Korupsi Masih Menggurita di Indonesia

  • Whatsapp

BERITA TERKAIT kasus korupsi di Indonesia seolah menjadi makanan sehari-hari dalam pemberitaan media. Hal ini mengindikasikan bahwa kasus korupsi di negeri ini semakin merajalela. Mulai dari yang skalanya kecil, hingga yang memiliki nilai triliunan.

Winda Oktavianti

Bacaan Lainnya

Pemerhati Korupsi

Belakangan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah menyelidiki dugaan tindak pidana korupsi dalam proyek pengadaan mesin electronic data capture (EDC) di salah satu bank pelat merah. Nilai proyek yang disorot mencapai Rp 2,1 triliun, dan berlangsung pada periode 2020 hingga 2024.

KPK juga mencegah 13 orang ke luar negeri dalam rangka penyidikan kasus ini. Langkah ini dilakukan untuk memastikan proses hukum berjalan lancar dan efektif.

Juru bicara KPK Budi Prasetyo menjelaskan, permintaan pencegahan diajukan pada 26 Juni 2025, dan berlaku aktif sejak 27 Juni 2025.

Namun, identitas atau peran dari ke-13 orang tersebut masih belum diungkap ke publik. Dalam kasus yang lain, KPK menggelar OTT di Mandailing Natal, Sumut, pada Kamis (26/6/2025). OTT ini terkait dengan dua perkara berbeda.

Pertama, terkait proyek pembangunan jalan di Dinas PUPR Provinsi Sumatera Utara. Kedua, terkait proyek di Satker PJN Wilayah 1 Sumatera Utara. Nilai kedua proyek itu sebesar Rp 231,8 miliar. Sebanyak lima orang ditetapkan sebagai tersangka.

Dalam kegiatan OTT ini, KPK mengamankan sebanyak enam orang serta uang tunai sebesar Rp 231 juta yang merupakan bagian dari uang Rp 2 miliar yang diduga akan dibagi-bagikan oleh Akhirun dan Rayhan sebagai pemberi suap dalam kasus ini.

Ironisnya kasus-kasus ini muncul di tengah upaya pemerintah melakukan efisiensi anggaran yang jelas-jelas telah berdampak pada berkurangnya kualitas dan kuantitas layanan negara atas hak dasar rakyat dan pendanaan untuk sektor strategis, semisal penonaktifan PBI, pengurangan tukin guru, dana bansos, dana riset, militer, dll.

Pada dasarnya, faktor utama penyebab korupsi saat ini sebenarnya berpangkal dari ideologi yang diterapkan di negeri ini, yaitu sekuler kapitalisme. Faktor ideologis tersebut terwujud dalam nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat kini yang berkiblat pada Barat, seperti nilai kebebasan dan hedonisme.

Korupsi merupakan salah satu kerusakan akibat paham kebebasan dan hedonisme ini. Gaya hidup hedon, menuntut penganutnya untuk selalu berusaha memenuhi kebutuhan gaya hidupnya tanpa melihat sumbernya, halal atau haram.

Dari sini, nampak jelas bahwa negara berparadigma sekuler kapitalistik neolib ini telah gagal dalam mengurus urusan rakyat dan menyolusi seluruh problem kehidupan. Kasus ini juga membuktikan bahwa sistem sekuler kapitalistik ini tidak bisa diandalkan untuk mewujudkan masyarakat yang berkeadilan dan sejahtera.

Politik demokrasi yang dijalankan malah menyuburkan politik transaksional yang menjadikan amanah kekuasaan hanya menjadi alat transaksi antara para pejabat dengan para pemilik modal. Dampak lanjutannya adalah suburnya praktek korupsi hingga membudaya di semua level dan ranah kehidupan masyarakat.

Berbeda dengan Islam. Dalam pandangan syariat Islam, korupsi termasuk perbuatan khianat. Korupsi adalah tindakan pengkhianatan yang dilakukan oleh seseorang, yaitu menggelapkan harta, yang memang diamanatkan kepada dirinya. Paradigma kepemimpinan di dalam Islam berasas akidah.

Menjadikan kehidupan berjalan sesuai tuntunan syariat, sarat dengan moral kebaikan, dan praktek amar makruf nahi munkar, dan terwujud masyarakat yang adil Sejahtera. Islam juga mempunyai perangkat aturan yang jika diterapkan secara kafah akan mampu meminimalisir munculnya kasus pelanggaran seperti korupsi, penyalahgunaan jabatan dll.

Namun pada saat yang sama tetap mampun menjamin kesejahteraan masyarakat sehingga tidak membuka celah kerusakan, termasuk pelanggaran hukum. Penerapan syariat Islam akan sangat efektif untuk membasmi korupsi, baik terkait pencegahan (preventif) maupun penindakan (kuratif).

Secara preventif, paling tidak ada enam langkah untuk mencegah korupsi. Pertama, rekrutmen SDM aparat negara wajib yang amanah, serta berasaskan profesionalitas dan integritas, bukan berasaskan koneksitas atau nepotisme.

Kedua, negara wajib melakukan pembinaan kepada seluruh aparat dan pegawainya. Ketiga, negara wajib memberikan gaji dan fasilitas yang layak kepada aparatnya. Keempat, Islam melarang menerima suap dan hadiah bagi para aparat negara.

Kelima, Islam memerintahkan untuk melakukan perhitungan kekayaan bagi aparat negara. Keenam, pengawasan oleh negara dan masyarakat. Pemberantasan korupsi tentu akan menjadi lebih sempurna jika disertai dengan kontrol dari masyarakat, khususnya para ulama.

Adapun secara kuratif, maka membasmi korupsi dilakukan dengan cara penerapan sanksi hukum yang tegas dan tanpa tebang pilih. Dalam Islam, hukuman untuk koruptor masuk kategori takzir, yaitu hukuman yang jenis dan kadarnya ditentukan oleh hakim/penguasa.

Bentuk sanksinya bisa mulai dari yang paling ringan, seperti teguran dari hakim; bisa berupa penjara, pengenaan denda, atau pengumuman pelaku di hadapan publik atau media massa (tasyhir); bisa hukuman cambuk; hingga sanksi yang paling tegas, yaitu hukuman mati. Berat ringannya hukuman takzir ini disesuaikan dengan berat ringannya kejahatan yang dilakukan.

Jelas sudah bahwa pemberantasan korupsi hanya akan berhasil dalam sistem Islam, bukan dalam sistem sekuler seperti saat ini. Oleh karenanya, penerapan sistem Islam secara kaffah sebagai problem solving hendaknya segera diwujudkan demi tercapainya kemaslahatan bagi seluruh umat manusia. Allahu a’lam.(*)

Editor: Lassarus Samosir, SE

Pos terkait