Meningkatnya Kekerasan di Sekolah, Buah Pahit Pendidikan Sekuler

  • Whatsapp

KEKERASAN oleh guru di lingkungan sekolah semakin meningkat. Kasus santri meninggal dunia setelah dilempar kayu berpaku oleh gurunya di Blitar (republika.co.id, 2/10/2024) serta siswa SMP di Deli Serdang, Sumatera Utara yang juga meninggal karena dihukum melakukan squat jump sebanyak 100 kali oleh gurunya lantaran tidak menghafal materi pelajaran agama (pikiran-rakyat.com, 28/9/2024), telah menambah panjang kasus kekerasan yang dilakukan oleh guru.

Penulis : Euis Winda, S.Pd

Bacaan Lainnya

Guru di Kabupaten Bandung Barat

FSGI mencatat tingginya kasus-kasus kekerasan di satuan pendidikan selama Januari-September 2024, total ada 36 kasus yaitu kekerasan fisik, kekerasan seksual, kekerasan psikis, dan kebijakan yang mengandung kekerasan.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) FSGI Heru Purnomo menjabarkan semua kasus kekerasan di satuan pendidikan tersebut termasuk kategori berat yang terjadi di satuan pendidikan atau yang melibatkan peserta didik, sehingga masuk proses hukum pidana dan ditangani oleh pihak kepolisian.

Adapun dari 36 kasus itu total jumlah korban anak mencapai 144 peserta didik (antaranews.com, 4/10/2024). Maraknya kasus kekerasan yang dilakukan oleh guru berkorelasi dengan meningkatnya kenakalan yang dilakukan pelajar. Bahkan menurut riset yang dilakukan Rand Corporation, guru merupakan profesi dengan tingkat stress paling tinggi. Salah satunya karena perilaku siswa.

Berbagai tindakan kenakalan,

mulai dari tawuran, penyalahgunaan narkoba, hingga tindakan kriminal lainnya semakin sering terjadi. Belum lagi adab yang tidak dimiliki oleh beberapa siswa. Kenakalan lainnya yang sering dikeluhkan guru di lapangan, siswa sulit untuk diarahkan shalat berjamaah secara tertib. Siswa cenderung melawan, baik secara verbal ataupun bahasa tubuh. Hal inilah yang sering kali membuat guru tersulut emosi dan kehilangan kendali hingga melakukan kekerasan.

Saat ini guru dituntut kreatif demi siswa, tetapi siswa dibiarkan liar terkontaminasi berbagai pemikiran dan pola hidup rusak di luar sekolah. Liberalisme perilaku yang menggempur kehidupan siswa benar-benar telah memangkas waktu guru sedemikian banyak sehingga tenaga mereka terkuras untuk menyelesaikan banyak sekali persoalan siswa.

Hanya saja, adanya kenakalan siswa bukan berarti guru boleh melakukan kekerasan terhadap anak didiknya. Berbagai kasus kekerasan ini harus menjadi muhasabah bagi para guru, bahwa mendidik tidak boleh dengan kekerasan. Guru berhak memberikan

sanksi yang membangun bagi anak didiknya tapi tidak boleh berlebihan apalagi sampai menyiksa secara fisik.

Islam sebagai agama yang sempurna telah mengatur bagaimana adab guru terhadap muridnya. Konsep adab guru terhadap murid. Guru dan murid sama-sama terikat dengan hukum syara’ (aturan Islam) maka kekerasan di dunia pendidikan yang dilakukan guru tidak akan terjadi.

Di sisi lain, negara belum mampu memberikan penguatan paripurna bagi guru. Belum ada program penguatan ketakwaan dan pembentukan kepribadian Islam bagi guru agar menjadi seorang pendidik yang mulia. Program Guru Penggerak lebih berorientasi pedagogik sekularisme.

Sehingga hasilnya masih minim dalam menghadapi berbagai persoalan siswa. Terutama ketika siswa saat ini harus hidup dalam sistem sekuler kapitalisme yang berdampak buruk bagi mereka. Maraknya kasus bullying, pacaran, hamil di luar nikah, kriminalitas pelajar, dan sebagainya bukan malah berkurang, justru meningkat.

Inilah urgensi kehadiran sistem pendidikan sahih, yakni sistem yang menghimpun paradigma pendidikan sahih, tujuan sahih, kurikulum sahih, hingga peran negara yang sahih pula sehingga seluruh penyelenggaraan pendidikan berjalan dengan baik. Itulah sistem pendidikan Islam.

Di mana guru dan siswa dikondisikan dalam lingkungan yang kondusif untuk melaksanakan pendidikan dan pengajaran. Dengan penerapan sistem pendidikan Islam, niscaya kekerasan di dunia pendidikan akan dapat diminimalisir bahkan dihilangkan. Wallahu’alam.(*)

Editor: Lassarus Samosir, SE

Pos terkait