Sekda Aceh Dukung Kehadiran Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual

  • Whatsapp
Sekda Aceh Terima Plakat
Sekretaris Daerah Aceh, Drs. Dermawan. MM, menerima kunjungan Tim kerja Komisi VIII DPR RI dalam rangka mencari masukan terkait penyempurnaan RUU tentang Penghapusan kekerasan seksual, di Gedung potensi Daerah Setda Aceh, (20/10/2017)
Sekda Aceh Terima Plakat
Sekretaris Daerah Aceh, Drs. Dermawan. MM, menerima kunjungan Tim kerja Komisi VIII DPR RI dalam rangka mencari masukan terkait penyempurnaan RUU tentang Penghapusan kekerasan seksual, di Gedung potensi Daerah Setda Aceh, (20/10/2017)

Banda Aceh, SpiritNews-Sekretaris Daerah Aceh mendukung sepenuhnya pembentukan Undang-undang Tentang Penghapusan Kekerasan Seksual, yang rancangannya sedang digodok DPR RI.

“Pemerintah Aceh komit bahwa kekerasan seksual harus kita hilangkan di republik ini,” ujar Sekda saat menyambut tim kunjungan Panitia Kerja Komisi VIII DPR RI  terkait Penyempurnaan RUU tentang Penghapusan Kekerasan Seksual, di Gedung potensi Daerah Setda Aceh, Jumat (20/10/2017).

Bacaan Lainnya

Sekda menyebutkan kekerasan seksual menjadi momok menakutkan khususnya bagi perempuan dan anak. Baru-baru ini bahkan terjadi di Rumah Sakit Umum Zainoel Abidin, di mana petugas cleaning servis menggerayangi pasien yang baru usai dioperasi.

“Berbagai persoalan terjadi. Karena itu Pemerintah Aceh menyambut baik adanya RUU ini,” kata Sekda.

Meski demikian, Sekda meminta agar pihak DPR RI mempertimbangkan kekhususan Aceh dalam tiap undang-undang yang digodok di Senayan. Hal itu penting sehingga nantinya tidak menimbulkan kesalahpahaman yang berakhir sengketa.

“Catatan penting bahwa setiap hal khusus terkait RUU yang ada kaitannya dengan Aceh perlu konsultasi dengan DPR Aceh, sehingga tidak memunculkan sengketa,” kata Dermawan.

M.Ali Thaher, Ketua Komisi VIII DPR RI, menyebutkan pihaknya hendak mencari masukan, saran dan usul terkait undang-undang yang tengah digodok hingga di tingkat pertama.

Saat ini, kata Thaher, Indonesia dihadapkan pada situasi yang mengkhawatirkan. Di mana, ketika dipetakan dalam semua kasus kekerasan, kasus yang terjadi atas perempuan dan anak menempati urutan pertama.

“Dalan 4 tahun terakhir kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak mencapai 50 persen dari kekerasan yang ada,” kata Thaher.

“Faktanya bahwa kekerasan terjadi karena ada kekosongan hukum dan belum tersedianya mekanisme pemulihan korban,” kata Thaher. Untuk itu, Undang-Undang Tentang Penghapusan Kekerasan Seksual dipandang penting untuk segera disahkan.

Anggota DPR sebagai perwakilan rakyat dipandang harus mengambil peran untuk menjawab segala peristiwa sosial yang terjadi itu. Komisi VIII DPR menyambangi berbagai daerah untuk melengkapi saran sehingga materi dalam undang-undang nantinya bisa mempertimbangkan faktor kearifan lokal.

Para peserta berharap RUU ini segera bisa disahkan menjadi undang-undang sehingga para anak khususnya bisa terbebas dan terjamin masa depannya.

Di antara yang hadir dalam diskusi itu adalah Alfiah dari Fraksi DPD RI, Supriyanto dari Fraksi Gerindra, Iqbal Romzi Fraksi PKS dan Samsudin Siregar dari Hanura. Hadir juga pihak Kementerian Sosial dan instansi terkait lainnya. (mah)

Pos terkait