Kabupaten Aceh Tengah, spiritnews.co.id – Lot Tawar, begitu sebutan orang Gayo terhadap Danau Laut Tawar dan Tanah Gayo dipandang sebagai daerah yang bertuah karena terhampar Laut Tawar yang dikelilingi gunung yang membujur dari Bintang sampai ke Singah Mata.
Tanah Malem Dewa dan Putri Bensu yang berhawa sejuk ini tidak saja mempesona juga memiliki lagenda sejarah penuh misteri.
Beberapa anak sungai yang mengalir menuju Laut Tawar yang bermuara ke sungai Peusangan, Kabupaten Bireuen untuk seterusnya menuju Selat Malaka. Bagi sebagian orang Gayo Laut Tawar bahkan menjadi sarana bergantung hidup dari hasil ikan depik yang unik. Dengan ikan depik pula banyak warga yang mampu menyekolahkan anaknya sampai keluar daerah.
Pemandangan lebih menakjubkan lagi di sepanjang pinggiran Lot Tawar tumbuh pohon pinus yang merentang hijau dan getahnya pernah menjadi komoditi export. Begitu juga ada kopi dan tembakau yang mutunya mampu menyaingi kopi Brazil di pasaran dunia.
Kondisi dan gambaran tentang keindahan, kekayaan, kebanggaan, harapan serta masa depan Tanah Gayo ini sering dilantunkan dalam lirik syair kesenian didong Gayo. Misalnya, engonko so tanoh Gayo, si megah mureta delé, urom batang ni uyem si ijo, Kupi urom bakoeu enti datenko Burni Kelieten mongot pudederu. Oyale rahmat ni Tuhen kin ko bewenmu.
Yang maksudnya, tataplah tanah Gayo yang megah kaya-raya dengan pohon pinus yang hijau. Kopi dan tembakaunya jangan biarkan Gunung Klieten menangis tersedu Inilah rahmat Tuhan kepada kalian semua. (Disyairkan oleh Mariam Kobat).
Laut Tawar memang menyimpan sejuta riwayat, seperti: hikayat Malim Dewa yang mengisahkan jalinan percintaan antara Malim Dewa dengan Peteri Bensu yang sangat romantis dengan tidak merobek nilai-nilai adat dan agama. Begitu juga kisah antara Inen dengan Aman Mayak Pukes sebuah kisah tradisi pengantin baru di Tanah Gayo.
Inen dan Aman Mayak Pukes, terangkum dalam hikayat Peteri Ijo, seorang gadis cantik jelita berabut panjang, yang ceriteranya sarat dengan kekuatan ghaib dan misteri. Hingga kini Laut Tawar oleh kaula muda di tanah Gayo masih tetap menjadi tempat merajut percintaan.
Misalnya tersebut dalam sebuah syair, Kirep cengkeh ni bulang, kipes ni opoh Padang, terbayang ko laut ijo rembebe tajuk ni bunge, ku sèmpol bun kin tene, mudemu i ojong baro. Maksudnya, panggilan dengan topi miring, lambaian kain panjang, terbayang kau laut hijau, kuntum bunga bertaburan berjumpa di Ojong Baro, diselip di sanggul sebagai isarat.
Begitu romantisnya Laut Tawar, indah dan cantiknya sangat mirip dengan Geneva Lake Swissland, yang dilingkari oleh gunung Alps dan Jura, bermuara ke sungai Rhône yang airnya mengalir gemuruh dan bening. Selain Rhône, ada Pea sungai kecil yang diapit oleh pohon rindang mirip kayu bakau yang tertata. Air Geneva Lake yang jernih bersumber dari mata air simpanan salju gunung Alps dan Jura.
Kecantikan dan keindahan Geneva Lake menjadi terkenal, karena pemerintah setempat merupakan Wali yang bertanggungjawab melindungi dan menjaga martabat Geneva sebagai kota turist internasional. Sepanjang sungai Rhône membujur taman bunga beraneka warna yang diperindah dengan cahaya lampu penghias di waktu malam.
Kalaulah dan seandainya pantai Laut Tawar dari arah Mendale hingga Bom dan dari arah Dedalu menuju sungai Pesangan ditata dengan seni arsitektur yang berciri khas Gayo, orang Indonesia dan Asia Tenggara pada umumnya tidak perlu ke Swiss cukup ke Takengon saja.
Persolannya mampukah Pemerinyah Aceh dan Aceh Tengah bersama Bener Meriah menyunglap Danau Laut Tawar seperti Genewa Lake. Mampukah, misalnya, itu gubuk gubuk nelayan yang berjejer sepanjang tepi Laut Tawar menukarnya dengan taman bunga yang diterangi cahaya lampu penghias.
Aduh, mungkinkah khayalan diatas tadi akan menjelma Peteri Bensu turun dari singgasana menyambut Malim Dewa di Takengon Lake, kota turis Indonesia selain Bali.
Pemda Aceh, Aceh Tengah bersama Bener Meriah yang merupakan Wali yang bertanggungjawab melindungi Laut Laut Tawar dan Takengon harus berusaha bagaimana Tanah Gayo yang indah itu mampu disunglap menjadi daerah tujuan wisata bertaraf internasinal.
Namun di sebalik semua kisah tadi, ada sejuta kegundahan yang satu saat akan melilit dan mencekik kebanggaan terhadap Laut Tawar. Contohnya, saat ini hutan Gayo sudah gundul. Syair Gayo menyebutkan, utente negemeh bertene dan belangte nge meh berpancang (hutan dan padang ilalang kita sudah habis dipancang).
Miris, ketika kawasan hutan di hulu sungai utama, seperti: Kenawat, Toweran, Rawe, Nosar, Bewang, Mengaya, Bintang dan Totor Uyet menuju Kala Kebayakan yang bermuara ke Laut Tawar kini sudah gundul. Nyata terlihat dan dirasakan permukaan air Laut Tawar sudah semakin dangkal.
Hal ini tidak saja berpengaruh kepada kerusakan alam lingkungan, tetapi juga kepada keberadaan Ikan Depik, ikan khas Danau Laut Tawar yang kian sulit didapat para nelayan.
Begitu juga terhadap pohon pinus yang terhampar luas dan megah, kini hampir semua musnah.
Untuk masalah ini, Ujang, (40), salah seorang warga yang mendiami pinggiran danau Laut Tawar, mengatakan, jangan bermimpi untuk menjadikan Takengon sebagai kota turis bila belum mampu menjaga kelestarian alam lingkungan Laut Tawar.
“Sahan jema male berfikir, (Siapa orang mau berpikir),” ucapnya.(mah)