terbaru,” ujar Dr. Ingo Schöningh, Kepala Program Budaya Goethe-Institut Indonesien.

Mengambil bentuk instalasi sebuah depot jamu seduh, “Jamu Ngatiyem” membicarakan peristiwa tragedi yang berbeda dengan pengalaman yang serupa. Peristiwa krisis moneter pada masa Reformasi 1998 dan pandemic Covid-19 menjadi tragedi besar tersendiri, yang tentunya berdampak terhadap perempuan seperti kekerasan dan beban ganda yang lebih besar.

Karya ini juga mengangkat pengalaman ibu Syska, Ngatiyem, yang pernah berjualan jamu seduh untuk membantu menopang ekonomi keluarga. Syska mengadopsi nama ibunya sebagai judul karya.

Syska dan ibunya mempunyai pengalaman yang serupa. Ibunya tumbuh dari konstruksi Orde Baru dengan sistem Ibuisme negara yang patriarki, sedangkan Syska tumbuh di era pasca Reformasi 1998, secara resisten dan mempercayai feminisme.

“Sebagai sesama perempuan dan ibu pekerja yang menopang perekonomian keluarga dalam masa krisis berbeda, jamu menjadi metafor, medium, dan ekspresi visual dalam karya ini,” ucap Syska.

Jamu sendiri mempunyai arti doa dan penyembuhan. Syska dan ibunya, pada gilirannya, sama-sama hidup sebagai “generasi roti lapis” yang terperangkap dalam jebakan tanggung jawab keluarga ke atas (orang tua) dan ke bawah (anak).

Dalam karya ini, Syska menyediakan jamu berbahan kunyit dan kencur serta kata-kata sugesti yang menjadi judul masing-masing jamu, seperti “Jamu Tolak Rasisme”, “Jamu Galian Demokrasi”, “Jamu Tuntas Patriarki”, “Jamu Anti Korupsi”, “Jamu Sehat Normal Baru”, serta dua varian baru yang dihadirkan khusus untuk seri pameran kali ini.

Selain itu, ada juga pelengkap jamu seperti madu, anggur kolesom, jeruk nipis, dan permen kayu putih. Di saat-saat tertentu, Syska akan melakukan performance art menyeduh jamu sesuai pilihan pengunjung dengan mengenakan pakaian APD lengkap.

“Jamu Ngatiyem” adalah hasil dari program residensi selama enam minggu yang dijalankan oleh Syska di Yogyakarta bersama Ruang MES 56 dengan Cemeti-Institute for Art and Society.(rls/red/sir)

Editor: Lassarus Samosir, SE

Pos terkait