Urbanisasi Sentralistik Jadi Masalah Demografi

  • Whatsapp
Anggota Komisi IX DPR RI, Dr. Adang Sudrajat
Anggota Komisi IX DPR RI, Dr. Adang Sudrajat
Anggota Komisi IX DPR RI, Dr. Adang Sudrajat
Anggota Komisi IX DPR RI, Dr. Adang Sudrajat

Kabupaten Bandung Barat, SpiritNews– Tingginya pertumbuhan penduduk di Indonesia berpotensi menimbulkan masalah demografi. Ini dikarenakan penyebaran penduduk yang hanya tersentralistik di pulau Jawa dan sekitar ibu kota provinsi, kota, atau kabupaten.

Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Adang Sudrajat mengatakan, persoalan demografi ini harus diantisipasi sejak sekarang. Sebab diprediksi 20 tahun yang akan datang  generasi produktif di Indonesia akan meningkat 60 persen dari sekarang.

Bacaan Lainnya

“Bonus demografi ini bukan tanpa masalah. Jika tidak menghasilkan generasi yang berkualitas maka berbagai persoalan sosial akan muncul,” terangnya disela-sela reses dan kegiatan sosialisasi Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Jawa Barat, di Kantor Desa Cikalong, Kecamatan Cikalong Wetan, Kabupaten Bandung Barat (KBB), (13/11/2017) kemarin.

Guna menekan terjadinya urbanisasi akibat peningkatan demografi, saat ini pemerintah terus menggenjot pembangunan di desa. Anggaran bantuan ke desa dari tahun ke tahun terus meningkat, diharapkan tercipta lapangan kerja dan pembangunan di desa terus tumbuh. Hal ini diyakini dapat menekan angka urbanisasi masyarakat ke kawasan perkotaan.

Selain itu melalui program transmigrasi juga bisa membuat penduduk lebih menyebar, khususnya ke daerah-daerah di Indonesia timur. Hingga kini pemerintah masih memfasilitasi bagi warga yang ingin bertransmigrasi. Sebab masih banyak daerah di luar jawa yang penduduknya jarang tapi sumber daya alamnya melimpah.

“Saat ini Indonesia adalah negara ke-16 di dunia dengan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang tinggi. Saya yakin dengan program KB dan peningkatan kualitas manusianya maka Indonesia bisa bersaing di tingkat global,” tandasnya.

Sementara itu Kabid Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga BKKBN Jawa Barat, Pintauli R Siregar mengatakan, angka melahirkan ibu usia 15-19 di Jawa Barat masih sangat tinggi dan di atas nasional. Yakni sebanyak 33 balita dari 1.000 wanita subur padahal secara nasional hanya 31 balita dari 1.000 wanita subur.

“Itu menjadi persoalan yang sampai kini kami terus upayakan agar persoalan demografi di Jabar segera teratasi,” terangnya.

Dia menjelaskan, usia menikah ideal bagi perempuan adalah di usia 21 tahun sementara laki-laki usia 25 tahun. Banyaknya kasus perceraian dan menikah lagi dikarenakan mereka menikah terlalu muda sehingga itu berdampak kepada anak-anak mereka. Sebab asupan gizi mereka jadi tidak terperhatikan karena munculnya konflik di rumah tangga.

“Padahal di BKKBN kami telah mengeluarkan program 1.000 hari pertama kehidupan yang dimulai dari anak dalam kandungan sampai 2 tahun yang tujuannya agar asupan dan gizi anak terperhatikan,” tuturnya.(gus)

Pos terkait