Restoratif Justice dalam Perkara Tindak Pidana

  • Whatsapp

PERKARA PIDANA yang dapat diselesaikan dengan restorative justice adalah pada perkara tindak pidana ringan sebagaimana diatur dalam Pasal 364 (Pencurian dengan pemberatan yang mengakibatkan kematian, luka berat, atau luka-luka berat pada orang yang menjadi korban).

Penulis : DR. Drs. Banuara Nadeak, S.H., M.M., CPM. CML. CPC. CPArb. CPA. CPLI. CPLE

Bacaan Lainnya

Advokat/Pengacara

Selain itu, pasal 373 tentang penggelapan, pasal 379 tentang penipuan ringan, pasal 384 tentang pemalsuan materai, pasal 407 tentang pengrusakan dan pasal 483 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Pasal 5 ayat (1) Peraturan Kejari 15/2020 yang berbunyi: “Perkara tindak pidana dapat ditutup demi hukum dan dihentikan penuntutannya berdasarkan Keadilan Restoratif dalam hal terpenuhi syarat sebagai berikut :

  1. Tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana
  2. Tindak pidana hanya diancam dengan pidana denda atau diancam dengan pidana
    penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun; dan
  3. Tindak pidana dilakukan dengan nilai barang bukti atau nilai kerugian yang
    ditimbulkan akibat dari tindak pidana tidak lebih dari Rp 500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah)

Dasar mengenai penerapan restorative justice terhadap tindak pidana narkotika telah dimuat dalam berbagai peraturan, yakni :

  1. Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Penempatan Korban Penyalahgunaan Narkotika di Dalam Lembaga Rehabilitasi Medis dan Rehabilitas Sosial;
  2. Peraturan Bersama Ketua Mahkamah Agung, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Menteri Kesehatan, Menteri Sosial, Jaksa Agung, Kepala Kepolisian, Kepala Badan Narkotika Nasional Nomor 01/PB/MA/111/2014, Nomor 03 Tahun 2014, Nomor 11 Tahun 2014, Nomor 03 Tahun 2014, Nomor Per005/A/JA/03/2014,Nomor 1 Tahun 2014, Nomor Perber/01/111/2014/BNN tentang Penanganan Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika ke Dalam Lembaga Rehabilitasi;

Persyaratan khusus berlaku untuk penanganan tindak pidana berdasarkan keadilan restorative pada kegiatan penyelidikan atau penyelidikan penyidikan. Salah satu jenis tindak pidana yang penanganannya dapat dilakukan berdasarkan keadilan restorative adalah tindak pidana narkotika.

Persyaratan khusus untuk tindak pidana narkotika meliputi :

  1. Pecandu narkoba dan korban penyalahgunaan narkoba yang mengajukan rehabilitasi
  2. Pada saat tertangkap tangan :
  3. Ditemukan barang bukti narkoba pemakaian 1 (satu) hari dengan penggolongan narkotika dan psikotropika sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
  4. Tidak ditemukan barang bukti tindak pidana narkoba, namun hasil tes urin menunjukan positif narkoba.
  5. Tidak terlibat dalam jaringan tindak pidana narkoba, pengedar dan/atau Bandar
  6. Telah dilaksanakan asesmen oleh tim asesmen terepadu dan
  7. Pelaku bersedia bekerja sama dengan penyidik Polri untuk melakukan penyelidikan lanjutan.

Dalam pedoman kejaksaan nomor 18 tahun 2021 tentang penaganan perkara tindak pidana penyalahgunaan narkotika melalui rehabilitasi dengan pendekatan keadilan restorative justice sebagai pelaksanaan asas dominus litis jaksa Penyelesaian penanganan perkara tindak pidana penyalahgunaan narkotika melalui rehabilitasi dilakukan mengedepankan keadilan restorative dan kemanfaatan (doelmatigheid), serta mempertimbangkan asas peradilan cepat, sederhanan dan biaya ringan.

Asas pidana sebagai upaya terakhir (ultimum remedium), cost and benefit analysis dan pemulihan pelaku. Penyesaian penaganan perkara tindak pidana penyalahgunaan narkotika dilakukan berdasarkan pedoman penaganan perkara tindak pidana narkotika dan/atau tindak pidana precursor narkotika sepanjang tidak ditentukan lain dalam pedoman ini.

Pada prinsipnya penyalahgunaan narkotika bagi diri sendiri adalah mendapatkan jaminan rehabilitasi, akan tetapi sebagaimana yang dirumuskan dalam Pasal 127 yang biasanya juga didakwa dengan Pasal 111 atau Pasal 112 karena juga memenuhi unsur dalam norma Pasal tersebut.

Jika melihat ketentuan norma tersebut maka kita dapat mengetahui bahwa pada prinsipnya penyalahguna narkotika bagi diri sendiri dikenakan sanksi pidana sebagaimana yang diatur dalam Pasal 127 (pasal tunggal untuk penyalahguna narkotika bagi diri sendiri) dan dalam ketentuan norma Pasal 103 mengatur bahwa seorang hakim “dapat”  memutuskan untuk menempatkan pengguna tersebut untuk mejalani rehabilitasi dimana masa rehabilitasi tersebut juga dihitung sebagai masa hukuman.(*)

Editor: Lassarus Samosir, SE

Pos terkait