KASUS TRAGIS seorang siswa SMP di Kulon Progo, DIY, yang terjerat judi online (judol) dan utang pinjaman online (pinjol) hingga bolos sekolah sebulan terakhir adalah cerminan buram kegagalan kolektif dalam melindungi masa depan bangsa.
Penulis : Euis Winda, S.Pd
Pengajar dan Pemerhati Remaja
Wakil Ketua Komisi X DPR RI, My Esti Wijayanti, bahkan mengkritik sistem pendidikan Indonesia saat ini sebagai penyebab munculnya kasus tersebut (Kompas.com, 29/10/25). Ini bukan sekadar kasus kenakalan, melainkan dampak sistemik dari tata kelola kehidupan yang rusak.
Konten judi yang merambah situs pendidikan dan game online membuat siswa rentan terpapar. Munculnya kasus judol-pinjol di kalangan pelajar menunjukkan adanya lingkaran setan yang merusak. Pelajar yang kalah judi lari ke pinjol untuk menutup utang, akhirnya mereka menciptakan keterpurukan ganda.
Dalam sistem Kapitalisme, negara berperan minimalis, hanya sebagai regulator pasar, bukan sebagai pelindung rakyat sejati. Akibatnya, ada celah besar dalam pengawasan orang tua dan sekolah, dan peran negara menjadi sangat lemah dalam menutup atau memberantas situs-situs judol yang menjamur. Pendidikan karakter dan literasi digital yang ada pun terbukti tidak memadai untuk melawan daya rusak ini.
Untuk menuntaskan masalah judol dan pinjol di kalangan pelajar, diperlukan peran Negara termasuk perubahan mendasar yang berlandaskan pada akidah Islam, bukan sekadar perbaikan kosmetik. Dalam Islam, Negara berperan sebagai pendidik dan pelindung.
Pendidikan Islam Berlandaskan Akidah
Penting untuk menerapkan pendidikan Islam yang kokoh. Pemahaman bahwa judol dan pinjol Adalah haram harus menjadi pondasi. Pendidikan yang berlandaskan akidah Islam akan memberikan arah bertindak yang benar, membentuk kepribadian Islam, dan menjadikan standar halal-haram sebagai tolok ukur, sehingga pelajar memiliki benteng moral yang kuat.
Peran Negara sebagai Penjaga Umat
Negara wajib berperan penuh sebagai pelindung rakyat, bukan sekadar regulator. Peran ini dilaksanakan dengan mewujudkan sistem pendidikan Islam yang mampu membentuk generasi yang saleh dan berkepribadian Islam. Selain itu, perlunya menutup akses judi dan riba. Negara wajib menutup total seluruh akses judi online dan memberi sanksi tegas yang membuat jera bagi para pelaku, bandar, dan pihak yang terlibat. Hal ini sejalan dengan syariat, di mana Allah SWT telah mengharamkan perjudian dan segala yang merusak.
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan”. (TQS. Al-Ma’idah [5]: 90).
Kasus ini adalah bukti nyata bahwa jika negara tetap bertindak sebagai regulator dalam bingkai Kapitalisme, masa depan generasi akan terus dikorbankan demi keuntungan materi. Sudah saatnya dibutuhkan peran negara untuk membentuk sistem yang mampu membentuk generasi yang shaleh, berkepribadian Islam yaitu dengan mewujudkan sistem pendidikan Islam.(*)







