KEBERAGAMAN BAHASA dan budaya di Indonesia merupakan salah satu kekayaan bangsa Indonesia. Kekayaan ini dirasakan masih belum dapat memberikan dampak positif dalam kehidupan berbangsa. Keberagaman bangsa Indonesia merupakan given atau anugerah Tuhan dan merupakan salah satu kekayaan bangsa Indonesia yang tidak dimiliki oleh banyak negara di dunia.
Penulis : Sulfi Darmyati
Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang
Keberagaman tersebut dapat disebabkan oleh faktor geografis dan adanya perkembangan.Bahasa yang berbeda-beda pada setiap kelompok masyarakat. Perbedaan yang ditimbulkan oleh faktor geografis, misalnya bahasa dan budaya masyarakat yang hidup di daerah pantai sangat berbeda dengan bahasa dan budaya masyarakat yang hidup di daerah pegunungan. Perbedaan bisa muncul seperti pada intonasi dan pemilihan kata dalam berbicara, disain rumah dan pakaian, upacara adat yang digelar, perlengkapan alat kerja, dan lain-lain.
Dari hasil sensus penduduk yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010, data menunjukkan ada 1340 jumlah suku yang merupakan kelompok etnis dan budaya masyarakat dan hidup bersama di bumi pertiwi yang terbentang dari Sabang sampai Merauke, dari pulau Miangas sampai pulau Rote.
Sedangkan jumlah bahasa berdasarkan pemetaan bahasa di Indonesia yang dilaksanakan oleh Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2019) berjumlah 718 bahasa. Keberagaman bahasa dan budaya merupakan kenyataan hidup yang tidak dapat terelakkan dan menjadi ciri keunikan masyarakat Indonesia. Data-data tersebut memberikan gambaran bahwa semboyan “Bhinneka Tunggal Ika” yang menjadi ikatan persatuan bangsa Indonesia masih tetap terjaga dan terpelihara dengan baik.
Keberagaman bahasa tak dapat dipisahkan dari budaya karena bahasa itu adalah bagian dari budaya. Kontribusi bahasa sangat besar dalam mewarnai budaya sehingga bahasa itu berfungsi sebagai pengungkap, pembentuk, dan penanda realitas budaya penuturnya. Ketika bahasa dituturkan oleh penuturnya maka hal itu merupakan manifestasi dari konstruksi budaya yang melatarinya.
1. Hakikat Keberagaman Bahasa dan Budaya
Keberagaman dapat didefinisikan sebagai atribut apapun yang relevan dengan individu yang menciptakan atau memperkuat persepsi bahwa satu individu berbeda dari individu lain . Keberagaman bahasa dan budaya itu terjadi secara alamiah, artinya kebebasan dan faktor alam sangat berperan, misalnya dalam mengungkapkan bunyi ayam berkokok.
Contoh beberapa bahasa daerah yang mengekspresikan bunyi ayam jago berkokok, antara lain Sunda (kongkorongok), Indonesia (kukuruyuk), Jepang (kokekoko), Korea (kokio), Perancis (kikiriki), Rusia (kukurika), dan Inggeris (cock-a-doddle-doo). Secara realitas yang dimaksud adalah sama yaitu ayam berkokok, namun cara membunyikannya berbeda karena kebebasan dari pengguna bahasa.
Keberagaman bahasa dan budaya juga merupakan perbedaan jumlah kosa kata yang dimiliki oleh tiap kelompok masyarakat. Misalnya, rice dalam bahasa Inggeris bisa diungkapkan menjadi empat kata dalam bahasa Indonesia, yaitu padi, gabah, beras, dan nasi.
Hakikat berikutnya dari keberagaman itu adalah strata sosial. Masyarakat yang memiliki strata sosial yang kompleks akan memiliki bahasa yang lebih bervariasi dari pada masyarakat yang memiliki strata sosial sederhana.
Ini dapat dilihat seperti pada masyarakat Jawa, Sunda dan Bali. Misalnya pada masyarakat Sunda, untuk mengatakan makan saja, terdapat beberapa variasi ungkapan, antara lain mangan (agak kasar) dan dahar (halus). Sedangkan pada masyarakat Batak, masyarakat yang stratifikasi sosialnya sederhana, pengungkapan makan hanya hanya diungkapkan dengan kata mangan.
