KORUPSI lagi ! Korupsi lagi ! Euforia korupsi seakan sudah menjadi budaya dan hobi di negeri kita tercinta ini. Hampir setiap hari kasus korupsi menghiasi layar kaca atau pun menjadi hot news di berbagai media cetak maupun media online.
Penulis : Pradila Agustina
Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial & Politik Universitas Muhammadiyah Malang
Rentetan kasus korupsi yang marak belakangan ini sesungguhnya sudah pada stadium mengkhawatirkan bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Berbagai bencana dan krisis saat ini seakan-akan tidak menumbuhkan sedikitpun sikap empati oleh para koruptor yang sedang asyik berenang.
Apa yang seharusnya haram dan tabu dilakukan malah dianggap sebagai sesuatu yang wajar dan “B Aja”. Adanya lembaga yang bertugas untuk memberantas korupsi sepertinya tidak menggentarkan oknum-oknum tikus berdasi tersebut dalam menjalankan aksinya, mungkin lembaga pemberantas korupsi hanya dianggap angin lalu oleh mafia koruptor tersebut.
Seiring berjalannya waktu berkacamata terbelakang dulu persoalan kasus-kasus korupsi yang banyak terjadi dalam birokrasi pemerintahan misalnya saat pembuatan KTP Elektronik dengan tersangka Setya Novanto, kasus korupsi proyek simulator SIM yang dilakukan oleh Irjen Djoko Susilo, dan yang terbaru korupsi Bansos Covid-19 yang dilakukan oleh mantan Menteri Sosial Juliari Batu Bara, dan masih banyak terjadi oleh para mafia yang tidak memiliki hati nurani karena sudah dibutakan oleh kilauanya kekuasaan dan fasilitas.
Walaupun gencar suatu berita dan berbagai order sudah dikeluarkan oleh lembaga yang berwajib tetapi memang sulit menghilangkan dan menjadikan bersih bebas korupsi. Sebab, korupsi di Indonesia sudah menjadikan budaya yang dianggap lumrah.
Padahal itu adalah persoalan negara yang sangat membebankan yang harus segera ditangani dan diberantas. Karena dianggap lumrah itulah oknum-oknum yang melakukan tindak korupsi merasa leluasa untuk melakukannya secara terus-menerus dan merasa tidak punya malu.
Kita prihatin korupsi masih juga banyak terjadi di pusat , daerah bahkan di desa. Deretan berita media massa setiap hari tak pernah lepas dari isu korupsi, padahal sudah lama negara mengeluarkan berbagai startegi untuk memerangi korupsi bahkan kita juga punya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang amat famous dengan singkatan KPK.
Sistemnya aja sudah korup ! Pantas aja didalamnya korup. Pastinya itu terjadi akibat lemahnya pengawasan pemerintah pusat terhadap pemerintah daerah, lemahnya pengawasn pemerintah pusat dan tiadanya mekanisme untuk menyeimbangkan kekuasaan berbuntut mafia tikus berdasi membuat lahirnya raja-raja kecil di daerah.
Tunakemanusiaan korupsi, gila jabatan publik untuk keuntungan pribadi, pelaku-pelakunya secara individual maupun berjamaah (organisasi). Disinilah korupsi bersifat sistematis karena sudah menjadi bagian yang utuh sehingga orang yang terlibat dalam sistem yang korup itu mereka tidak sadar bahwa apa yang telah dilakukan itu adalah perbuatan korupsi, karena itu tidak mengherankan banyak orang yang berpendidikan tinggi, baik, jujur, sopan, berintegritas, dan taat beragama tergiur dan terjerumus dalam tindakan korupsi ketika mereka masuk dalam birokrasi atau terjun dalam dunia perpolitikan.
Jika korupsi sudah membudaya, dan menjadi jati diri sebuah masyarakat, dia akan berkembangbiak ke semua lapisan sosial. Sementara rakyat direpotkan atau mungkin menderita akibat pembatasan sosial, PHK, kelangkaan barang kebutuhan rumah tangga, pusingnya kuliah atau sekolah online dengan segala tugas-tugasnya, dan masih banyak lagi.
Dalam tangis dan cucuran peluh para pencari rupiah kecil, para pejabat justru bersekongkol melakukan korupsi. Meminta diprioritaskan tes kesehatan, minta kenaikan gaji dan tunjangan, meminta pengadaan mobil dan fasilitas perkantoran baru bernilai miliran hingga triliun dan asyik berbelanja keluar negeri. Wahai para pejabat elite negara kita sedang tidak baik-baik saja marilah sadar dan mengembalikan Indonesia seperti sedia kala !
Korupsi mesti menjadi keprihatinan semua elemen bangsa ini. Untuk memperkuat sebagai kontrol atas kekuasaan, maka perlu implementasi agama-agama sebagai tiang institusi moral dan agen perubahan terdepan dalam memerangi kasus korupsi atau terdapat keterlibatan pendidikan agama dan korupsi didalamnya secara selaras.
Selain itu apabila kita memang ingin memberantas korupsi maka kita dapat memulainya dari diri kita sendiri dengan tidak mengikuti arus yang melumrahkan perilaku-perilaku korupsi yang keliatannya sepele dan jujur kepada diri sendiri.
Korupsi yang sudah seperti kanker stadium akhir, Masih adakah harapan terhadap penegakan hukum dalam upaya pemberantasan hobi dan budaya korupsi di Indonesia ? pastinya tentu ada selama seluruh elemen yang ingin negara kita bersih tanpa mafia para koruptor dan masih memiliki kepedulian yang dituangkan dengan aksi nyata.
Masih dapat melakukan gugatan oleh yang mau menghendaki gugatan menjadi langkah paling konstitusional yang dapat ditempuh oleh seluruh warga negara Indonesia. Jika salah satu upaya strategi untuk memberantas korupsi membuahkan hasil, upaya penguatan harus menjadi agenda lanjutan yang harus ditempuh bersama agar negara ini bebas dan bersih dari budaya korupsi mengingat bahwa korupsi kala pandemic layak dipersamakan dengan mengorupsi kemanusiaan korupsi ini merusak keadaban kemanusiaan.
Tidak ada salahnya jika negara kita bercermin dan mencontoh kinerja Independent Commisssion Against Corruption (ICAC) Hong Kong ketika mereka memiliki tiga strategi jitu utama untuk membarantas korupsi, yang meliputi pencegahan, penindakan dan pendidikan, komitmen pemangku kepentingan di Hong Kong juga memegang peranan yang sangat penting, sehingga ICAC mampu menjadi cendikia percontohan lembaga pemberantasan korupsi di negara lain. Kunci utama keberhasilan ICAC Hong Kong terletak pada komitmen dan pendekatan yang dilakukan secara maksimal.
Harapan dan Utopia terhadap penegakkan pemberantasan korupsi tetap menjadi dambaan mayoritas Warga Negara Indonesia saat ini, dan selamanya untuk menciptakan negara yang bersih dari mafia para koruptor. Hal tersebut akan terwujud apabila masyarakat Indonesia memiliki komitemen, kesadaran, dan kemauan yang tinggi untuk membasmi polemik korupsi ini.(*)