Hanas: Gejolak Harga Pangan Jelang Puasa Penyakit Tahunan

  • Whatsapp

Kabupaten Sukabumi, SpiritNews-Persoalan gejolak harga pangan di Indonesia, khususnya di Kabupaten Sukabumi, saat menjelang bulan suci Ramadhan, telah menjadi penyakit tahunan.
Setiap tahun, lima situasi menjadi penyebab terjadinya gejolak pangan. Sebenarnya penyakit ini bisa diobati dengan cara suplay yang cukup dan distribusi lancar serta perencanaan yang matang.
Pengamat Ekonomi lokal, Hanas mengatakan, jelang idul ramadhan, idul fitri, idul adha, natal dan tahun baru. Hambatan dalam pengadaan barang serta terjadinya lonjakan harga pada akhirnya berdampak pada gejolak sosial dalam masyarakat.
Kelangkaan barang dan lonjakan harga seyogyanya dapat diantisipasi apabila telah diketahui prakiraan kebutuhan setiap komoditas dan prakiraan stok setiap komoditas.
“Ini bisa diobati atau diantisipasi dengan penyediaan komoditas lokal maupun luar daerah,” kata Hanas saat dihubungi melalui telepon selulernya, Sabtu (20/5/2017).
Tentunya, ujar Hanas, perlu koordinasi antar organisasi perangkat daerah (OPD) untuk melaksanakan itu untuk memberikan gambaran rencana pemenuhan bahan kebutuhan pokok dalan menghadapi lima situasi yang selalu menjadi biang kerok.
“Kerjasama antar OPD ini untuk menganalisis permasalahan yang timbul. Ini yang belum terjadi saya lihat di Pemerintahan Kabupaten (Pemkab) Sukabumi. Bahkan data potensi antar lembaga bidang ekonomi belum sinkron,” papar dia.
Fenomena kenaikan harga kebutuhan pokok saat ramadhan dan jelang idul fitri selalu terulang. Padahal, pandang dia, sudah sangat jelas penyebabnya adalah peningkatan permintaan masyarakat terhadap bahan pokok.
Kemudian, bisa pula terjadi akibat ulah spekulan yang menimbun barang, dan upaya produsen memanfaatkan momen dengan cara menaikkan harga. “Penyebab lainnya, tidak semua daerah menjadi penghasil produk kebutuhan pokok,” tutur Hanas.
Persoalan penyebab ini tidak akan terjadi kalau komunikasi antar daerah kompak. “Berarti, ada persoalan kritis yang menjadi akar masalah. Pandangan saya, keterbatasan sumber daya manusia. Bisa pula akibat pemerintah tidak memiliki data konkret,” pandangnya.
Untuk keterbatasan sumber daya manusia, Pemerintah sebenarnya cukup melakukan pelatihan. Sedangkan dalam pendataan, perlu menyusun angka konversi bagi produk yang saat ini belum memiliki angka konversi.
“Persoalan ini sebenarnya sudah dibahas pada rapat koordinasi pangan di Jawa Barat. Hanya saja tidak semua OPD tampaknya memahami. Hal ini bisa terjadi karena pemangku kebijakan dan pelaksana kebijakan tidak saling memahami persoalan,” pungkas dia.
Permasalahan data tidak bisa dianggap sepele. Hanas memandang dalam satu institusi saja, dengan jalinan koordinasi satu atap terjadi perbedaan data.
“Ketidakketersediaan data produksi, perubahan stok, data ekspor impor, industri dan lainnya menjadi penghambat. Kemudian adanya komoditas potensial namun belum masuk neraca bahan makanan (NBM),” sebut dia.
Ironisnya lagi, pemerintah di daerah masih banyak belum membentuk tim NBM. Padahal, tim NBM ini memudahkan komunikasi antar lembaga di bidang ekonomi.  Akibat dari itu semua, pungkas Hanas, tiap hari besar seperti ramadhan, kenaikan harga ini sering menjadi penyebab tingginya inflasi.
Dinas Perdagangan Koperasi Usaha Kecil dan Menengah (DPKUKM) Kabupaten Sukabumi, sebenarnya sudah memiliki program antisipasi penyakit tahunan ini. Ia menegaskan, perlu perhatian kepala daerah dalam menempatkan personil aparatur yang bisa mengurai persoalan ini.
Sebab, kata dia, perlu kebijakan strategis dari tiap pelaksana kebijakan daerah untuk mengantisipasi penyakit tahunan tersebut.
“Saya kira ini kegagalan dua periode terdahulu, dan jangan sampai menjadi kegagalan periode sekarang. Pelaksana kebijakan hanya menyediakan laporan asal bapak senang,” sindir dia.
Bupati Sukabumi saat ini, ungkap dia, harus memperhatikan kecakapan personal pejabat untuk menduduki posisi bidang ekonomi.
“Cukup kegagalan itu milik periode sebelumnya. Jangan lagi kepala daerah menempatkan personal karena balas budi, apalagi karena faktor politis. Harus ada keberanian kepala daerah menempatkan pelaksana kebijakan melalui tahapan uji kelayakan,” saran Hanas.(ony

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *