Kabupaten Aceh Utara, spiritnews.co.id – Kondisi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Teupin Keubeu, Kecamatan Lhoksukon, Kabupaten Aceh Utara, Provinsi Aceh, memprihatinkan. TPA yang berdiri diatas lahan seluas 40 hektar ini merupakan salah satu tempat penampungan sampah dengan kapasitas 200 ton per hari.
Semakin hari, tumpukan sampah semakin menggunung hingga tak lagi dapat menampung sampah yang jumlahnya meningkat secara signifikan. Hal itu terbukti dari antrean truk pengangkut sampah keluar – masuk di jalan utama menuju TPA Teupin Keubeu.
Berdasarkan pantauan di lapangan, kondisi TPA ini merupakan gambaran bahwa pembuangan sampah terhambat karena sejumlah kendala, diantaranya, faktor alam seperti hujan deras beberapa pekan lalu, terparkir di pinggir jalan menunggu giliran membuang muatan sampah yang diangkut.
Maka dari itu, peran dan tanggung jawab Bupati Aceh Utara dan DPRK setempat sangat penting untuk mengatasi masalah tata kelola sampah ini. Limbah rumah tangga yang dibuang ke TPA Keubeu saat ini menumpuk hingga membentuk gunungan sampah dan overload.
“Masalah mesti jadi atensi khusus, ledakan masalah sampah bisa akan semakin besar jika terlambat dan salah kelola serta berujung pada kegagalan pemimpin Aceh Utara,” kata LK-KPK Aceh, Amiruddin.
“Jadi faktor alam, hujan besar terus menerus. Jadi jalan di area menuju curah (tempat menurunkan muatan) itu rusak parah. Jadi kendaraannya itu harus hati-hati,” tambahnya.
Kepala DLHK Kabupaten Aceh Utara, Saifullah, mengaku, pihaknya belum mampu melakukan Upaya yang signifikan untuk mengatasi sampah.
“Sampah ada di mana-mana, penumpukan sampah di depo atau TPS belum maksimal tertangani. Jauh dari kesadaran kita untuk memanfaatkan atau mengelola sampah. Untuk urusan membuang sampah dengan benar saja, kita masih harus berupaya dengan keras untuk melakukannya,” ujarnya.
Kondisi ini semakin diperberat dengan target pemerintah pusat yang menghendaki tidak ada lagi pembangunan TPA sebagai upaya mengurangi emisi karbon dari sumber sampah.
Ia menekankan pentingnya perubahan paradigma dalam mengelola sampah. Idealnya, sampah dan limbah tidak langsung dibuang begitu saja, tetapi juga perlu dipilah dan diolah lebih lanjut agar nilai guna dari sampah itu terus berlanjut. Sehingga, beban lingkungan yang disebabkan oleh sampah dapat ditekan lebih kecil lagi.
“Paradigma pengelolaan sampah yang bertumpu pada pendekatan akhir sudah saatnya ditinggalkan dan diganti dengan paradigma baru, paradigma yang menganggap sampah sebagai sumber daya yang memiliki nilai ekonomis,” jelasnya.
Oleh karena itu, perlu mengoptimalkan pengelolaan sampah yang melibatkan berbagai pihak. Hal ini membutuhkan kerja sama dari kalangan masyarakat, pemerintah, dan juga sektor privat, badan usaha untuk turut berpartisipasi dalam menumbuhkan peran serta masyarakat untuk mengoptimalkan pengurangan, pemilahan, dan pengolahan sampah.
Kerusakan akses di dalam area TPA Teupin itu diperparah dengan kerusakan alat berat untuk meratakan sampah yang diturunkan dari truk pengangkut. Saat ini dari tiga unit alat beroperasi, hanya satu unit alat berat yang beroperasi meskipun jauh dari kata ideal.
“Jadi kita ada alat berat excavator yang rusak. Sekarang kita melakukan pelayanan menggunakan buldozer saja dan itu kurang efektif. Akhirnya menyebabkan terhambat pembuangan sampah dan antrean,” tandasnya.
Faktor lainnya, yakni akses di dalam area yang hanya dilapisi oleh batu – batuan juga mengalami kerusakan karena terus digilas oleh kendaraan dengan bobot yang sangat berat.
“Jadi baru baru ini jalan diperbaiki, itu kondisinya jalannya kan dari batu-batuan yang dipadatkan. Karena sering hujan dan sering dilewati truk yang berat kan lama-kelamaan permukaannya juga rusak, jalannya hancur,” ungkapnya.(mah/ops/sir)