Alamp Aksi Desak Polresta Banda Aceh Usut Dugaan Pungli terhadap Pedagang Takjil

  • Whatsapp

Kota Banda Aceh, spiritnews.co.id – Aksi pemungutan uang lapak dengan mengatasnamakan Pemerintah Kota (Pemkot) Banda Aceh bagi pedagang takjil dapat dikategorikan sebagai pungutan liar. Pasalnya, tidak ada surat edaran resmi yang dikeluarkan Walikota Illiza Saaduddin Djamal.

“Sejak dulu tidak pernah ada terdengar heboh persoalan pungutan terhadap pedagang takjil mengatasnamakan oknum dinas atau UPTD Pasar di Pemko Banda Aceh. Namun, sekarang justru pungutan terhadap pedagang kecil tersebut ketika para pedagang takjil mencari sedikit rejeki di bulan suci ramadhan untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Preseden ini sungguh memilukan,” kata Ketua DPD Aliansi Mahasiswa dan Pemuda Anti Korupsi (Alamp Aksi), Musda Yusuf, kepada wartawan, Senin (16/3/2025).

Bacaan Lainnya

Yusuf menilai kutipan seperti ini tidaklah wajar terjadi, karena para pedagang yang berjualan takjil mayoritas itu bukanlah pedagang tetap tetapi hanya pada bulan ramadhan saja. Apalagi, mereka berjualan tidak pada lapak yang disediakan Pemko Banda Aceh tapi cuma membuat meja atau tenda sendiri tanpa adanya pembinaan ataupun perhatian apapun dari Pemko.

“Ini diduga sejenis pemalakan atau pungli yang memang harus ditertibkan. Kami minta kepada Polresta Banda Aceh sebagai mitra masyarakat untuk menyelidiki lebih lanjut dugaan pungli ini,” katanya.

Dikatakan, jika untung yang diperoleh pedagang takjil itu hanya Rp 200 per kue, maka untuk membayar uang kutipan Rp 5.000 itu keuntungan dari penjualan 25 buah kue, apalagi jika lebih dari itu tentu akan  Bayangkan saja jika jualan mereka belum laku pada hari itu.

“Masyarakat berjualan takjil berupa kue dan minuman itu hanya mendapat untung sangat sedikit, lalu dibebankan pungutan-pungutan lapak seperti itu, sungguh memberatkan masyarakat yang berjualan takjil,” jelasnya.

Jika pun alasan Pemko Banda Aceh dibawah kepemimpinan Illiza bahwa pengutipan terhadap pedagan takjil seperti viral di media sosial itu merupakan bagian dari pengutipan retribusi resmi, maka kebijakan itu patut disebut sebagai kebijakan yang tak punya hati.

Banyak sumber-sumber PAD dan retribusi dari usaha kuliner yang seyogyanya bisa dimaksimalkan seperti hotel, restoran, rumah makan dan sebagainya. Lalu, kenapa masyarakat kecil yang jadi sasaran.

“Pemerintah itu seharusnya membantu masyarakat bukan menjajah masyarakat kecil dengan kutipan-kutipan yang tak masuk akal. Seharusnya pemerintah berpikir bagaimana cara masyarakat yang punya ketrampilan buat kue misalkan dibantu dan difasilitasi agar bisa mampu menjadikan keterampilannya itu untuk menafkahi keluarganya, bukan justru sudah pembinaan tak ada dari pemerintah, para pedagang kecil seperti pedagang takjil yang berjualan malah dikenakan beban pungutan,” ujarnya.

“Jika itu kebijakan walikota, maka seyogyanya ada pertimbangan mana pedagang yang layak dikutip mana yang tidak, kemudian sampaikan dalam bentuk surat edaran. Jika tidak ada surat edaran atau pengumuman resminya, maka itu dapat dikatakan pungli. Jika itu termasuk pungli, maka harus ditindak oleh penegak hukum,” tambahnya.(mah/ops/sir)

Editor: L. Samosir

Pos terkait