Kabupaten Karawang, spiritnews.co.id – Proyek revitalisasi Bundaran Badami dan pembangunan monumen ikonik The Windows di Kabupaten Karawang kini menjadi sorotan tajam.
Selain nilai anggaran fantastis yang mencapai total lebih dari Rp 10 miliar, kini muncul temuan serius dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) soal ketidaksesuaian spesifikasi pekerjaan dan kelebihan pembayaran yang belum sepenuhnya dikembalikan ke kas daerah.
Anggaran Fantastis, Output Dipertanyakan Tahun 2022–2023, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Karawang mengucurkan dana sebesar Rp 1,8 miliar untuk tahap awal pembangunan taman Bundaran Badami, sebesar Rp 6 miliar untuk tahap kedua, sebesar Rp 5,8 miliar untuk pekerjaan oleh CV PM, berdasarkan kontrak No. 027/09/PK-TMN.BDM/DLH/PPK02/VIII/2023.
Nilai proyek tersebut kemudian naik menjadi Rp 5.985.487.000 akibat adanya Contract Change Order (CCO), atau pekerjaan tambah kurang.
Pekerjaan diklaim selesai 100% dan telah diserahterimakan tanggal 19 Desember 2023. Namun, pekerjaan mengalami keterlambatan dan dikenakan denda Rp 59.315.637, yang nilainya relatif kecil dibanding total proyek.
Temuan BPK Spesifikasi Tidak Sesuai, Kelebihan Bayar Rp 139 juta. Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK yang dirilis Mei 2024 menemukan adanya ketidaksesuaian spesifikasi pada elemen fasade plat perforated dengan ketebalan 1,5 mm.
Temuan itu menyebabkan kelebihan pembayaran senilai Rp 139.273.174,15, di mana hingga pertengahan Mei 2024, baru Rp 20 juta yang dikembalikan ke kas daerah. Artinya, masih ada Rp 119 juta lebih dana publik yang belum dipulihkan.
BPK menilai hal ini terjadi karena Kepala DLH selaku Pengguna Anggaran (PA) tidak optimal melakukan pengawasan. PPK dan PPTK kurang cermat memeriksa pekerjaan penyedia.Konsultan pengawas dari PT KMM juga dinilai lalai menjalankan fungsi pengawasan teknis.
Anggaran Pemeliharaan Diduga Tidak Rasional
Tahun 2025, Dinas Lingkungan Hidup kembali menganggarkan sebesar Rp 816 juta untuk pemeliharaan taman seluas 1.400 m², Rp 405 juta untuk pemeliharaan sculpture 600 m², termasuk bangunan The Windows, yang dibangun dengan total biaya Rp 8,7 miliar.
Biaya ini menimbulkan pertanyaan karena dianggap tidak sebanding dengan volume dan skala pekerjaan, serta cenderung overpriced.
Sejumlah organisasi masyarakat sipil, termasuk aktivis antikorupsi dan pengamat kebijakan, mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Tinggi Jawa Barat segera mengambil langkah penyelidikan.
“Sudah jelas ada kerugian negara berdasarkan temuan BPK, dan itu cukup jadi pintu masuk untuk KPK. Kalau tidak diusut sekarang, ini bisa menjadi praktik sistemik,” kata Ronni, Aktivis Antikorupsi dari Forum Transparansi Anggaran.(ybs/ops/sir)