Adapula keberagaman bahasa dipengaruhi oleh sistem religi yang dianut oleh sekelompok masyarakat. Masyarakat penganut muslim banyak menggunakan kosa kata yang berasal dari bahasa Arab karena ajaran Islam disampaikan dan berkembang pertama kali di tanah arab. Sampai hari ini kitab rujukan yang digunakan tetap berbahasa arab. Kondisi ini membuat masyarakat harus familiar dengan bahasa Arab.
Contoh kata yang sering digunakan oleh umat Islam, hadits, yaitu ucapan dan perbuatan yang dilakukan nabi, sholat, salah satu amalan wajib umat Islam yang dilakukan lima kali dalam sehari. Bagi penganut Kristen, kosakata dari bahasa Ibrani yang dipakai orang Kristen di seluruh dunia, termasuk Indonesia, di antaranya: shallom (salam) dan haleluya (Puji Tuhan).
Pada kasus yang sangat sederhana, hanya untuk menyebutkan Tuhan, muncul ungkapan yang banyak, yaitu Allah (Islam diucapkan dengan model pengucapan bahasa Arab, huruf L ditebalkan /tafkhim, dan bagi pemeluk Kristiani dibaca biasa, ejaan bahasa Indonesia), Dewa (Budha dan aliran kepercayaan), Hyang Widhi (Hindu), dan lain-lain.
2. Keberagaman Masyarakat
Sebagai sebuah sistim linguistik, dalam bahasa akan ditemukan banyak perbedaan penggunaannya yang menyebabkan variasi dalam penggunaannya. Dalam hal ini akan dijelaskan perbedaan tersebut berdasarkan sosiolinguistik, waktu, tempat, keberlanjutan, pemakaian, kosakata, bahasa tabu, elipsis, idiom, dan struktur bahasa. Perbedaan tersebut terjadi karena, yang pertama, pengucapan yang berbeda yang digunakan oleh setiap individu.
Setiap orang mempunyai cara berbicara masing-masing yang banyak dipengaruhi oleh budaya disekitarnya. Misalnya orang Batak dan orang Jawa yang berbicara dalam Bahasa Indonesia, akan berbicara dengan pengucapan yang berbeda satu dengan lainnya.
Dari segi fonologi, orang Batak yang masih kental dengan logat Batak misalnya akan menggunakan ‘e’ taling dalam pengucapannya, sementara orang jawa yang juga kental dengan logat Jawa akan banyak menggunakan bunyi gumam dan dengung, seperti mBandung, nDemak, ngGombal. Orang Palembang cenderung mengubah akhiran berbunyi ‘a’ dalam bahasa Indonesia baku menjadi ‘o’ misalnya kita, dia, katanya menjadi kito, dio, katonyo, sedangkan orang Betawi memakai akhiran ‘e’ yaitu kite, die, katenye.
Perbedaan yang kedua yaitu situasi, yang mengacu pada variasi dari segi keformalan, yaitu ragam beku (frozen), ragam resmi (formal), ragam usaha (konsultative), ragam santai (casual), dan ragam akrab (intimate). Ragam beku adalah ragam yang sangat formal dan ilmiah (misalnya dalam dokumen-dokumen resmi atau bahasa hukum).
Ragam resmi adalah bahasa yang digunakan dalam pidato kenegaraan, surat-menyurat dinas, dan ceramah keagamaan. Penggunaan bahasa Indonesia yang baik pada waktu kita mengajar di kelas adalah juga contoh ragam resmi. Ragam usaha adalah bahasa pembicaraan biasa di sekolah, rapat-rapat, dan bahasa sehari-hari.
Ragam usaha adalah ragam yang berada antara ragam formal dan informal. Ragam santai (informal) digunakan untuk situasi tidak resmi, misalnya antar teman berolah raga, rekreasi, atau berbincang dengan kerabat. Ragam akrab adalah bahasa yang dipakai antar keluarga dan teman akrab (Chaer, 2004).
Ragam akrab dipakai bila pembicara menganggap kawan bicara sebagai sesama, lebih muda, lebih rendah statusnya, atau bila topik pembicaraan bersifat tak resmi. Contohnya adalah bahasa Indonesia yang digunakan oleh para mahasiswa ketika mereka memesan makanan di kantin. Ragam mini dinamakan ragam substandar.
Kemudian sebaliknya, ragam resmi, yaitu ragam bahasa yang dipakai bila kawan bicara adalah orang yang dihormati oleh pembicara, atau bila topik pembicaraan bersifat resmi (misalnya pada surat-menyurat dinas, perundang-undangan, karangan teknis) atau bila pembicaraan dilakukan di depan umum. Ragam ini dinamakan juga ragam standar.
