Penulis: Yudo Asmoro
Anggota Asosiasi Dosen Indonesia, Dosen FT Universitas Persada Indonesia YAI, Dosen Universitas Bhayangkara Jakarta Raya, Dosen STMIK Bani Saleh Bekasi
Sebaik-baiknya manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya. Kata-kata ini tidak asing ditelinga kita, dan kebalikannya dari kata-kata tersebut adalah : Sejelek-jeleknya manusia adalah yang paling tidak bermanfaat bagi manusia lainnya. Sejatinya kata-kata tersebut adalah satu diantara kata-kata yang bertujuan membangun etos kerja, seperti kata-kata lainnya berikut ini :
1. “Demi waktu. Sesungguhnya manusia pasti merugi, kecuali orang-orang yang beriman dan beramal sholeh”.
2. “Tanamlah lagi satu pohon, meskipun engkau tahu besok akan kiamat”.
3. “Apabila engkau telah selesai dengan suatu urusan, maka segeralah kerjakan urusan yang lainnya..!”
4. “Berbuatlah…! Sesungguhnya Allah, Rasul dan orang-orang beriman akan mennyaksikan perbuatanmu..”
5. Dan seterusnya…
Kata-kata yang mulia itu bagi sebagian besar orang tidak lebih dari kata-kata pada umumnya, apalagi pada saat memasuki bulan Rammadhan, maka semakin sayup-sayup terdengarnya, bahkan tidak sedikit yang menutup telinganya dan menjadikan puasa sebagai alasan untuk mengurangi aktifitas kerjanya. Diperparah lagi dengan berpegangan pada keterangan yang “lemah” yaitu kata-kata : Tidurnya orang yang berpuasa adalah ibadah.
Etos kerja dapat diartikan sebagai konsep tentang kerja atau paradigma kerja yang diyakini oleh seseorang atau sekelompok orang sebagai baik dan benar yang diwujudnyatakan melalui perilaku kerja mereka secara khas (Sinamo, 2003,2).
Menurut Toto Tasmara, (2002) Etos kerja adalah totalitas kepribadian dirinya serta caranya mengekspresikan, memandang, meyakini dan memberikan makna ada sesuatu, yang mendorong dirinya untuk bertindak dan meraih amal yang optimal sehingga pola hubungan antara manusia dengan dirinya dan antara manusia dengan makhluk lainnya dapat terjalin dengan baik. Etos kerja berhubungan dengan beberapa hal penting seperti:
1. Orientasi ke masa depan, yaitu segala sesuatu direncanakan dengan baik, baik waktu, kondisi untuk ke depan agar lebih baik dari kemarin.
2. Menghargai waktu dengan adanya disiplin waktu merupakan hal yang sangat penting guna efesien dan efektivitas bekerja.
3. Tanggung jawab, yaitu memberikan asumsi bahwa pekerjaan yang dilakukan merupakan sesuatu yang harus dikerjakan dengan ketekunan dan kesungguhan.
4. Hemat dan sederhana, yaitu sesuatu yang berbeda dengan hidup boros, sehingga bagaimana pengeluaran itu bermanfaat untuk kedepan.
5. Persaingan sehat, yaitu dengan memacu diri agar pekerjaan yang dilakukan tidak mudah patah semangat dan menambah kreativitas diri.
Dari manakah datangnya etos kerja?
Bagi sebagian orang etos kerja dibangun dari nilai-nilai budaya yang dianut dan berlaku di suatu masyarakat atau bangsa yang diwariskan turun temurun dari generasi ke generasi. Sebagian orang lagi menganggap etos kerja dibentuk melalui suatu system Reward and Punishment yang diterapkan secara konsisten dalam suatu organisasi. Kedua-duanya benar menurut persepsi masing-masing.
Namun, mengharapkan lingkungan untuk membentuk etos kerja pribadi baik perspektif budaya maupun sistem adalah naïf, apalagi kemudian mengkambing hitamkan lingkungan terhadap lemahnya etos kerja yang ada pada dirinya, sebagai contoh sejumlah kata-kata berikut :
1. “Saya jadi malas seperti ini, akibat dari keputusan Manajemen perusahaan terhadap diri saya”
2. “Budaya perusahaan ini memang telah membentuk saya jadi kurang bersemangat bekerja”
3. “Sistem penghargaan yang diterapkan di perusahaan ini sangat tidak adil, jadi buat apa saya berkontribusi yang terbaik di perusahaan ini”
Membangun Etos Kerja Pribadi
Membangun etos kerja pribadi tidak bisa tidak harus berkaitan secara langsung dengan konsep hidup yang dibangun oleh pribadi itu sendiri, baik hidup saat ini di alam dunia maupun hidup nanti di alam akhirat. Memisahkan dua alam tersebut dalam membangun etos kerja pribadi menjadikannya kehilangan aspek ruhaniyah dari makna bekerja, kering dan tidak lebih dari sekedar mengejar hal-hal yang bersifat material semata atau paling tinggi hanya untuk mencapai kepuasan batin.
Bangunlah Etos kerja pribadi dengan ‘meluruskan konsep hidup’ terlebih dahulu. Jawablah dengan jujur : Apa Makna hidup untuk diri kita ?. Untuk apa kita hidup ?. Apa yang ingin diraih dari hidup ini ?. Mau kemana arah hidup kita ?. Maka jawaban atas pertanyaan ini adalah akan membangun konsep hidup diri, dan konsep hidup inilah yang akan membangun etos kerja pribadi.
Hidup adalah anugrah dari Allah, dan Allah tidak memberikan dengan main-main (abatsa), ada tujuan yang jelas, oleh karena itulah dalam hidup ini harus meraih nilai investasi untuk dinikmati di alam abadi. Dunia bukanlah tempat menikmati hasil yang sesungguhnya, tempat menikmati hasil investasi kita yang sesungguhnya adalah Akhirat. Seluruh apa yang akan terjadi di dunia ini telah diskenariokan oleh Allah dan semua akan berjalan sesuai skenario itu, jadi tugas kita di dunia ini adalah berbuat yang terbaik sehingga menghasilkan nilai investasi terbaik.
Jika etos kerja dibangun dari konsep hidup, dia akan lebih kokoh tidak mudah melemah karena hilangnya attribute keduniaan, dan lebih bermakna tidak akan kehilangan idealisme saat berlimpahnya keberhasilan materi.
Sesungguhnya Allah menciptakan kematian dan kehidupan ini untuk menguji kita siapa diantara kita yang paling baik amalnya.(*)