Kabupaten Karawang, SpiritNews-LSM Kompak Reformasi melaporkan pembangunan gedung tower pemda II kepada Kejaksaan Agung (Kejagung), kemarin. Laporan tersebut diduga ketidak wajaran dalam proyek pembangunan proyek tahap kedua tersebut. Laporan itu dengan Nomor pelaporan 321/LP/VIII/17.
Menurut Sekjen Kompak Reformasi, Pancajihadi Alpanji, ketidak wajaran itu dimulai dari proses lelang dan setelah penanda tanganan kontrak hingga saat ini.
“Kami menemukan adanya kejanggalan pada saat pelelangan proyek tersebut. Dalam menetukkan pemenang lelang terkesan dikondisikan. Dari 48 peserta lelang hanya ada 3 peserta yang mengajukan penawaran,” kata Panji.
Ia mengatakan, jika menjadi peserta lelang harus siap segalanya termasuk persyaratan dan penawaran, jangan hanya jadi pelengkap.Sebelum mengikuti lelang setiap peserta pasti mengetahui persyaratan atau kualifikasinya.
Dari 3 peserta yang mengajukan penawaran ada 2 peserta yang kalah. Namun kekalahannya tidak masuk akal CV N kalah karena dokumennya dianggap tidak lengkap.
“Lebih lucunya PT TUG, sebagai pemenang lelang proyek pemda 2 tahap I, masak kalah hanya karena tidak memperlihatkan dokumen asli SKA personil tenaga ahli arsitektur. Kalau kalah hanya karena masalah tersebut, kami juga harus mempertanyakan dokumen asli SKA pada proyek Pemda 2 tahap I. Jelas kekalahan tersebut hanya dibuat-buat untuk kemenangan PT AH,” katanya.
Parahnya lagi kedua perusahaan yang kalah tidak berusaha melakukan sanggah atau banding, hanya menerima begitu saja. Apalagi melakukan perlawanan hukum lainnya, padahal ini adalah mega proyek dengan nilai kontrak 40 milyar.
“Kami mendapatkan temuan PT AH dalam pengerjaan proyeknya sangat lamban (slow down) seperti kekurangan modal. Padahal perysahaan ini pasca penanda tanganan kontrak pada 30 Juni 2017 telah mendapatkan DP Rp 8 miliar untuk termin pertama.
Kami mendapatkan papan proyek yang tidak mencantumkan biaya atau nilai kontrak proyek, nomor kontrak, tanggal kontrak dan waktu pelaksanaan. Padahal mega proyek ini dibiayai APBD karawang 2017. Kenapa tidak transparan,” bebernya.
Dikatakan, dalam kontrak kerja itu harus ada para personil inti dan tenaga ahli seperti project manager, site manager, para ahli arsitektur, ahli mekanikal electrikal serta managemen mutu. Tapi kami mendapati dalam beberapa hari ini hanya ada seorang pelaksana saja.
Dalam kontrak kerja juga tercantum harus ada peralatan utama minimal seperti 2 mobile crane dan 5 truck besar, peralatan ini tidak di dapati di areal proyek. Yang menyedihkan lagi para pekerja bangunan harus mengangkut barang2 material dilakukan secara manual melalui tangga.
Lanjutnya, dalam kontrak kerja juga tercantum adanya aturan yang harus dipenuhi seperti K3. Namun fakta di lapangan para pekerja tidak menggunakan peralatan yang safety seperti yang diatur dalam kontrak kerja.
Inilah yang kami laporkan kepada kejaksaan agung. Kejagung memiliki fungsi disamping melakukan penindakan korupsi bisa juga melakukan oencegahan pada tindal pidana korupsi. Karena ini adalah proyek vesar dan monumental di karawang. Mudah-mudahan korupsu disini bisa dicegah pada mega proyek ini.
“Kami juga menyayangkan kepada bupati karawang yang tidak terjun langsung ke lapangan untuk meninjau proyek tersebut padahal ini adalah proyek monumental yang menggunakan angaran APBD lebih dari Rp 65 miliar.
Kami mencium adanya pihak yang menerima kucuran uang dari DP proyek tersebut. Namun hal ini juga kami telah melaporkannya kepada pihak Kejagung,” lanjutnya.
Panji memaklumi kenapa proyek ini slow down, karena uang DP dari proyek itu tidak digunakan untuk membangun melainkan dibagi-bagikan kepada beberapa pejabat penting di lingkungan pemda Karawang.
Sementara pihak kejagung telah mengatakan akan menindak lanjuti laporan tersebut secepatnya.
“Kami meminta pihak Kejaksaan Agung dalam minggu2 ini dilakukan sidak ke lapangan,” tandas Panji.(sir)