Perbedaan ketiga yaitu lokasi, misalnya bahasa Indonesia di Jakarta diwarnai dengan bahasa Betawi, sedangkan bahasa Indonesia di Palembang bercampur dengan dialek Palembang, dan di Medan dipakai bersama dengan bahasa melayu Deli, dan demikian juga ditempat-tempat lain, bahasa Indonesia dipergunakan dengan memakai dialek bahasa daerah dan bercampur dengan bahasa daerah tersebut.
Jika orang dari Medan misalnya berkunjung di Jakarta untuk beberapa waktu akan merasakan bahwa bahasa Indonesia yang dipakai di Jakarta akan berbeda dengan yang di Medan, begitu juga bila berkunjung ke Palembang, akan merasakan hal yang sama. Dengan menggunakan satu bahasa yaitu bahasa Indonesia, maka komunikasi akan lancar antara satu dengan yang lainnya, walaupun akan terlihat perbedaan dari cara pengucapan dan pilihan kata.
Perbedaan keempat adalah penggunaan kosakata yang berbeda pada maksud yang sama, atau makna sama, pengungkapan berbeda. Ini biasanya digunakan dalam ragam lisan, contohnya, untuk menyatakan ‘perbandingan paling,’ di Medan digunakan ‘kali’, misalnya sombong kali, enak kali. Di Palembang, ‘kali’ diganti menjadi ‘nian’ dan di Jakarta, ‘kali’ diganti menjadi ‘amat’, artinya sama-sama menggunakan bahasa Indonesia tetapi pemilihan kata yang berbeda.
Atau, satu kosakata yang sama tapi dengan arti yang berlainan. Contohnya ‘awak’, di Medan atau daerah sumatera utara berarti ‘saya atau aku’, sedangkan di Palembang artinya ‘kamu’. Dari contoh-contoh tersebut, dapat dikatakan bahwa penggunaan satu bahasa, tidak akan persis sama digunakan oleh para penuturnya.
Ada juga beberapa bahasa yang dipakai masyarakat yang tinggal dalam satu kawasan, misalnya di Papua Nugini terdapat lebih dari 750 bahasa yang berbeda satu dengan lainnya, walaupun bahasa-bahasa tersebut termasuk dalam rumpun yang sama. Contoh lainnya adalah bahasa Batak.
Bahasa Batak sebenarnya terdiri dari 6 bahasa dengan budaya yang berbeda, yaitu Batak Toba, Batak Mandailing, Batak Simalungun, Batak Karo, Batak Pakpak, dan Batak Dairi. Walaupun keenam jenis bahasa itu termasuk dalam rumpun bahasa Batak, tetapi masing-masing pengguna tidak saling mengerti bahasa tersebut, sehingga mereka harus menggunakan bahasa pemersatu, yaitu bahasa Indonesia untuk berinteraksi satu dengan lainnya.
3. Keberagaman Bahasa dan Budaya itu Kekayaan Bangsa
Keberagaman bahasa dan budaya Indonesia merupakan kekayaan yang menjadikan bangsa Indonesia memiliki keunikan di antara banyak bangsa di dunia. Keunikan ragam bahasa dan budaya yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia merupakan harta warisan yang tak ternilai harganya dan sangat mendesak untuk terus dilestarikan.
Bahasa tidak dapat dipisahkan dari budaya dan menjadi wadah pengungkapan budaya yang mengikat manusia satu dengan lainnya. Bahasa merupakan simbol dari sebuah kebudayaan suatu suku bangsa (etnokultur) berdasarkan adanya dialek atau logat bahasa yang beraneka ragam variasinya.
Sedangkan budaya merupakan semua cara perilaku yang berterima dan terpola dari manusia Lewat bahasa manusia dapat bertukar informasi, saling bertanya dan saling memberi tugas, mengungkapkan penghargaan atau kurang menghargai satu dengan lain, saling menjanjikan sesuatu, saling memberi peringatan, dan saling berhubungan dengan cara yang lain.
Peranan bahasa pada era globalisasi saat ini sangat penting karena dalam praktik komunikasi yang terjadi, masyarakat menggunakan bahasa dalam membangun kebudayaannya. Karena keberagaman bahasa dan budaya merupakaan kekayaan bangsa Indonesia maka perlu diperkenalkan kepada dunia melalui pentas-pentas dunia maupun nasional yang diharapkan dapat mendatangkan devisa sebagai pendapatan negara.(*)