Jakarta, spiritnews.co.id – Bank Indonesia (BI) berupaya keras menyusun strategi untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Pasalnya, mata uang Garuda beberapa waktu lalu hampir terperosok ke Rp 16 ribu.
Direktur Departemen Pengelolaan Moneter (DPM) Bank Indonesia, Ramdan Denny Prakoso, mengatakan, stabilisasi nilai tukar rupiah yang diantisipasi lembaganya tidak dilakukan dengan asal.
“Saat rupiah melemah tajam mendekati Rp 16 ribu belakangan ini, BI tidak sembarangan menggunakan cadangan devisa untuk mengintervensinya. Cadangan devisa hanya digunakan seperlunya saja demi menjaga keyakinan investor bahwa BI hadir di pasar,” kata Ramdan.
Selain itu, kata Ramdan, cadangan devisa juga selalu dijaga BI di batas level aman sesuai standar internasional; cukup paling tidak untuk membiayai 3 bulan impor.
“Harus kami luruskan, banyak yang menduga BI habis-habis intervensi di pasar spot supaya rupiah kembali menguat sehingga cadangan devisa habis, itu tidak benar. Pasar spot kita sehari turn over-nya US$2 miliar-US$3 miliar. Bisa dibayangkan kalau memang BI itu mati-matian atau sangat agresif dalam sekejap cadangan devisa kita akan habis,” katanya.
“Tidak mungkin juga BI nombokin terus menerus supaya rupiah menguat,” jelasnya.
Selain cadangan devisa, jelasnya, BI sejatinya punya strategi lain dalam menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, terutama membentenginya dari pelemahan tajam. Salah satunya memanfaatkan pasokan dolar yang berasal dari pasar keuangan.
Dikatakan, sumber dolar AS itu berasal dari dua pundi-pundi. Pertama, dari para eksportir. Kedua, dari investor asing yang membeli aset rupiah baik dalam bentuk surat berharga negara, saham atau instrumen lain.
“Dia pasti beli itu dengan jual dolar, dari eksportir juga sama. Maka itu supaya dua sumber itu bisa masuk, kita kan harus beri keyakinan; BI ada di pasar, jaga psikologi dengan menjaga stabilitas nilai tukar sehingga bagi eksportir misalnya stabilitas itu bisa membuat mereka yakin kalau dia jual di level harga itu, mereka tidak rugi,” ujarnya.
Nilai tukar rupiah terus melemah beberapa waktu belakangan ini. Data BI per 8 November lalu, rupiah sudah merosot 0,52 persen (year to date). Ramdan mengatakan pelemahan itu salah satu sumber terbesarnya datang dari pengetatan kebijakan moneter yang dilakukan oleh bank sentral AS The Fed.
Selain itu, pelemahan juga dipicu oleh kenaikan indeks dolar. Meskipun demikian, Ramdan mengatakan pelemahan sejatinya tak hanya terjadi pada rupiah, tapi juga terjadi pada sejumlah mata uang negara lain.
Bahkan kalau boleh dikatakan, rupiah masih perkasa dibandingkan dengan mata uang negara lain. Ambil contoh saja misalnya, pada periode yang sama, yen Jepang melemah 13,15 persen, won Korea melemah 3,44 persen, ringgit Malaysia 5,94 persen.(sir)