Kabupaten Subang, spiritnews.co.id – Kabupaten Subang memiliki banyak potensi Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) yang dapat dimanfaatkan untuk diberdayakan untuk kepentingan dan peningkatan perekonomian masyarakat.
Hal ini salah satu bahasan dalam rapat integrasi Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) Kabupaten Subang, di Ruang Rapat Bupati 2, Kamis, (29/12/2022). Rapat ini dihadiri Asisten Daerah 1 Bidang Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat H. Rahmat Effendi, dan Kepala Kantor Agraria Tata Ruang dan Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Subang Andi Kadandio Alepuddin.
Kepala Kantor ATR/BPN Subang Andi Kadandio Alepuddin, mengaku, GTRA ini sangat didukung oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Subang, sehingga nyaris tidak ada kendala yang dihadapi di lapangan. Ada dua success story yang diutamakan yaitu tanah eks HGU dan tanah timbul di pesisir pantai.
“Dua success story ini secara terpadu akan diberdayakan untuk kepentingan masyarakat Subang,” kata Kepala Kantor ATR/BPN Subang Andi Kadandio Alepuddin.
Diakuinya, di Subang ini ada banyak potensi-potensi TORA yang akan ditindaklanjuti dan diimplementasikan. Di Kecamatan Blanakan ada tanah timbul, di Kecamatan Purwadadi ada tanah eks HGU PT Rajawali.
“Ini kita akan TORA-kan kepada masyarakat penggarap. Secara terpadu, Pemkab Subang akan membuat satu succses story mengenai pemberdayaan. Akan dibangun apartemen lobster, hotel kambing, rumah belajar, dan kawasan tambak bandeng. Di sisi pantai akan dibuat wisata mangrove yang tanahnya nanti akan diatasnamakan HPL pemerintah,” katanya.
Asisten Daerah 1 Bidang Pemerintahan dan Kesra, H. Rahmat Effendi, bersyukur karena progres tim GTRA Kabupaten Subang terbaik di Jawa Barat, sehingga diundang menjadi narasumber dalam Rakor GTRA se-Provinsi Jawa Barat.
“Alhamdulillah GTRA Subang progresnya sangat positif. GTRA ini dibentuk berdasarkan Perpres Nomor 86 tahun 2018, untuk penataan aset dan akses tanah tanah negara,” kata Rahmat.
Menurutnya, TORA di Kabupaten Subang terdiri dari tanah eks HGU, tanah timbul, tanah Perhutani dan juga tanah terlantar. Terkait tanah Eks HGU RNI, di tiga kecamatan seluas 53 hektare sudah dikeluarkan sejak tahun 2004 dan diatasnya telah berdiri bangunan masyarakat yang sudah cukup lama dimohon untuk menjadi hak milik masyarakat.
“Dengan GTRA, kita telah melakukan pendataan, Pemkab Subang telah mengirimkan surat permohonan kepada Kementerian ATR/BPN. Insha allah semangat GTRA, tahun 2023 ini kita akan mendapatkan surat rekomendasi dari Kementerian ATR/BPN untuk tanah seluas 53 hektar yang tersebar di 3 kecamatan yaitu Purwadadi, Cikaum dan Cipunagara,” jelasnya.
Selain eks RNI, yang menjadi TORA adalah lahan Eks HGU PTPN VIII. Tim GTRA Subang telah menyelesaikan pendataan kepada masyarakat penggarap di 12 kebun. Masyarakat yang sebelumnya tidak memiliki kepastian hukum dalam menggarap lahan, kini mampu bekerja sama dengan PTPN VIII dan sudah memiliki legalitas dalam menggarap sehingga kesejahteraan masyarakat meningkat.
“Kedepan, kami berharap ini ada kerjasama antara masyarakat dengan PTPN VIII untuk menggarap tanah tersebut secara legal, karena selama ini masyarakat menggarap tidak ada kepastian hukum sehingga masyarakat bisa mengoptimalkan lahan tersebut. Kita fasilitasi untuk masyarakat bisa bekerjasama dengan PTPN VIII untuk menggarap lahan secara legal,” ucapnya.
Tak hanya itu. Tanah timbul yang menjadi objek TORA pun telah dilaksanakan pendataan. Ada enam desa di Kecamatan Blanakan yang memiliki potensi TORA, yaitu di Desa Muara, Langensari, Blanakan, Jayamukti, Rawameneng dan Cilamaya Girang.
“Pendataan yang kita laksanakan ini tanah timbul itu yang tersebar di enam desa ini, masyarakat tidak mempunya validitas atau kepastian hukumnya. Kita baru selesai melakukan pendataan, kita ajukan ke Kementerian ATR/BPN. Kita berharap tahun 2023 juga sudah keluar rekomendasi dari Kementerian ATR/BPN untuk kepemilikan bagi para petambak yang menggarap dan memiliki tanah timbul di sana,” ujarnya.
Kemudian di lahan Perhutani, tim GTRA Subang melakukan pendataan di 12 desa. Objek TORA pada lahan Perhutani adalah kawasan pemukiman di lahan Perhutani. Tim GTRA Subang sendiri telah melaksanakan pendataan di enam desa untuk dimohonkan ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
“Kita berharap dengan hasil pendataan ini, ada rekomendasi dari Kementerian KLHK untuk dijadikan hak milik masyarakat yang mendiami rumah-rumahnya di lahan Perhutani bukan lahan garapan,” kata Rahmat.
Ia berharap, dengan adanya program GTRA ini mampu memberikan ketertiban dalam penataan aset dan akses tanah.
“Kita berharap dengan GTRA ini, Subang akan semakin tertib dalam penataan aset dan akses tanah,” ungkapnya.(red/sir)